Pengesahan  Tiga Raperda Jadi Perda Muba Menjadi Sorotan Tajam Aktivis

Berita Utama927 Dilihat

Muba Sumselpost.co.id,- Pengesahan dua raperda usulan pemerintah daerah dan satu raperda inisiatif wakil rakyat DPRD Muba menjadi perda yang diputus dalam tanggapan tiga Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) menjadi Peraturan Daerah (Perda) pada Rapat Paripurna Masa Persidangan I Rapat ke-31 yang diselenggarakan di Ruang Rapat Paripurna DPRD Muba pada Senin (27/11/2023) lalu.

Mendapat sorotan tajam dari beberapa aktifis di Musi Banyuasin. Salah satunya Satoto Waliun alias totok . Pasalnya dalam pengesahan ketiga Raperda tersebut DPRD Muba diduga telah mengabaikan partisipasi masyarakat.

Padahal dalam Peraturan Bupati/Walikota disebut sebagai produk hukum daerah yang merupakan wujud dari Perkada sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 huruf b Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (“Permendagri 80/2015”) dan Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (“Permendagri 120/2018”).

Hak masyarakat dalam penyusunan Perkada telah ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2017 tentang Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (“PP 45/2017”) yang menyebutkan bahwa masyarakat berhak berpartisipasi dalam penyusunan kebijakan daerah yang berbentuk Perkada yang mengatur dan membebani masyarakat.

Baca Juga  38 Kades Terpilih Dilantik, HRK: Selamat Dsn Semoga Amanah

“Dewan terhormat selaku wakil rakyat DPRD Muba khususnya pada pucuk pimpinan dan pimpinan Bapemperda DPRD Muba dalam pembahasan ketiga raperda yakni raperda penyelenggaraan ketertiban umum,raperda penambahan penyertaan modal pemerintah daerah pada PT Bank Pembangunan Daerah Sumsel Babel serta raperda tentang perlindungan dan pemberdayaan petani.

Ironisnya, saat ketiga raperda tersebut dibahas diduga Pimpinan Pansus dan Bapemperda DPRD Muba TIDAK memberikan kesempatan kepada masyarakat Musi Banyuasin untuk dapat menyampaikan partisipasi saran dan masukan pada saat pembahasan tiga raperda tersebut.”Ujarnya.

Laki-laki yang sering disebut manusia Toa ini juga mempertanyakan apakah tiga produk peraturan daerah tersebut sudah betul betul berkualitas atau justru setelah diberlakukan nantinya di revisi kembali seperti yang terjadi pada perda pesta malam.

“Terus terang saya selaku masyarakat Musi Banyuasin kecewa atas sikap Dewan yang tidak memberikan ruang Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Perkada,”Tegas totok.

Lanjutnya, Hak masyarakat dalam penyusunan Perkada, termasuk Peraturan Bupati/Walikota, juga dijamin dalam Pasal 166 ayat (1) Permendagri 120/2018 yang berbunyi:

“Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam pembentukan Perda, Perkada, PB KDH dan/atau Peraturan DPRD.

Baca Juga  Tunjangan BPD Akan Setara Dengan Perangkat Desa

Dengan demikian, untuk menjamin partisipasi publik dalam menyalurkan aspirasi terhadap produk hukum di daerahnya, peraturan perundang-undangan telah memberikan ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan masukan agar terbangun sebuah produk hukum yang partisipatif, transparan, dan akuntabel.”Tegasnya lagi.

Pengesahan ketiga Raperda menjadi Perda tersebut tak hanya mendapat sorotan dari aktifis. Rafik Elyas selaku wartawan tua (senior) di Kabupaten Muba juga angkat bicara. Karena dari pantauannya selaku jurnalis menurut dia banyak hal penting yang perlu dilakukan untuk masyarakat Muba.

“Saya lihat dari ketiga perda tersebut terdapat Perda perlindungan dan pemberdayaan petani. Pertanyaan, dalam perda perlindungan petani tersebut adakah dicantumkan untuk mengatur regulasi pembukaan lahan pertanian. Karena sejak diberlakukannya undang-undang atau larangan membakar lahan pertanian, masyarakat petani khusus nya di kabupaten muba pada khawatir dan kebingungan, karena hukum menanti jika masyarakat membuka lahan pertanian atau meremajakan kebun karet dengan cara melakukan pembakaran.

Maka dari pantauan sekarang ini banyak kebun karet masyarakat yang tidak yang tidak lagi produksi secara optimal , karena usianya sudah tua alias tinggal kerangka. Termasuk lahan pertanian yang sudah ditebas tebang tak bisa dimanfaatkan untuk bercocok tanam seperti padi, jagung dan lain sebagainya, masyarakat rata-rata hanya bisa menanam pohon kelapa sawit disela-sela limba kayu. Karena proses membersihan lahan tanpa dibakar itu sulit dan mahal.”Ujarnya.

Baca Juga  Desa Cinta Jaya Kecamatan Pedamaran Elok Mempesona

Dan yang tak kala pentingnya lagi, menurut Rafik Elyas, selaku wakil rakyat DPRD Muba juga harus membuatkan perda untuk perlindungan pedagang UMKM seiring dengan maraknya toko ritel bersekala nasional masuk ke pelosok desa.

“Memang masyarakat itu seharusnya diberi kesempatan untuk menyampaikan saran dan masukan. agar produk peraturan daerah yang dibuat itu betul betul berkualitas dan tepat sasaran.

“Seperti contoh, selama ini Pemkab begitu serius membina para pedagang UMKM untuk maju. Namun toko ritel bersekala nasional, seperti Indomaret, Alpa Mart dibiarkan masuk ke pelosok desa. Nah ini menjadi tanda tanya, apa ini memang kecolongan , atau memang belum aturan untuk membatasinya.” Tegas Rafik Elyas. (Ulandari)

Komentar