Palembang, Sumselpost.co.id – Dibawah bimbingan dosen, Dr. Agustina Bidarti, M.Si. dan LO Muhammad Soleman sebanyak 25 orang mahasiswa Modul Nusantara (Modnud) Universitas Sriwijaya mendiskusikan Siguntang sebagai Ulu Melayu. Kegiatan ini dilaksanakan dengan mengunjungi Bukit Siguntang, Minggu (10/3).
Bukit Siguntang merupakan situs bersejarah di Kota Palembang yang tidak hanya memiliki makam kuno. Namun juga terdapat berbagai temuan arca Buddha abad ke 7 di masa Sriwijaya.
“Saya sengaja memperkenalkan situs Siguntang kepada mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang tersebar di Nusantara ini. Kedatuan Sriwijaya itu merupakan kerajaan besar bercorak Hindu-Buddha di Nusantara,” tandas Dr. Agustina Bidarti, M.Si. ketika mengajak mahasiswa modnus berkeliling Siguntang.
Menurutnya di Bukit Siguntang ini pernah ditemukan arca Buddha Sriwijaya besar setinggi 277 cm. Yang menandakan tempat ini sakral bagi penganut Buddha di masa Sriwijaya.
Karena, posisi Siguntang sebagai dataran tertinggi di Kota Palembang. Sehingga laksana Gunung Mahameru dalam ajaran Buddha. Selain itu, tempat ini dijadikan pusat utama orang belajar agama Buddha di Sriwijaya.
“Sebab saya yakin di sini juga ada biara Buddha masa Sriwijaya seperti gambaran pengelana I-tsing. Hal ini bisa dilihat dari ditemukannya struktur batu bata di sini. Mereka belajar Buddha, selain bahasa sankrit dalam mempelajari Tripitaka. Tentu dengan memakai bahasa pengantar Melayu Kuno yang terpahat dalam berbagai prasasti Sriwijaya”, kata Dr. Agustina Bidarti, M.Si.
Lebih lanjut menurutnya perlu mendeskripsikan lebih mendalam adanya pemersatu kebinekaan budaya di tataran Melayu dari Bukit Siguntang ini.
Kondisi ini menurutnya dilihat adanya keberlanjutan dari Hindu-Buddha yang berkembang di masa Sriwijaya ke masa Islam ketika awal terbentuknya Kesultanan Palembang Darussalam.
“Kita membaca kehadiran kembali Bukit Siguntang dalam naskah Sulalatus-Salatin atau Sejarah Melayu yang ditulis oleh Tun Sri Lanang. Saya baca naskah ini ditulis sekitar tahun 1400-1511 dengan huruf Jawi. Narasi utamanya menerangkan bertumbuh kembangnya kerajaan-kerajaan Melayu di tanah Malaya.
Namun, hampir semua kekuasaan Melayu tersebut dilekatkan dengan mitos kehadiran manusia setengah dewa yang turun di Bukit Siguntang Palembang. Tokoh ini bernama Demang Lebar Daun atau Sang Sapurba sebagai jelmaan tokoh pemersatu dunia Barat-Timur, Iskandar Zulkarnaen. Demang Lebar Daun asal Bukit Siguntang inilah yang melahirkan raja-raja Melayu dari anaknya, Sri Tri Buana. Oleh sebab itu, Siguntang dianggap sebagai ulu Melayu”, jelas Dr. Agustina Bidarti, M.Si. dosen Agribisnis Unsri yang memiliki ketertarikan berat pada bacaan-bacaan sejarah.
Selanjutnya, setelah melakukan diskusi, mahasiswa diajak untuk melihat langsung makam-makan tua di Bukit Siguntang. Seperti Segentar Alam, Puteri Kembang Dadar, dan Panglima Bagus Kuning. Di sela kunjungan ke makam, mahasiswa asal Universitas Negeri Yogyakarta, Muhammad Azra Az Zahiri yang menekuni ilmu Sejarah tertegun ketika melihat makam Sigentar Alam dengan penjelasan Dr. Agustina Bidarti yang mempararelkannya dengan nama Iskandar Zulkarnaen.
“Setahu saya Iskandar Zulkarnaen ini selalu dianggap sebagai awal silsilah kesultanan-kesultanan Islam di Nusantara. Yang selanjutnya menurun ke Nabi Muhammad SAW. Saya baru tahu bahwa satu-satunya makam peninggalan dari Iskandar Zulkarnaen ini ternyata ada di Palembang, di Bukit Siguntang. Iskandar Zulkarnaen tersebut dalam dialek orang Palembang disebut Sigentar Alam. Sehingga saya juga yakin, Siguntang ini tidak saja ulunya Melayu. Tapi juga ulu dari kesultanan-kesultanan Islam di Nusantara”, ujar Azra dengan kagum.
Lebih lanjut dalam narasi selama mengajak ke makam kuno Siguntang, sebagai ulu Melayu menurut Dr. Agustina Bidarti, Siguntang banyak dikunjungi oleh peziarah dari Malaysia dan Singapura.
Selain sebagai destinasi sejarah, juga dianggap bukit keramat atau bukit sakral bagi orang Melayu. Selain itu, mahasiswa modnus Unsri tersebut mengagumi usaha pelestarian yang dilakukan oleh Dinas Pariwasata dan Kebudayaan Sumatera Selatan. Yang sejak 2023 mempercantik kawasan taman Bukit Siguntang dalam meningkatkan citra sebagai ulu Melayu.
Diakhir kegiatan dalam meningkatkan wawasan kebinekaan mahasiswa modnus, Dr. Agustina Bidarti mengajak melakukan permainan metode game flash card dengan riang gembira di Bukit Siguntang. Kartu permainan kecil dalam menguji ingatan informasi yang langsung dipraktikan.
Misalnya pada kartu tersebut, di sisi lain dituliskan “Siguntang” pada bagian lain ditulis “ulu Melayu”. Permainan ini selain refleshing juga mengingat berbagai informasi kebinekaan di Bukit Siguntang.
Komentar