Muara Enim Sumselpost.co.id – Dibatalkannya hasil pemilihan Wakil Bupati Muara Enim atas nama Ahmad Usmarwi Kaffah sebagai wakil Bupati Muara Enim terpilih sisa masa Jabatan 2018-2023 oleh Oleh PTTUN Palembang tersebut, membuat permasalahan itu menjadi topik hangat dikalangan element masyarakat Kabupaten Muara Enim dari dikeluarkannya surat pembatalan tidak sah oleh PTTUN Palembang Kamis (04/05/2023).
Pasca adanya pembatalan pemilihan wakil Bupati Muara Enim terpilih oleh PTTUN tersebut, membuat barisan menolak Pilwabup Muara Enim tetap konsisten bertahan dengan pendiriannya. ”Menolak hasil pemilihan Wakil Bupati Kabupaten Muara Enim oleh DPRD Kabupaten Muara Enim, hingga berujung pada di PTUN kan atas pelaksanaan tersebut.
Yusrin Densri selaku Kordinator Forum Masyarakat Muara Enim Menggugat di dampingi para ketua dan pengurus Lembaga sosial Masyarakat (LSM) yang ikut melakukan tuntutan hukum melalui Pengadilan Tinggi Tata usaha Negara sumatera selatan , yakni Projo Muara 3nim LSM ABRI ,LSM Abdi Lestari dan LSM Gerakan Asli Sersan Sekundang ( GASS) pada jumat (5/5) kepada media ini saat diwawancarai , Meminta dan mendesak Gubernur Sumatera selatan dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Republik Indonesia agar segera menonaktifkan Plt Bupati Muara Enim Ahmad Usmarwi Kaffa dari jabatannya sebagai Wakil Bupati terpilih oleh dewan perwakilan Rakyat daerah Muara enim yang juga sekaligus sebagai pelaksana Tugas Bupati tersebut.
“ya, kami atas nama masyarakat kabupaten Muara Enim menggugat meminta kepada Gubernur Sumatera Selatan Herman deru dan Kementrian Dalam Negeri untuk sesegera mungkin menonaktifkan Plt Bupati yang di jabat oleh Ahmad Usmarwi Kaffa , mengingat keputusan PTTUN Sumsel telah memutuskan bahwa Keputusan DPRD Kabupaten Muara Enim di dalam melaksanakan Pemilihan Wakil Bupati telah menyalahi aturan Per Undang Undangan terkait Pilkada, sambil menunggu keputusan resmi dari Pemerintah pusat . Mengingat keputusan tersebut tentunya akan berdampak terhadap kebijakan- kebijakan yang akan di ambil oleh Plt Bupati kedepannya apa bila masih menjalankan roda pemerintahan,” tegas Yusrin Densri.(05/05). Yusrin menambahkan , kebijakan yang akan di ambil tentu tidak akan memiliki Kekuatan Hukum atau tidak memiliki Legalitas yang sah, apa bila jabatan Plt Bupati Muara Enim tersebut sudah tidak legal lagi atau inkonstitisional . Khawatir nantinya akan berdampak hukum atas kebijakan yang akan beliau putuskan .
“Kami sngat berharap secepat mungkin jabatan Plt Bupati di Non aktifkan dan menunjuk Pelaksana tugas yang baru agar supaya roda pemerintahan tetap berjalan dengan baik,” pungkasnya.
Sementara itu Salah satu kuasa hukum penggugat yang terdiri dari 5 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kabupaten Muara Enim, Refli Antoni SH dan Cakra Jagat Satria SH membenarkan prihal tersebut.
“Benar hari ini PT TUN Palembang, sudah memutus perkara banding TUN tentang pembatalan SK DPRD Kabupaten Muara Enim mengenai penetapan Wakil Bupati Muara Enim atas nama Ahmad Usmarwi Kaffah SH sebagai wakil Bupati Muara Enim terpilih,” ujar Refli, Kamis kemarin (04/05/2023).
Dijelaskan Refli, untuk diketahui dasar pemilihan DPRD Muara Enim melaksanakan pemilihan wabup sisa masa jabatan 2018-2023 adalah menggunakan pasal 176 ayat (1), (2) dan (4) UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, telah menentukan.
Dalam hal ini, lanjut Refly Waki Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan, Pengisian Jabatan Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan mekanisme pemilihannya oleh DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota, berdasarkan usulan partai politik atau gabungan partai politik pengusung.
Partai politik atau gabungan partai politik pengusung mengusulkan 2 (dua) orang calon Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota melalui Gubernur, Bupati, atau Wali Kota, untuk dipilih dalam rapat paripurna DPRD.
“Itukan dasar DPRD Muara Enim melaksanakan sidang paripurna Pemilihan Wakil Bupati Muara Enim, sedangkan menurut kami harusnya mereka berpedoman kepada pasal 174,” ungkap dia.
Sementara di pasal 174 ayat 1, 3 dan 7 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pilkada, yang menyebutkan Dalam hal Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Waka Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Walikota secara bersama-sama tidak dapat menjalankan tugas karena sebagaimana alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1), dilakukan pengisian jabatan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota.
“Seharusnya DPR merujuk kepada pasal 174 Nomor 10 Tahun 2010 tentang pilkada, bukan merujuk ke pasal 176. Intinya, jika terjadi kekosongan jabatan bupati muara enim dan wakil bupati Muara Enim secara bersamaan proses pemilihan yang dilakukan oleh DPRD Muara Enim harus mempedomani ketentuan pasal 174 ayat 1, 3 dan 7 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pilkada, karena pada saat itu terjadi kekosongan Bupati juga wakil Bupati, jadi pertanyaannya mengapa hanya dilakukan pemilihan Wakil Bupati saja” papar Refli.
Lebih jauh Refly menyampaikan putusan banding PT TUN dalam persidangan elektronik pada hari ini yang amar putusannya menyatakan : menerima permohonan banding dari para penggugat/para pembanding. Selanjutnya membatalkan putusan pengadilan tata usaha negara Palembang Nomor : 263/G/2022/PTUN.PLG tanggal 20 Februari 2023 yang dimohonkan banding dengan mengadili sendiri. Dalam penundaan – Menolak permohonan penundaan para penggugat / pembanding. Dalam esepsi. Menyatakan seluruh Eksepsi tergugat dan tergugat 2 intervensi tidak di terima.
Beber Rafly lagi, dalam pokok perkara:
Pertama, Mengabulkan gugatan para penggugat untuk seluruhnya., kedua Menyatakan tidak sah surat keputusan DPRD Kabupaten Muara Enim Nomor 10 Tahun 2022, tanggal 6 September 2022, tentang penetapan wakil Bupati Muara Enim sisa masa jabatan 2018-2023 atas nama Ahmad Usmarwi Kaffah SH.
Ketiga, Mewajibkan tergugat untuk mencabut SK DPRD Kabupaten Muara enim No 10 Tahun 2022 tanggal 6 September 2022 tentang penetapan wakil Bupati Muara Enim sisa masa jabatan tahun 2018-2023 atas nama Ahmad Usmarwi kaffah SH.
Keempat, Menghukum tergugat dan tergugat II intervensi secara tanggung renteng untuk membayar biaya perkara pada kedua tingkat pengadilan, yang untuk pengadilan tingkat banding ditetapkan sebesar Rp. 250.000.“Setelah diterima pemberitahuan putusan banding, DPRD harus melaksanakan putusan tersebut,” pungkas Refly. (J/P).
Komentar