Songket Palembang: Warisan Emas Dari Tanah Sriwijaya

Berita Utama70 Dilihat
banner1080x1080

Palembang, Sumselpost.co.id – Bukan sekadar selembar kain songket Palembang adalah jejak sejarah, simbol keanggunan, dan cerminan budaya yang telah melintasi zaman. Dari pinggiran Sungai Musi hingga panggung dunia, songket hadir bukan hanya sebagai busana, tapi juga sebagai warisan yang menyuarakan identitas masyarakat Sumatera Selatan.

Ditenun dengan benang emas atau perak yang berkilau, setiap helai kain songket menyimpan kisah. Proses pembuatannya pun tak bisa dianggap enteng. Butuh
kesabaran, ketelitian, dan tentu saja cinta. Para penenun, yang sebagian besar mewarisi keahlian ini secara turun-temurun, bukan hanya bekerja dengan tangan mereka—mereka menuangkan jiwa pada setiap motif yang terbentuk.

Tak heran jika kain songket asli bisa bernilai jutaan rupiah. Harga tersebut bukan hanya menggambarkan kemewahan bahan atau kerumitan motif, tetapi juga nilai filosofi yang tertanam di setiap detailnya. Motif Bercerita, Warna Menyuarakan Jiwa Salah satu keistimewaan songket Palembang adalah motif-motifnya yang sarat makna.

Baca Juga  Serah Terima Operasi Tuntas, Pelanggan MEP di Muba Bertahap Mulai Nikmati Listrik PLN

Motif bungo cino, lepus, hingga tampuk manggis bukanlah ornamen tanpa arti. Setiap pola merepresentasikan nilai-nilai lokal: kesederhanaan, kekuatan, kemuliaan, dan harmoni. Sedangkan warna-warna yang mencolok seperti merah darah, ungu tua, dan emas, bukan sekadar pilihan estetika, tapi lambang dari status sosial dan spiritualitas masyarakat Palembang masa lalu. Dalam satu lembar kain, kita bisa membaca narasi kejayaan Sriwijaya, memahami nilai gotong royong dalam tenunan, hingga merasakan nuansa sakral yang dulu mewarnai upacara adat.

Bertransformasi Menjadi Gaya Hidup Modern. Seiring waktu, songket tak lagi terkungkung dalam tradisi seremoni semata. Kini, ia hadir dalam bentuk yang lebih kasual dan modern: tas tangan, selop, hingga blazer yang fashionable. Generasi muda mulai memadukan songket dengan gaya urban, menjadikannya sebagai pernyataan gaya sekaligus bentuk pelestarian budaya.
Inovasi-inovasi ini bukan hanya soal estetika, tapi strategi nyata agar songket tetap relevan di tengah era fast fashion.

Baca Juga  Puncak Acara Syukuran HUT Kavad dan Yonkav 5/DPC Karang Endah Berlangsung Meriah

Menurut Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Selatan, pelatihan intensif, pameran budaya, hingga pembentukan komunitas penenun muda telah digalakkan untuk menjaga denyut kehidupan songket di tengah arus globalisasi.

Bahkan di sekolah-sekolah, songket mulai diperkenalkan sebagai bagian dari pendidikan muatan lokal, menanamkan kebanggaan budaya sejak dini. Dari Palembang ke Dunia, Diakui oleh UNESCO. Pada tahun 2021, UNESCO resmi menetapkan songket Palembang sebagai Warisan Budaya Takbenda. Sebuah pengakuan yang mengangkat kain ini dari lokal ke panggung internasional.

Bagi masyarakat Sumatera Selatan, ini bukan sekadar prestasi, tapi pengingat bahwa tanggung jawab menjaga warisan ini kini menjadi tugas bersama. Namun, di balik pengakuan global itu, tantangan nyata masih mengintai. Masuknya kain tenun mesin dengan harga murah menjadi bayang-bayang yang mengancam eksistensi songket asli.

Baca Juga  M Zen Sukri Persiapkan Diri Untuk Pencalonan Ketua KONI Muara Enim 2025-2029

Di sisi lain, regenerasi penenun masih minim karena pekerjaan ini belum cukup menarik bagi generasi muda dari sisi ekonomi maupun gengsi. Kilau Tak Akan Padam Jika Dijaga Bersama Untuk menjaga agar kilau songket tak redup, dibutuhkan sinergi antara banyak pihak. Pemerintah, pelaku usaha, komunitas kreatif, hingga influencer media sosial harus berjalan beriringan.

Digitalisasi promosi, pemanfaatan platform e-commerce, hingga kolaborasi lintas sektor menjadi kunci untuk menyentuh pasar yang lebih luas.Songket Palembang adalah bukti bahwa warisan budaya tak harus membatu di museum. Ia bisa hidup, berkembang, dan menjadi bagian dari gaya hidup masa kini—selama kita tak melupakan akar budayanya. Di tengah gegap gempita modernitas, songket Palembang mengajarkan kita tentang ketekunan, keindahan, dan nilai. Ia bukan hanya tenunan benang, melainkan tenunan sejarah dan jiwa bangsa.

Komentar