Palembang, Sumselpost.co.id – Alih-alih mendapat sambutan hangat, hasil Lomba Kampung Kreatif 2025 justru menuai sorotan tajam. Kampung Lele dari Kecamatan Sematang Borang keluar sebagai juara pertama, disusul Kampung Layangan sebagai juara kedua, dan Kampung Si Gemoy dari Kalidoni sebagai juara ketiga.
Namun, tak lama setelah pengumuman resmi, media sosial langsung diramaikan oleh warganet yang mempertanyakan keputusan juri. Sebuah video parodi viral menggambarkan ikon tugu ikan belido di kawasan Benteng Kuto Besak diubah menjadi tugu ikan lele, lengkap dengan narasi sinis:
“Kalau juaranya Kampung Lele, jangan-jangan ikon kota juga mau diganti?”
Komentar netizen pun berhamburan:
“Palembang kota budaya, bukan kota lele.”Wisata lele? Itu ide kreatif atau guyon?Mengapa Ramai Protes?
Lomba yang digagas Dinas Pariwisata Kota Palembang ini bertujuan untuk menggali potensi inovatif dan pariwisata dari kampung-kampung di seluruh kecamatan. Sayangnya, banyak kalangan menilai hasil lomba tidak mencerminkan identitas Palembang yang selama ini dikenal dengan kekayaan budaya, sejarah, dan kuliner khas seperti pempek, songket, dan teater Dulmuluk.
Dr. Dedi Irwanto, MA, seorang sejarawan dari Universitas Sriwijaya, turut mempertanyakan keputusan tersebut.
“Kampung Lele itu tidak punya nilai simbolik yang kuat dengan identitas lokal Palembang. Daya tarik wisatanya juga kurang,” ujarnya.
Sementara itu, Kirana, pelaku UMKM lokal, menyampaikan pandangan serupa.
“Usaha kreatif boleh, tapi kalau dikaitkan dengan pariwisata dan identitas kota, lele bukan pilihan yang pas,” katanya, Rabu (27/8/2025).
Ia menambahkan dengan nada bercanda, “Kecuali kalau lele bisa dijadikan pempek, mungkin masih bisa diterima.”
Kepala Dinas Pariwisata Kota Palembang, Kgs Sulaiman Amin, menegaskan bahwa hasil lomba merupakan keputusan tim juri secara independen.
“Kami hanya memfasilitasi. Penilaian sepenuhnya wewenang juri,” katanya.
Terkait potensi pemanggilan juri karena kontroversi ini, Sulaiman menyatakan pihaknya masih menunggu laporan resmi.
Ia juga menjelaskan bahwa penilaian lomba mencakup sejumlah aspek, seperti:
Inovasi dan ide kampung, Fasilitas umum dan sarana pendukung, Penerapan Sapta Pesona, Keterlibatan masyarakat, Budaya dan tradisi lokal.
“Kami akan terus eksplorasi kampung-kampung dengan potensi unik sebagai destinasi wisata baru,” tambahnya.
Dalam kompetisi tahun ini, sebanyak 18 kampung dari berbagai kecamatan ikut serta. Berikut daftar juara:
Juara I: Kampung Lele (Sematang Borang)
Juara II: Kampung Layangan (Seberang Ulu I)
Juara III: Kampung Si Gemoy (Kalidoni)
Harapan I: Kampung Pelangi Langturif (Sukarami)
Harapan II: Kampung Muaro (Ilir Timur III)
Harapan III: Kampung Kuliner Syakyakirti (Ilir Timur I)
Kampung Favorit: Kampung Kain Jumputan (Jakabaring)
Kategori Potensial: Kampung Dulmuluk (Seberang Ulu II), Senitam (Plaju), Kreasi Rakyat (Ilir Barat I), dan Kampung Senang Hati (Alang-Alang Lebar)
Protes keras datang dari Rasyid Irfandi alias Pedo, penggagas Kampung Kreatif Dulmuluk. Ia menilai kampungnya lebih layak menang karena secara jelas menampilkan nilai budaya dan kekhasan lokal.
“Kami tidak anti terhadap ide baru, tapi masa warisan budaya kalah dari kampung lele dan gemoy?” ungkapnya.
Komentar