Cegah Sekolah Terpapar Medsos, DPR Tunggu Perubahan Kebijakan UU Sisdiknas

Nasional80 Dilihat
banner1080x1080

JAKARTA,SumselPost.co.id -Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa menilai banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegah anak-anak terpengaruh negatif media sosial (medsos). Misalnya kalau saat ini lagi trend pesan-pesan visual, maka bagaimana sekolah dan kampus mampu mendesain komunikasi visual itu bisa menarik anak-anak dalam proses pembelajaran.

“DPR sendiri sedang menunggu perubahan-perubahan kebijakan dalam pendidikan di Kemdikdasmen dan sedang merumuskan perubahan undang-undang sistem pendidikan nasional (Sisdiknas) yang lebih bisa mengantisipasi kondisi perkembangan teknologi informasi seperti medsos ini,” tegas Ledia Hanifa.

Hal itu disampaikan politisi PKS itu dalam dialeltika demokrasi yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI dengan tema: “Menjaga Dunia Pendidikan Dari Pengaruh Negatif Media Sosial” bersama Anggota Komisi X DPR Fraksi PDIP, Denny Wahyudi alias Denny Cagur, Komisioner KPAI Kawiyan, Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyati, dan Pengamat Pendidikan Andreas di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Kamis (13/3/2025).

Baca Juga  Anis Matta: Sistem Proporsional Tertutup Berpotensi Turunkan Partisipasi Individu dalam Pemilu

Bersamaan dengan itu masih banyak masyarakat yang tinggak di daerah 3 T (terluar, terpinggir dan tertinggal) belum bisa mengakses internet, sehingga mereka tertinggal. Itu juga harus diantisipasi ke depan karena akan sangat berpengaruh dengan kemampuan berpikir, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan menyelesaikan masalah, dan kemampuan berinteraksi mereka dengan dunia luar,” ujarnya.

Hanya saja kata Ledia, anak-anak itu belum cukup kuat menghadapi pengaruh atau serangan di medsos, akibat tidak terbekali literasi yang cukup, bacaan, budaya, dan teknologi digital yang buruk, maka mustahil mampu menghadapi literasi digital, karena pesan tertulis dengan digitalisasi itu berbeda. “Untuk itu dibutuhkan pendampingan dan pengawasan orangtua, guru di sekolah dan kebijakan pemerintah. Sebab, anak diputus pergaulannya atau di-unfollow oleh temannya saja bisa bunuh diri,” tambahnya.

Baca Juga  Wakil Ketua Komite III DPD RI Mendesak Pemerintah Perbaiki Tata Kelola Gas Elpiji 3 Kg Secara Berkeadilan

Belum lagi menjadi korban kejahatan seksual, bullying dan sebagainya. Karena itu, Ledia minta seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah kompak mengawal anak-anak di dunia digital. Predatornya harus dihukum berat, sehingga tidak cukup hanya menutup akun atau aplikasi, melainkan harus ditemukan orangnya dan disanksi seberat-beratnya. “Selama ini hanya menutup akun,” katanya kecewa.

Denny Cagur mengakui kalau
Medsos berperan sangat kuat dengan adanya banyak platform yang bisa diakses siapa saja, dimana saja, dan kapan saja. “Dan, saat bersamaan medsos berdampak posotif dan negatif. Seperti banyak konten hoaks, pornografi, kekerasan, dan lainnya, maka diperlukan kontrol orangtua, sekolah, dan masyarakat,” ujarnya.

Menurut Andreas, sekarang ini ada 1.5 juta anak yang terlibat judi online, sehingga sekolah dan kampus itu harus bisa menjadi pusat edukasi IT (informasi digital) di tengah anak-anak miskin literasi. “Jadi, Komdigi jangan bangga hanya bisa menutup platform aplikasi, melainkan bagaimana bisa menjadi pusat edukasi digital,” tambahnya.

Baca Juga  Respons Indonesia Gelap, Wakil Ketua MPR FPAN: Optimisme akan Membuat Bangsa Cerah dan Maju

Sementara itu Kawiyan mengatakan peran medsos sangat besar bagi anak-anak, baik posotif maupun negatif. Melalui medsos bisa belajar dan berkreasi menghasilkan uang dan lain-lain. Juga tetap bisa dilangsungkan proses belajar-mengajar meski sedang Covid-19 dengan PPJ (pembelajaran jarak jauh/daring). “Hanya perlu pengawasan orangtua, sekolah dan kebijakan pemerintah, dalam proses pembemtukan karakter anak-anak tersebut. Karenanya harus dipercepat prmbahasan peraturan pemerintah (Permen) tentang medsos bagi anak-anak itu,” ungkapnya.

Retno menilai jangankan anak-anak, guru saja bisa jadi korban medsos. Apalagi anak-anak yang usianya sangat rentan, maka lebih banyak yang menjadi korban medsos. Baik korban kejahatan, penipuan, dan kekerasan seksual. “Mayoritas korban kekerasan seksual adalah pengguna medsos. Karena itu pentingnya pemgawasan orangtua, sekolah, masyarakat dan aturan pemerintah,” ujarnya. (MM)

 

Komentar