Palembang, Sumselpost.co.id – Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya (AMPCB) mengkaji untuk membawa kasus pengrusakan Balai Pertemuan Palembang ke ranah hukum.
“Kemarin kita menggugat Darurat Cagar Budaya kepada Walikota Palembang , sebelum kita aksi ke Pemkot Palembang kita kumpul di Balai Pertemuan , sampai di Balai Pertemuan kita sangat terkejut melihat Balai Pertemuan yang rusak parah, padahal Balai Pertemuan itu adalah cagar budaya yang masuk masuk dalam Kawasan Cagar Budaya BKB dan berada di belakang kantor Walikota Palembang,” kata budayawan kota Palembang Vebri Al Lintani, Rabu (8/2).
Oleh karena itu AMPCB setelah menyampaikan soal Darurat Cagar Budaya ke Pemkot Palembang akan melanjutkan aksi secara bergelombang dengan massa yang lebih besar dan akan mencari kemungkinan persoalan pengrusakan Balai Pertemuan ke ranah hukum.
“Kita juga akan menyurati Presiden dan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Dirjen Kebudayaan RI , TACB Pusat serta Balai Perlestarian Kebudayaan VI Sumatera Selatan untuk meninjau langsung kondisi Balai Pertemuan Palembang,” katanya,
Sedangkan Sekretaris Dewan Kesenian Palembang , Qusoi berharap Walikota Palembang memberikan Balai Pertemuan ini untuk seniman dan budayawan melalui Dewan Kesenian Palembang (DKP).
Selain itu menurutnya Pemprov Sumsel sudah ada taman budaya di Jakabaring tapi di kota Palembang tidak ada gedung kesenian sehingga Balai Pertemuan ini dinilainya layak dijadikan sebagai gedung kesenian di kota Palembang.
“Kami berakhirnya di akhir masa jabatan Walikota Palembang ini tolong perhatikanlah khususnya kami para seniman ini dimana tempat kami berekspresi , tidak mungkin kami manggung di cape dan di hotel terus , ini sini (Balai Pertemuan ) bisa jadi UMKM, bisa jadi tempat acara teater, tari, puisi dan lain-lain,” katanya.
Sebelumnya kawasan Benteng Kuto Besak (BKB) atau di kenal kawasan societiet di zaman Keresidenan Palembang dibangun pada 1928, terletak di sebelah barat Benteng Kuto Besak, tepatnya di Jalan Sekanak, Kecamatan Bukit Kecil. Dalam kawasan societeit ini terdapat 3 gedung, pertama 2 gedung diantara jalan Sekanak danjalan Bari, gedung utama menghadap kejalan Sekanak, sedangkan gedung ke dua menghadap jalan Bari.
Selain itu , Gedung utama yang saat ini dikenal dengan Balai Prajurit atau disebut juga dengan rumah bola digunakan sebagai gedung pertunjukan (Schouw burg) dan kegiatan bersenang-senang seperti pesta dansa oleh Belanda. Lalu di zaman Belanda menjadi bioskop Luxor (1928) dan bioskop Mustika (1970) di masa kemerdekaan.
Di belakangnya, terdapat bangunan yang sekarang menjadi Sekretariat Himpunan Putera Puteri Keluarga Angakatan Darat (HIPAKAD). Sedangkan gedung yang menghadap sungai Musi atau jalan Sultan Mahmud Badaruddin II dikenal sebagai Balai Pertemuan atau Gedung Pamong Praja. Kedua gedung ini diangn dengan gaya arsitektur “art deco”.
Komentar