RUU EBET Melanggar Konstitusi, Power Wheeling Harus Dicabut

Nasional160 Dilihat

JAKARTA,-SumselPost.co.id – Anggota DPR RI dan pengamat Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET)  sepakat agar power wheeling (PW) yang merupakan mekanisme transfer energi listrik dari pembangkit swasta ke fasilitas operasi milik negara/PLN dengan memanfaatkan jaringan transmisi/distribusi PLN, ininharus dicabut karena akan membebani keuangan negara.

Alhasil, pembangkit listrik swasta dapat menjual langsung listrik, maka tidak lagi menjadi monopoli negara. Padahal, seharusmya kebutuhan yang menyangkut kehidupan rakyat banyak harus dikuasai oleh negara.

“Jadi FPKS DPR menolak pasal terkait power wheeling dalam RUU EBET karena bukan saja persoalan sewa jaringan pembangkit listrik swasta, tapi swasta dapat menjual langsung listrik, maka tidak lagi menjadi monopoli negara. Konsep ini PLN berubah menjadi multiplayer pihak swasta. Ini jelas liberalisasi dan harga listrik nanti akan mengikuti mekanisme. Inilah pasar yang bertentangan dengan konstitusi,” tegas anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto.

Baca Juga  Dunia Usaha Berharap Stabilitas Politik Terjaga Demi Pemulihan Ekonomi Nasional

Hal itu disampaikan Mulyanto dalam diskusi forum legislasi “Urgensi RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan” bersama Badan Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi, di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Selasa (10/9/2024).

Menurut Fahmy salah satu sebab tidak disahkannnya RUU EBET power wheeling, karena sewa jaringan pembangkit listrik ini membebani APBN dan bisa memberatkan masyarakat. Selain itu, melanggar konstitusi, karena pembangkit listrik akan dikendalikan oleh swasta, yang juga akan menurunkan pendapatan PLN sendiri.

“Kebijakan Jokowi itu mendua, maka saya berharap pemerintahan Prabowo akan cabut power wheeling itu karena melanggar konstitusi, menurunkan pendapatan PLN, dan akan menggerus APBN untuk membayar kompensasi pada PLN. PW Harus didrop dan kemudian disahkan untuk memberikan kepastian kepada investor,” jelas Fahmy.

RUU EBET ini bersinggungan erat dengan UU yang lain, yakni UU No.30 Tahun 2007 tentang Energi, UU No.10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, UU No.30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, UU No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, UU No.3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, dan UU No.21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi. Harmonisasi RUU-EBT dengan tujuh UU lain tersebut sangat penting dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih atau bahkan pengaturan yang bersifat saling menghilangkan satu sama lain.

Baca Juga  Puan Sebut Ganjar Miliki Data Akurat di Debat Ketiga Capres

Juga adanya isu baru yang sangat berhubungan antara satu UU dengan UU lain, misalnya UU No.30 Tahun 2007 tentang Energi selayaknya disesuaikan dengan perkembangan global terkait upaya dekarbonisasi di sektor energi yang sangat terkait dengan EBT dan pengaturannya di dalam RUU-EBET.

Dikatakan Fahmy, bahwa PW akan menggerus pelanggan organik PLN 30% dan Pelanggan Non-Organik 50%. Bahkan ada yang berpendapat bahwa masuknya PW karena dorongan pengusaha ketenagalistrikan swasta yang bermaksud memudahkan bisnisnya.

Baca Juga  Hadiri WWF ke-10, Puan Tegaskan Komitmen Kuat Parlemen Terhadap Agenda Air

Dengan adanya PW berarti penyediaan ketenagalistrikan menjadi Multi Buyer’s Multi Seller’s (MBMS) dan produser ketenagalistrikan swasta tidak perlu investasi besar untuk membangun jaringan transmisi dan distribusi. “Sebaiknya Panja RUU EBET DPR ke depan mendrop dan mendalami secara khusus draft RUU EBET itu,” pungkasnya.(MM)

Komentar