Temui DPR, PPGIA Desak Pemerintah Tegakkan Keadilan dalam Restrukturisasi Jiwasraya Jamin Hak Pensiunan

Nasional229 Dilihat
banner1080x1080

JAKARTA,SumselPost.co.id – Pada rapat dengar pendapat (RDP), Perkumpulan Pemegang Polis Jiwasraya Anuitas (PPGIA) menegaskan keprihatinan yang mendalam kepada Komisi VI DPR RI atas dugaan pelanggaran hak-hak pensiun dalam skema restrukturisasi polis anuitas PT Asuransi Jiwasraya. Dalam RDP itu, PPGIA menuntut kepastian hukum dan keadilan bagi ribuan pensiunan yang terancam kehilangan hak finansial seumur hidup mereka.

Ketua PPGIA, Syahrul Tahir, menegaskan bahwa restrukturisasi ini tidak hanya merugikan peserta, tetapi juga mencederai prinsip perlindungan hukum dan keadilan sosial yang dijamin oleh konstitusi dan undang-undang.

Hak Pensiun: Dijamin Undang-Undang, Dilanggar Restrukturisasi

PPGIA mengutip dua regulasi utama yang menjamin hak pensiun:

Berdasarkan UU No. 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun, Pasal 25 ayat (2): “Manfaat pensiun harus dalam bentuk angsuran tetap atau meningkat, dibayarkan sebulan sekali seumur hidup.”

Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2024 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Pasal 39 ayat (2): “Jaminan Pensiun diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak saat peserta kehilangan penghasilan.”

PPGIA menilai skema restrukturisasi Jiwasraya bertentangan langsung dengan ketentuan UU tersebut.

Pendapat hukum: dugaan fraud dan pelanggaran tata kelola

Berdasarkan kajian hukum dari firma Nur Dsat & Rekan, anggota PERADI, ditemukan indikasi pelanggaran hukum serius dalam pengelolaan Jiwasraya. Firma tersebut menyatakan:

“Telah terjadi pelanggaran hukum yang mengarah pada dugaan fraud. Tanggung jawab hukum berada pada organ perusahaan, termasuk Direksi, Komisaris, dan RUPS, yang diwakili oleh Kementerian BUMN sebagai pemegang saham.”

PPGIA menegaskan kerugian akibat dugaan fraud tidak boleh dibebankan kepada peserta yang telah membayar premi secara sah dan berharap pada jaminan seumur hidup.

Skema Restrukturisasi: Pilihan yang Merugikan

PPGIA mengkritisi empat opsi restrukturisasi yang ditawarkan dan semuanya dinilai mengandung pemangkasan manfaat:

| Opsi | Top Up | Manfaat Bulanan | Eskalasi | Jangka Waktu |
|——|——–|——————|———-|—————|
| 1 | Ya | Tetap | 5% | Seumur hidup |
| 2 | Tidak | Berkurang s/d 75%| Tetap | Seumur hidup |
| 3 | Tidak | Tetap | Tetap | 6–8 tahun |
| 4 | Tidak | Tetap | Tidak ada| Tidak dijamin |

PPGIA menyebut skema ini sebagai bentuk pengingkaran terhadap prinsip jaminan sosial dan perlindungan hukum.

Untuk itu, seruan kepada Pemerintah dan DPR RI adalah PPGIA mendesak:

1. Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan untuk bertanggung jawab atas kerugian peserta.
2. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar memastikan proses restrukturisasi tidak melanggar hak hukum peserta.
3. Komisi VI DPR RI untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) guna menyelidiki dugaan pelanggaran hukum dan memperjuangkan keadilan bagi para pensiunan.

Dengan demikian PPGIA berharap agar negara hadir sebagai pelindung, bukan melupakan hak-hak warga yang telah mengabdi dan mempercayakan masa tuanya kepada sistem yang seharusnya menjamin kesejahteraan.

Alam pernyataan yang disampaikan, para pensiunan menegaskan bahwa kebijakan restrukturisasi tersebut berdampak langsung pada kehidupan masyarakat lanjut usia yang menggantungkan hidup dari manfaat dari pensiunan. Mereka menekankan bahwa hak pensiun merupakan hak dasar yang dijamin oleh undang-undang.

Landasan Hukum

UU No. 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun menegaskan bahwa manfaat pensiun harus diberikan dalam bentuk angsuran tetap atau meningkat sesuai kenaikan harga, dibayarkan setiap bulan seumur hidup.

UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional menyatakan bahwa jaminan pensiun bertujuan menjaga kelayakan hidup peserta ketika memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap.

Pendapat Hukum Hasil konsultasi dengan Nur Dsat & Rekan Law Firm menyimpulkan adanya dugaan pelanggaran hukum dalam pengelolaan Jiwasraya. Disebutkan bahwa indikasi fraud terjadi karena tidak mengikuti ketentuan hukum yang berlaku, sehingga menjadi tanggung jawab direksi, komisaris, serta pemegang saham yang diwakili oleh Kementerian BUMN.

Para pensiunan mendesak agar:

– Hak manfaat pensiun dikembalikan seperti semula, berlaku seumur hidup dengan kenaikan 5% setiap tahun sesuai perjanjian.

– Jika diperlukan tambahan dana sebesar Rp1,8 triliun sebagaimana proposal Jiwasraya, maka pemerintah diharapkan menanggungnya demi melindungi hak pensiunan.

Kesaksian sapah satu pensiunan, Sahrul, mengaku dipaksa menerima opsi yang ditawarkan Jiwasraya. Padahal opsi tersebut bukan berasal dari pensiunan, melainkan ditetapkan sepihak oleh perusahaan.

Menanggapi hal tersebut,Komisi VI DPR RI menegaskan komitmennya untuk mengawal penyelesaian kasus restrukturisasi polis anuitas PT Asuransi Jiwasraya tersebut. Wakil Ketua Komisi VI, Nurdin Halid, menyatakan pihaknya tidak akan membela sesuatu yang bukan hak warga, khususnya para pensiunan yang merasa dirugikan oleh kebijakan restrukturisasi.

Nurdin meminta bukti surat opsi yang diberikan kepada peserta anuitas. Menurutnya, Komisi VI DPR akan memanggil pihak-pihak terkait untuk mempertemukan mereka dengan para pensiunan. “Negara harus hadir dalam penyelesaian kasus ini,” tegas politisi Golkar itu

Pihak yang akan dipanggil
Komisi VI DPR antara lain sejumlah pihak yang dianggap memiliki peran penting dalam proses restrukturisasi Jiwasraya, di antaranya:

Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan (Menkeu), Manajemen PT Garuda Indonesia (sebagai salah satu BUMN yang disebut dalam kaitan restrukturisasi), dan pihak-pihak lain yang relevan dengan kebijakan dan implementasi restrukturisasi tersebut.

Langkah ini dilakukan untuk memastikan transparansi, akuntabilitas, serta perlindungan terhadap hak-hak pensiunan yang selama ini merasa dipaksa menerima opsi yang merugikan.

Komisi VI DPR RI menegaskan bahwa negara tidak boleh absen dalam melindungi hak-hak warga, khususnya kelompok lanjut usia yang menggantungkan hidup dari manfaat pensiun. Pemanggilan pihak-pihak terkait diharapkan menjadi langkah awal menuju solusi yang adil dan berpihak pada rakyat. (MM)

Postingan Terkait

Postingan Terkait

Komentar