SumselPost.co.id. Palembang,- Kasus perselingkuhan yang melibatkan seorang oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan, JA, menjadi sorotan publik setelah istrinya, Yunita Tri Kumalasari, mengungkap fakta mengejutkan melalui media sosial. Skandal ini tidak hanya mencoreng nama keluarga tetapi juga institusi ASN sebagai panutan masyarakat.
Yunita Tri Kumalasari mengaku telah melaporkan kasus ini ke berbagai pihak, termasuk Inspektorat OKU Selatan, BPK SDM, hingga Kementerian Dalam Negeri. Ia menuntut penegakan hukum yang adil dan mendesak agar pemerintah menindak tegas suaminya yang dinilai telah melanggar kode etik ASN.
“ASN memiliki tanggung jawab moral dan etika yang harus dijaga. Sebagai pejabat publik, tindakan seperti ini mencoreng nama institusi dan agama. Saya harap pemerintah serius menangani ini sesuai aturan,” ungkap Yunita.
Lebih lanjut, Yunita menyatakan bahwa upayanya untuk menyelamatkan keluarga dari kehancuran telah menemui jalan buntu. “Ini bukan lagi soal mempertahankan suami atau jabatan. Ini soal menegakkan moralitas dan keadilan,” ujarnya tegas.
Kasus ini semakin kompleks dengan adanya tekanan dari JA melalui pesan yang kemudian dihapus. Namun, Yunita berhasil menyimpan bukti berupa tangkapan layar percakapan dan video yang relevan. Dan Yunita cekup sock, sedih dan kecewa saat mendengar di media bahwasanya Kapolres langsung memberikan statement bahwa laporan perzinahan yg dilaporkan pihak korban sebelumnya di hentikan karena kurang bukti, padahal semua bukti2 sudah diberikan kepada penyidik.
Kuasa Hukum: Ada Indikasi Pelanggaran Prosedur Penyelidikan di Polres Palembang.
Kuasa hukum Yunita, Mardiana Sitorus. SH. MH.CPL, menyampaikan apa yg disampaikan oleh Kapolres di salah satu media sebelumnya yg mengatakan menghentikan perkara atau SP3 Laporan zinah sebelumnya, cukup mengecewakan, apa yg disampaikan mengenai SP3 tersebut terlalu dini atau sangat prematur, Krn semua alat bukti sudah diberikan kepenyidik dan harusnya penyidik mengembangkan semua hal yg berkaitan alat bukti atau sesuai laporan korban sebelumnya, seperti menyita HP pelakor MZ dan HP JA. dan pihak kami juga telah menerima SP2HP terakhir dri penyidik tgl 25 Desember 2024, yg mana isi dri SP2HP tersebut tidak ada menerangkan apa saja yang sudah dilakukan oleh Pihak penyidik, dan langsung tanpa alasan membuat alasan tidak ada ditemukan pristiwa pidana sehingga dilakukan SP3., dan pihak korban juga merasa heran kenapa produk internal kepolisian yang berkaitan dengan Surat Penetapan Penghentian Penyelidikan dan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan, bisa bocor keluar, Krn surat tersebut dikirim oleh wa seseorang yg tdk kenal, jadi dlm hal ini kami Menduga telah terjadi ketidakprofesional, tdk prosedural dan Keperpihakan yg dilakukan oleh pihak Polres Palembang, yg mana menguntungkan pihak JA” ujar Mardiana.
”
Ia juga mengkritik prosedur penyidikan yang dinilai tidak transparan. “Tidak ada yang kebal hukum, apalagi pejabat publik. Kami akan terus memperjuangkan keadilan, bahkan jika harus melibatkan Komisi III DPR RI,” tambahnya.
Mardiana mengungkap bahwa laporan serupa yang diajukan ke Polres Metro Jakarta Pusat menunjukkan progres signifikan, termasuk pengumpulan bukti dari CCTV hotel yang diduga menjadi lokasi Perzinahan JA dgn MZ. Ia meminta koordinasi lebih baik antara kepolisian di tingkat Polres Palembang dan Polres Metro Jakarta pusat agar tidak ada celah hukum yang diabaikan oleh Pihak Kepolisian kedepannya dlm menangani semua laporan dari pihak korban.
Dan ditambahkan kembali bahwa telah terjadi Tekanan Psikologis korban dan keluarga setelah mengetahui peristiwa zina JA dan MZ terjadi lagi, padahal ditahun 2023 JA sudah membuat surat pengakuan zina dan tdk akan melakukannya kembali, tpi alih2 perzinahan tersebut dilakukan JA dan MZ kembali di bulan Nopember tahun 2024 disalah satu hotel di Jakarta
Skandal ini tidak hanya mempengaruhi Yunita, tetapi juga anak-anaknya yang mengalami trauma mendalam. “Anak-anak saya menangis setiap hari. Saya bahkan harus memastikan kondisi mental mereka tetap stabil,” tutur Yunita dengan suara bergetar.
Yunita berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi semua pihak, terutama para pejabat publik, untuk menjaga etika dan moralitas. “ASN seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat, bukan malah mempermalukan keluarga dan institusi,” pungkasnya.
Kasus ini telah menarik perhatian luas, dan publik menantikan langkah tegas dari pihak berwenang untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
Komentar