Putusan Banding Pilwabup Kabupaten Muara  Enim dan Akibat Hukumnya

Uncategorized1924 Dilihat

Muara Enim, Sumselpost.co.id – Pasca Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Palembang mengeluarkan putusan banding atas gugatan yang diajukan oleh 5 (lima) Organisasi LSM terkait Pilwabup Muara Enim yang dilakukan oleh DPRD Kabupaten Muara Enim, menuai banyak tanggapan di masyarakat, khususnya menyangkut status hukum Ahmad Usmarwi Kaffah sebagai Wakil Bupati dan Plt. Bupati Muara Enim pasca putusan tersebut. Tulisan singkat ini berupaya untuk menjelaskan apa saja implikasi hukum dari putusan tersebut.

Putusan PTTUN Palembang tanggal 4 Mei 2023 telah membatalkan putusan PTUN Palembang dan menyatakan tidak sah Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Muara Enim Nomor 10 Tahun 2022 tanggal 6 September 2022 tentang Penetapan Wakil Bupati Muara Enim Sisa Masa Jabatan Tahun 2018-2023 atas nama Ahmad Usmarwi Kaffah, SH.

Adapun pertimbangan hukum PTTUN Palembang bahwa tindakan Tergugat menerbitkan Surat Keputusan tentang Penetapan Wakil Bupati Muara Enim Sisa Masa Jabatan Tahun 2018-2023 atas nama Ahmad Usmarwi Kaffah, SH, dinilai bertentangan dengan UU Pilkada dan Tatib DPRD. Oleh karena itu, DPRD Kabupaten Muara Enim sudah tidak memiliki kewenangan lagi memilih Wakil Bupati dengan sisa waktu kurang dari 18 (delapan belas) bulan.

Dari perspektif hukum, putusan banding Pilwabup Muara Enim menarik untuk dikaji karena memiliki karakteristik sendiri. Pada tataran normatif dan praktis dapat dikemukakan beberapa akibat hukumnya, antara lain sebagai berikut :

Pertama, Tidak bisa diajukan kasasi. Pada dasarnya terhadap setiap putusan banding dari semua lingkungan peradilan dapat dimintakan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung, kecuali undang-undang menentukan lain. Dalam konteks perkara TUN syarat mengajukan kasasi dibatasi oleh UU No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, khususnya Pasal 45A ayat (2) huruf c tidak dapat diajukan kasasi, “perkara tata usaha negara yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan”.

Baca Juga  Dianiaya, Putri Lapor Polisi

DPRD Kabupaten Muara Enim adalah Badan atau Pejabat Pemerintah Daerah yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan dalam lingkup legislatif. Menurut Pasal 1 angka 4 UU Pemda Jo Pasal 364 UU MD3, disebutkan bahwa : “Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah”. Sedangkan wewenang DPRD terkait Pilwabup bersifat atributif yang diberikan oleh UU Pilkada, dengan sendirinya produk hukum yang dikeluarkan hanya berlaku di wilayah Kabupaten Muara Enim, tidak berlaku umum.

Dari aspek ini, jelas Surat Keputusan DPRD Kabupaten Muara Enim tentang Penetapan Kaffah sebagai Wakil Bupati Muara Enim Sisa Masa Jabatan Tahun 2018-2023, merupakan Keputusan Tata Usaha Negara di lingkungan legislatif berdasarkan Pasal 87 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang jangkauan berlakunya di wilayah Kabupaten Muara Enim, dengan demikian termasuk salah satu kriteria perkara yang tidak dapat diajukan kasasi menurut Pasal 45 A ayat (2) huruf c UU No. 5 Tahun 2004.

Kedua, Putusan menjadi berkekuatan hukum tetap (inkrach). Dengan tertutupnya upaya hukum kasasi maka putusan PTTUN Palembang otomatis berkekuatan hukum tetap (inkrach) terhitung sejak putusan itu diucapkan di persidangan dan dapat eksekusi. Apabila tetap mengajukan kasasi, itu adalah hak, tetapi permohonan kasasi akan ditolak Pengadilan Tata Usaha Negara karena tidak memenuhi syarat formal untuk diajukan kasasi dan berkas perkara tidak dikirim ke Mahkamah Agung (vide Pasa 45A ayat 3). Upaya hukum yang tersedia adalah upaya hukum luar biasa yaitu Peninjuan Kembali (PK), tetapi upaya hukum yang terakhir ini tidak menghalangi eksekusi putusan.

Baca Juga  OJK Support FMB Gelar FGD Program Pemerintah Sumsel Mandiri Pangan

Ketiga, Semua tindakan yang dilakukan cacat hukum. Bahwa dengan merujuk pada Pasal 45A ayat (2) huruf c UU No. 5 Tahun 2004 dan putusan banding menjadi berkekuatan hukum tetap (inkrach), maka implikasi hukum berikutnya semua tindakan dan/atau kebijkan yang dilakukan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten Muara Enim, baik dalam kapasitasnya sebagai Wakil Bupati maupun Plt. Bupati, terhitung sejak putusan diucapkan menjadi tidak sah dan cacat secara hukum sehingga tidak wajib dilaksanakan.

Keempat, berpotensi terjadi kekosongan jabatan. Dengan berpedoman bahwa putusan sudah berkekuatan hukum tetap dan untuk mana penetapan Ahmad Usmarwi Kaffah, SH sebagai Wakil Bupati Muara Enim dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan, dengan sendirinya terjadi kekosongan jabatan Bupati dan Wakil Bupati Muara Enim sisa masa jabatan 2018-2023 sampai dengan tanggal 18 September 2023. Hal ini sejalan dengan Pasal 7 ayat (2) huruf l UU No. 30 Tahun 2014, “Pejabat Pemerintahan memiliki kewajiban mematuhi putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”. Prinsip ini merupakan konsekuensi Indonesia sebagai negara hukum dan semua orang harus tunduk pada hukum tanpa terkecuali.

Harus dimaklumi, bahwa pemicu permasalahan ini adalah ketika gugatan PTUN masih berlangsung, Kaffah dilantik. Ini kan jelas terburu-buru sekalipun dideclear atas nama demokrasi, padahal semua kemungkinan bisa terjadi disebabkan proses hukum masih berjalan. Perlu diketahui, Keputusan Mendagri bersifat deklaratif yaitu hanya berupa “Pengesahan Pengangkatan” saja dan prosesnya itu ada di tingkat DPRD sebagaimana Penjelasan Pasal 54 ayat (1) huruf b UU No. 30 Tahun 2014. Jadi tidak bisa berdiri sendiri, tetapi justru tergantung pada proses di DPRD itu sendiri. Artinya, jika Pilwabup dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan maka Mendagri harus mengesahkannya, itulah sifat deklaratifnya. Sebaliknya, apabila dinilai bertentangan dengan undang-undang maka dengan sendirinya SK Mendagri yang menjadi dasar Pengesahan Pengangkatan Kaffah sebagai Wakil Bupati Muara Enim menjadi batal demi hukum sebagai akibat diterbitkan dari proses Pilwabup yang dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan. Jadi, ada atau tidaknya pencabutan surat keputusan melalui sidang paripurna DPRD, menurut saya tidak menjadi soal mengingat putusan pengadilan lebih tinggi drajadnya.

Baca Juga  Bacaleg Ramai-ramai Datangi Polres Pagar Alam, Mereka Butuh Ini

Permasalahan di atas, harus menjadi perhatian semua pihak. Sebaiknya, Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat segera mengkaji putusan pengadilan tersebut secara komprehenshif dan nantinya dapat dijadikan pedoman mengambil langkah-langkah konkrit untuk mengatasi berbagai penafsiran di masyarakat. Tidak ada salahnya Gubernur sesegera mungkin berkordinasi langsung dengan Kementerian Dalam Negeri, hal ini sangat penting bagi kelangsungan penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten Muara Enim, mengingat di masyarakat sudah terbelah dan timbul sikap apatis, terjadi degradasi kepercayaan terhadap pemimpin. Semua itu, tentunya mengganggu kenyamanan ASN bekerja, yang pada akhirnya menggangu jalannya Pemerintahan Kabupaten Muara Enim.

Mengingat jabatan Bupati dan Wakil Bupati Muara Enim akan berakhir sampai dengan 18 September 2023, pasca putusan banding tersebut Gubernur segera menentukan langkah-langkah penyelesaiannya, dan selanjutnya mengikuti mekanisme yang berlaku hingga terpilihnya Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Muara Enim pada Pilkada serentak tahun 2024 mendatang.

Penulis oleh :Dr. Firmansyah, SH, MH
(Praktisi Hukum di Muara Enim) 

Minggu 7 Mei 2023

 

Komentar