BK DPR Tekankan Perkuat Aspek Preventif Cegah Perdagangan Orang di Indonesia

Nasional1594 Dilihat
banner1080x1080

JAKARTA,SumselPost.co.id – Badan Keahlian (BK) DPR berkomitmen penuh dengan mendukung pencegahan tindak pidana perdagangan orang melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO). Tidak hanya fokus pada aspek represif, BK DPR juga mendorong Pemerintah Indonesia perlu memperkuat aspek preventif mengingat kasus TPPO di Indonesia bersifat kompleks.

Pernyataan tersebut disampaikan Kepala BK DPR Inosentius Samsul saat ditemui seusai membuka Focus Group Discussion (FGD) dengan tema ‘Seputar Permasalahan Implementasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO) dalam Upaya Perlindungan Masyarakat Dari Tindak Pidana Perdangangan Orang’ di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Senin (31/7/2023).

Baca Juga  Undang Kementerian soal UU Pangan, Komite II DPD RI Dorong Kedaulatan, Kemandirian, dan Ketahanan Pangan

“Negara kita ini adalah negara yang urutan kedua (memiliki kasus TPPO). Ini menjadi respon Badan Keahlian (DPR) untuk merumuskan rekomendasi ataupun pemikiran secara dua arah, terutama dalam rangka pencegahan yang dilakukan yang langsung mengarah kepada fungsi pengawasan DPR,” ungkap Sensi – sapaan akrabnya.

Ia meyakini bahwa dengan menguatkan aspek preventif terkait soal TPPO akan menguraikan kompleksitas penyelesaian perdagangan manusia di Indonesia. Di mana, salah satu sumber penyebab tingginya kasus TPPO adalah tingginya angka kemiskinan di Indonesia.

Baca Juga  Wakil Ketua Komite III DPD RI Minta Pemerintah Tak Ganggu Alokasi Biaya Pendidikan Madrasah

“Ini (TPPO) serious crime. Saya katakan persoalan perdagangan orang ini kan persoalan yang kompleks. Kita harus selesaikan masalahnya di hulu dulu, baru bisa (selesai) di hilir,” ujarnya.

Sensi menekankan BK DPR menggelar diskusi publik guna mengevaluasi kebijakan Pemerintah Indonesia dalam implementasi UU TPPO. “Pada ujungnya tindak pidana ini perlu diwaspadai secara sungguh-sungguh mengingat dampaknya mengenai kelompok rentan yang justru harus dilindungi oleh negara,” pungkasnya.

Baca Juga  Rapat dengan Daker Madinah, Timwas DPR Bahas Haji Ilegal dan Backpacker yang Meninggal di Mina

Agenda ini menjadi krusial untuk dibahas lantaran berdasarkan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) tercatat sebanyak 2.356 korban TPPO yang terlaporkan sepanjang 2017-2022. Di sisi lain dari seluruh korban TPPO yang terlaporkan diketahui persentase terbesar terjadi pada anak-anak 50,97%, lalu diikuti oleh perempuan sebesar 46,14%, dan laki-laki sebesar 2,89%.(MM)

Komentar