JAKARTA,SumselPost.co.id – Peraturan Pemerintah (PP) No.28 tahun 2024 tentang Kesehatan yang diturunkan ke dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik, terutama pada pasal-pasal terkait Industri Hasil Tembakau, jelas merugikan masyarakat. Baik petani, industri dan pedagang kecil.
“Aturan atau hukum itu untuk terwujudnya keadilan bagi semua pihak. Tapi, PP 28 ini jelas tidak adil dan merugikan masyarakat. Baik petani tembakau, industri rokok, dan pedagang kecil. Karena itu, kita minta masyarakat yang tergabung dalam asosiasi tembakau silakan menggugat PP itu ke Mahkamah Agung (MA). Itu mekanismenya,” tegas anggota Baleg DPR RI Firman Subagyo.
Hal itu dikatakan politisi Fraksi Golkar itu dalam Forum Legislasi bertema “Mengkaji Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan Terkait Industri Tembakau” bersama Daniel Johan (Wakil Ketua Komisi IV DPR RI FPKB), Rahmad Handoyo (Anggota Komisi IX DPR RI FPDIP), Benny Wahyudi Ketum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), dan Roy Nicholas Mandey, Ketum Asosiasi Penguasa Ritel Indonesia (Aprindo), di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Kamis (12/9/2024).
Pada prinsipnya aturan, kebijakan, dan undang-umdang yang dibuat itu tidak boleh bertentangan dengan konstitusi (UUD 1945) dan harus bisa dilaksanakan di tengah.masyarakat. “Kalau melanggar konstitusi, maka bisa digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan kalau PP digugat ke MA. Seharusmya aturan itu menyerap aspirasi masyarakat terlebih dahulu sebelum diterapkan atau diterbitkan. Atau pemerintah perlu meninjau kembali akibat banyak protes masyarakat,” tegas Firman Subagyo.
Daniel Johan malah menilai PP itu berpotensi merugikan banyak sektor, tidak hanya dari sisi ekonomi tetapi juga kehidupan sosial masyarakat.
“Aturan itu terlalu mematikan dan cenderung mengabaikan realitas bahwa produk ini adalah sumber penghidupan banyak orang terutama bagi para petani tembakau dan industri terkait. PP juga terlalu fokus pada aspek pengendalian tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi yang lebih luas,” kata politisi Fraksi PKB itu.
Padahal, lanjut Daniel, kebijakan itu harus membela petani, industri dan ekonomi rakyat. Apalagi industri rokok ini salah satu penyumbang utama pendapatan negara yaitu Rp244,3 triliun atau 5,9% pada APBN 2025. Dengan PP 28 ini dilkhawatirkan target itu tidak tercapai. “Pajak cukai hasil tembakau (CHT)
Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 6 Tahun 2024 pun sudah dinaikkan,” ungkapnya.
Namun kata Rahmad Handoyo, soal PP 28 ini tidak bisa hanya dilihat dari satu sudut pandang ekonomi maupun kesehatan. Karena itu bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan bisa menyampaikan hal itu kepada Kemenkes RI sebelum PP 28 itu dilaksanakan. “Toh, tembakau kita selama ini 50% masih impor, sehingga yang menikmati juga asing. Selain itu setiap tahunnya megara harus menganggarkan Rp27 triliun untuk pengobatan sakit jantung melalui BPJS Kesehatan,” ujarnya.
Dengan demikian dia berharap pemerintah dan masyarakat terkait bisa duduk bersama untuk membahas masalah ini. “Membuat aturan itu harus hati-hati, memperhatikan mereka yang sakit jantung akibat rokok, tapi jangan pula mengorbankan 5 juta lebih petani tembakau di Indonesia dan juga jutaan pedagang kecil. Tapi, jangan pula ikuti Singapura, yang tidak punya petani tembakau dan lain-lain,” jelas Rahmad Hamdoyo.
Benny Wahyudi malah makin khawatir dengan PP 28 ini justru Indonesia akan dibanjiri rokok ilegal dan tidak bayar cukai, yang terkenal sebagai rokok “polos”.itu Karena itu dia minta pemerintah menunda penerapan PP 28 tersebut, dan kalau tidak, pihaknya akan menggugat ke MA. “Kami asosiasi tembakau dan rokok siap gugat ke MA,” tambahnya.
Hal yang sama disampaikan Roy Nicholas, pihaknya sudah mengalkulasi dari 50.000 lebih ritel rokok yang ada di Indonesia dengan PP 28 itu, justru akan dibanjiri rokok ilegal. Dengan omset 40 jutaan pada 2023 dan cukai Rp213,22 triliun bisa hilang.
“Jadi, kebijakan PP 28 ini ambigu, tidak bisa ditetapkan. Apalagi, sudah ada oknum yang bermain dengan PP itu dengan mendatangi pedagang kecil yang berada di jarak kurang dari 200 meter dari Sekolah-Sekolah. Juga ditemukan rokok ilegal sebanyak 72 ribu batang di Lampung, lalu berdamai dengan membayar denda Rp150juta. Lalu, apakah negara ini akan dipenuhi rokok ilegal, dimana peran negara?” katanya kecewa.
Sebelumnya di Bandar Lampung aparat menagkap tiga tersangka agen rokok ilegal lalu dibebaskan oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Bandar Lampung. Mereka dibebaskan setelah membayar denda sebesar Rp150 juta.
Kasi Humas KPPBC Bandar Lampung Heriyanto, pada Sabtu (7/9/2024) mengatakan
ketiganya dibebaskan setelah membayar denda sesuai aturan Ultimum Remedium (UR) Bea Cukai yang tertuang pada undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) Pasal 40 b ayat 3 dan aturan menteri keuangan nomor 237 tahun 2022 tentang penelitian dugaan pelanggaran di bidang cukai.
“Iya benar (Rp 150 juta), jadi dengan aturan yang baru di Undang-undang HPP itu, pelanggaran pidana cukai itu bisa tidak dilakukan penyidikan dengan membayar sanksi administrasi sebesar tiga kali nilai cukai yang harus dibayar,” ujarnya.
Menurut dia, sebelumnya ketiga tersangka ditawarkan terlebih dahulu untuk membayar denda terkait kasus peredaran rokok ilegal tersebut. “Jadi ditawarkan kepada pelaku untuk bisa tidak dilakukan penyelidikan tapi harus membayar denda tiga kali cukai dan itu masuk ke kas negara. Nah kalau dia nggak mau ya tetap dilakukan penyelidikan, jadi tadi tetap ditawarkan terlebih dahulu untuk sanksi administrasi yakni denda. Dan nanti jika di kami tidak mau bayar denda, nanti di kejaksaannya juga ditawarkan lagi,” jelasnya.
Lebih rinci Heri menjelaskan perhitungan denda administrasi yang dibayarkan tiga tersangka ini berdasarkan hitungan barang bukti rokok ilegal.(MM)
Komentar