Pemilih Milenial, Tantangan bagi Parpol Lama maupun Parpol Baru

Nasional515 Dilihat

JAKARTA,SumselPost.co.id – Jumlah pemilih baru, generasi Z atau milenial yang jumlahnya cukup besar, yaitu sekitat 60% pada pemilu 2024 mendatang, menjadi tantangan bagi partai politik baru maupun partai politik lama. Sehingga semua partai harus mampu menarik perhatian pemilih baru tersebut dengan isu-isu lingkungan, kesehatan, perubahan iklim dan sebagainya.

“Menjelang pemilu ini merupakan momentum masyarakat untuk menilai partai, caleg dan capres mana, yang memiliki akuntabulitas terkait kerja-kerja politiknya untuk rakyat selama ini. Jangan sampai salah pilih, lalu kecewa di kemudian hari,” tegas anggota DPR RI dari Fraksi PKB Luluk Nur Hamidah.

Hal itu disampaikan politisi PKB itu dalam dialektika demokrasi “Strategi Partai Politik Berebut Kursi Parlemen” bersama anggota DPR RI FPDIP Masinton Pasaribu, Ketum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) Gede Pasek Suardika, Ketua Bappilu DPN Partai Gelora, Rico Marbun, dan pengamat politik Indikator Politik Bawono Kumoro di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Kamis (13/7/2023).

Baca Juga  Mahfuz Sidik: Capres Polarisasi akan Kalah dan Hanya Untungkan Wirausahawan Politik

Karena itu lanjut Luluk, tidak ada kekhawatiran bagi PKB terhadap kedatangan partai baru. Apalagi PKB sebagai partai yang lahir dari semangat reformasi, 23 Juli 1998 sudah mengalami jatuh bangun akibat kinflik internal (2007). Namun, bisa bangkit di pemilu 2014 hingga sekarang.

Masinton mengakui jika setiap partai mempunyai strategi masing-masing untuk mendapat perhatian pemilih baru tersebut. Dimana usia mereka yang di bawah 40 tahun mencapai 60% dari jumlah pemilih sebanyak 204 jutaan pada pemilu Februari 2024 mendatang.

“Bagi PDIP seperti pesan Ibu Megawati, kader partai harus mampu bersatu dengan rakyat yang ada di setiap gang kecil di kampung-kampung. Karena itu, kader PDIP dari pusat hingga daerah harus dekat dengan seluruh lapisan masyarakat,” ujarnya.

Gede Pasek mengatakan jika target PKN tidak muluk-muluk, cukup lolos ke Senayan, meski di semua lembaga survei hasilnya hanya 0,6%. PKN hanya ingin menempatkan Anas Urbaningrum (AU) sebagai Ketum PKN untuk berjuang secara benar melalui partai politik.

Baca Juga  Bertentangan dengan Demokrasi, Imparsial Desak DPR - Pemerintah Hentikan Pembahasan Revisi UU TNI

“Kita akan bongkar kriminalisasi AU atas kedzoliman yang dilakukan rezim sebelumnya selama ini. Bahwa AU tidak terbukti korupsi serupiah pun dalam kasus Hambalang Bogor dan gratifikasi mobil Harier senilai Rp600 juta, tapi divonis dalam kasus Rakernas Partai Demokrat di Bandung. Abraham Samad dan Bambang Widjojanto (eks KPK) pun tak bersedia debat dengan saya soal itu. Padahal kita ingin hukum ditegakkan, dan bukan kriminalisasi penguasa,” tegas Pasek.

Rico Marbun juga optimis jika partainya bisa lolos ke Senayan minimal mendapat 4,4% suara pemilu 2024. Karena itu, tidak perlu kecewa jika ada partai yang nantinya mendapat suara 3,8%.

“Setiap proses politik kita anggap sebagai proses kemenangan. Terbukti banyak kader yang bersedia rumah dan kantornya dijadikan kantor partai. Juga berbondong-bondong yang siap menjadi caleg dari pusat hingga daerah. Ini bukti bahwa partai Gelora diterima rakyat,” ungkapnya.

Baca Juga  Anis Matta: Kita Butuh Koalisi Rekonsiliasi untuk Hadapi Krisis Global

Sementara itu Bawono menilai jika 204 juta suara pemilih itu menjadi tantangan tersendiri bagi partai lama maupun partai baru pada pemilu 2024 nanti. Dimana dengan sistem proporsional terbuka pemilih cenderung figur sentris, maka fogur partai itu harus dikenal dan populer. Dan ternyata figur lebih menarik dibanding partai politik.

“Khusus penilih pemula, partai harus pandai-pandai mengelola isu, mengingat mereka ini lebih tertarik pada isu-isu iklim, kesehatan, lingkungan dan sebagainya dibanding isu-isu politik pada pemilu sebelumnya,” pungkasnya.(MM)

 

 

Postingan Terkait

Postingan Terkait

Komentar