JAKARTA,SumselPost.co.id – Terbitnya Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 menciptakan polemik bagi masyarakat Indonesia, khususnya mahasiswa. Pasalnya, regulasi tersebut mengakibatkan nilai Biaya Kuliah Tunggal (BKT), Uang Kuliah Tunggal (UKT), dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) naik fantastis sehingga membebani sekaligus mempersulit mahasiswa untuk melanjutkan kuliah di perguruan tinggi.
Menanggapi kondisi tersebut, Anggota Komisi X DPR RI Andreas Hugo Pareira menekankan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) harus meninjau ulang Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024. Dirinya menyayangkan kebijakan ini membuat wajah perguruan tinggi di Indonesia menjadi komersil.
Dia menyayangkan kebijakan ini membuat wajah perguruan tinggi di Indonesia menjadi komersil. “Menurut saya, (Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024) itu rentan diinterpretasikan oleh perguruan tinggi sesuai dengan kemauan mereka gitu. Nah, satu poin yang berkaitan dalam salah satu pasal, bahwa biaya UKT ditetapkan usai mahasiswa diterima. Saya rasa ini rentan terjadi komersialisasi pendidikan,” tegas Andreas.
Sebagai informasi, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim mengeluarkan Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) pada Perguruan Tinggi Negeri atau PTN di Lingkungan Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Tarif SSBOPT ditentukan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dengan pertimbangan capaian standar PTN, jenis program studi, dan indeks kemahalan wilayah. Selain itu, peraturan turunan mengenai besaran SSBOPT diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 54/P/2024.
Komponen SSBOPT terdiri atas biaya langsung yang merupakan biaya operasional penyelenggaraan program studi dan biaya tidak langsung yang merupakan biaya operasional pengelolaan institusi. Kemudian SSBOPT akan digunakan sebagai dasar kementerian untuk mengalokasikan anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk PTN dan tarif BKT untuk setiap program studi.
Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu setuju jika alokasi 20 persen dari APBN untuk sektor pendidikan perlu dievaluasi. Hal itu terkait apakah penyalurannya sudah berkontribusi pada perbaikan kualitas pendidikan atau belum. Menurutnya, upaya ini krusial demi masa depan generasi bangsa.(MM)
Komentar