Santri Memang Harus Berakhlak Mulia, FPKB DPR Kritik Trans7 yang Narasikan Pesantren secara Parsial dan Gagal Paham

Nasional422 Dilihat
banner1080x1080

JAKARTA,SumselPost.co.id — Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Habib Syarief Muhammad menilai tayangan Trans7 yang menyorot kehidupan pesantren tidak menggambarkan realitas yang sebenarnya. Menurutnya, laporan tersebut bersifat parsial dan gagal memahami nilai-nilai luhur yang menjadi dasar kehidupan pesantren di Indonesia selama berabad-abad sebelum Indonesia merdeka.

“Pesantren sudah ada sejak masa Wali Songo. Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren berkembang pesat sejak abad ke-17. Kalau ada tayangan yang menampilkan pesantren secara tidak utuh, itu bentuk ketidakpahaman terhadap sejarah dan kultur pesantren yang memang santrinya memiliki akhlah yang mulia kepada guru dan kiainya, ” tegas Habib Syarief.

Hal itu disampaikan Habib Syarief.dalam forum dialektika demokrasi “Antara Tradisi dan Modernitas: Mampukah Pesantren Bertahan di Tengah Gempuran Globalisasi” bersama anggota Komisi X DPR Lalu Hadrian Irfani, anggota Komisi VIII DPR KH. Maman Imanulhaq, dan Kepala Bidang Advokasi dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri, yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta, Kamis (16/10/2025).

Habib Syarief menjelaskan, peran kiai dalam pesantren sangat sentral, bukan hanya sebagai pengajar, tetapi juga pembimbing spiritual yang berkhidmat sepanjang waktu. Fan, sebagian besar pesantren di Indonesia tidak memungut biaya dari para santrinya.

“Kiai tidak digaji, dan banyak pesantren yang hanya memungut biaya makan sekitar Rp300 ribu per bulan tanpa uang sekolah. Pesantren seperti Lirboyo, misalnya, dari 40 ribu santri, sekitar 20 persennya belajar secara gratis. Jadi, kehidupan pesantren tidak bisa diukur dengan logika ekonomi. Di sana ada nilai ikhlas, tawadhu, dan barokah yang tidak bisa diterjemahkan secara duniawi. Figur kiai itu bukan hanya pemimpin dunia, tapi juga pemimpin akhirat,” tutur legislator asal PKB itu.

Menyoroti polemik tayangan Trans7, Habib Syarief menyebut trans7 seharusnya melakukan crosschek sebelum menayangkan konten yang sensitif. Apalagi, sebagian besar pesantren berdiri secara mandiri tanpa bantuan pemerintah. “Mungkin hanya 20 persen yang mendapat bantuan negara. Selebihnya murni dari kekayaan pribadi kiai atau keluarga,” ujarnya.

Lalu Hadrian Irfani menegaskan pentingnya menjaga martabat pondok pesantren di tengah derasnya arus modernitas. Ia menilai pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan, tetapi juga benteng moral dan sumber nilai-nilai keindonesiaan yang telah membentuk karakter bangsa sejak masa perjuangan kemerdekaan.

“Pesantren adalah tempat di mana nilai-nilai keindonesiaan, gotong royong, hormat kepada guru, dan ketulusan hati hidup terus. Dari pesantren inilah lahir para ulama, pejuang, dan negarawan yang menjaga negeri ini,” ungkapnya.

Terkait Trans7, mungkin Allah SWT sedang menegur semua melalui layar kaca, agar bangsa ini kembali belajar tentang pentingnya adab dari pesantren. Untuk itu, FPKB DPR mendorong revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional untuk memperjelas posisi dan hak pendidikan pesantren agar diakui secara penuh oleh negara.

“Kami ingin hak-hak pendidikan pesantren disamakan dengan lembaga pendidikan lainnya. Sebab pesantren merupakan pondasi awal pendidikan Indonesia. Banyak santri yang telah berperan penting dalam pembangunan bangsa, baik sebagai pemimpin, pemikir, maupun tokoh masyarakat. Karena itu, pemerintah harus hadir untuk memastikan pesantren mendapatkan perhatian dan dukungan yang layak,” kata Hadrian.

KH Maman Imanulhaq menilai para santri nilai luhur soal keikhlasan untuk terus belajar miliki kemandirian dan juga prinsip untuk selalu menebarkan kemaslahatan itu betul-betul diajarkan oleh para kiai selama 24 jam baik dengan uswah contoh keteladanan termasuk mewakafkan dirinya untuk ilmu, pikiran, harta dan tenaga bahkan seluruh kehidupannya.

Selanjutnya, pesantren sangat menerima apapun perubahan dari luar dengan prinsip Almuhafadhatu alal qomimis sholih wal-akhdu biljadidil ashlah – yaitu tetap menjaga nilai-nilai lama yang baik dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih.baik. “Itulah kekuatan Islam ahlussunnah wal jamaah dengan tetap dengan berakhlakul karimah yang tinggi, dan tidak tabu terhadap perkembangan modern,” jelas Kiai Maman.

Iman Zanatul Haeri
menekankan pentingnya RUU Sisdiknas yang harus bisa mewadahi pondok pesantren, karena undang-undang pesantren saat ini belum efektif untuk orang-orang yang bekerja atau mengabdi di pondok pesantren. Hanya saja untuk memahami pesantren harus memahami sejarahnya terlebih dahulu. Dimana dalam rangka penyebaran agama Islam salah satu medianya adalah dakwah dan pendidikan.

“Singkat kata untuk pesantren itu terbentuk dari tiga aspek, bukan sembarang pendidikan tetapi gabungan antara pendidikan dakwah, dan pemberdayaan masyarakat. Inilah mengapa UU sisdiknas agak kesulitan untuk menarik pendidikannya saja karena di pesantren itu meliputi ekonomi, kesejahteraan, pemberdayaan masyarakat, dan memiliki kurikulum sendiri. Jadi, pesantren ini sebagai tempat sejarah pendidikan yang khas dan telah menghasilkan banyak tokoh bangsa, yang.harus didukung bersama,” pungkasnya. (MM)

Postingan Terkait

Postingan Terkait

Komentar