Waka MPR Optimis Perdagangan Karbon akan Perkuat Pertumbuhan Ekonomi dan Sumbang US$5 Miliar/Tahun

Nasional268 Dilihat
banner1080x1080

JAKARTA,SumselPost.co.id – Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno menilai ekonomi karbon menjadi peluang besar bagi Indonesia untuk memperkuat sektor perdagangan sekaligus mencapai target penurunan emisi nasional di masa depan, juga akan menyumbang pendapatan negara hingga US$5 miliar per tahun sekaligus mendorong target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen.

Demikian disampaikan Eddy saat diskusi soal Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 110 Tahun 2025 bersama Asosiasi Karbon, Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI), dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) di Gedung MPR/DPR RI Senayan, Jakarta, Senin (3/11/2025).

Lebih lanjut Eddy menilai Indonesia memiliki ruang besar untuk membangun kegiatan di sektor perdagangan karbon sekaligus mengurangi target dalam penurunan emisi di masa depan. Karena itu, pertemuan ini menjadi momentum penting dalam mempertemukan berbagai pihak yang memiliki kepentingan dalam pengembangan nilai ekonomi karbon. Mulai dari pelaku usaha, akademisi, hingga BUMN seperti Pertamina yang saat ini telah aktif melakukan perdagangan karbon.

“Kita ingin menciptakan pasar karbon yang berintegritas dan memiliki nilai tinggi serta berkualitas. Ini juga menjadi salah satu sumber pendapatan negara di masa depan, sekaligus mendukung pengurangan emisi karbon,” jelas politisi PAN itu.

Eddy menekankan, implementasi Perpres 110/2025 memerlukan waktu dan penyesuaian agar berjalan maksimal. Namun, regulasi baru ini disebut sebagai “angin segar” bagi pelaku usaha karena membuka peluang aktivitas ekonomi karbon baik di tingkat nasional maupun internasional.

Ia juga menyinggung potensi ekonomi yang besar dari sektor karbon. Jika dikelola optimal, nilai transaksi karbon di Indonesia diperkirakan dapat mencapai hingga 5 juta dolar AS dan berkontribusi pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 0,7 hingga 1,2 persen.

Selain itu, Eddy optimsitis target pertumbuhan ekonomi 8% akan dicapai dengan pengembangan ekonoi karbon ini. Hanya saja dibutuhkan kolaborasi dari pemangku kepentingan seperti pemerintah, OJK, Bursa Efek Indonesia, dan pelaku usaha untuk membangun pasar karbon yang atraktif dan kompetitif.

“Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa menciptakan kredit karbon yang berkualitas tinggi. Indonesia memiliki potensi besar dari sektor berbasis alam seperti hutan, mangrove, serta transisi energi,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua Umum Association of Carbon Emission Experts Indonesia (ACEXI), Lastyo Kuntoaji Lukito, menekankan pentingnya kolaborasi berbagai pihak dalam penguatan ekosistem karbon nasional. “Kata kuncinya adalah kolaborasi dan keterbukaan publik. Kita ingin mengedepankan kerja sama antarpihak, seperti yang dilakukan Pak Eddy dengan rumah kolaborasi, agar integritas dan nilai karbon yang tercipta semakin tinggi,” ujar Lastyo.

Ia menambahkan, ke depan ACEXI bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga tengah mengembangkan konsep karbon skala komunitas, agar manfaat ekonomi karbon bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.

“Kita ingin ekonomi karbon ini tidak hanya berhenti di level korporasi besar, tapi juga digerakkan oleh komunitas. Dijalankan oleh masyarakat dan untuk masyarakat,” ungkapnya. (MM)

Postingan Terkait

Postingan Terkait

Komentar