Banyuasin, Sumselpost.co.id — Adanya laporan hukum dari Tim Kuasa Hukum Askolani-Neta (Asta), yang melaporkan Rumah Rakyat Banyuasin (RRB) atas aksi orasinya beberapa hari lalu, kepada pihak Bawaslu dan Polres Banyuasin.
Akhirnya mendapat respon dan tanggapan dari sejumlah kalangan serta aktivis Banyuasin, Jumat (20/9/24).
Pasalnya laporan yang terkesan dipaksakan tersebut, dinilai sejumlah kalangan merupakan bentuk dan reaksi dari rasa khawatir, serta ketakutan Paslon tersebut atas kontestasi politik Pilkada Banyuasin 2024 yang saat ini mulai terasa.
Hal itu seperti diungkapkan langsung Nachung Tajudin kepada Wak media mengatakan, melihat secara jernih permasalahan yang dilaporkan oleh tim yang mengatasnamakan tim hukum pasangan Asta ini, terkesan terlalu mengada-ada dan justru menunjukan sebuah bentuk ketakutan yang berlebihan dari Paslon tersebut.
Pertama apa yang disampaikan oleh RRB itu adalah visi misi pemimpin masa lalu yang diduga banyak tidak terealisasi, kedua dalam selembaran brosur yang mereka bawakan saat itu tidak menyebutkan nama seseorang. Namun dalam hal ini mereka bereaksi atau merasa tersinggung, artinya Paslon tersebut merasa bahwa itu visi misinya terdahulu, ucap Nachung.
“Pertanyaannya kenapa mereka harus tersinggung dan melaporkan, artinya kalau mereka merasa itu visi mereka yang tidak terealisasi, yang harus ditanyakan lagi kenapa mereka tidak menepati janjinya sendiri. Padahal seharusnya masyarakat Banyuasinlah yang melaporkan mereka, karena mereka tidak menepati janji yang mereka buat sendiri, dan bukan sebaliknya seperti ini,” tanyanya.
Menurut Nachung yang juga merupakan seorang Aktivis 98 menjelaskan, Rekasi yang ditunjukan Paslon Asta ini merupakan ketakutan yang berlebihan, dan perlu diingat ini bukan bentuk kempanye hitam, kalaupun ini ada kaitan dengan visi misi mereka dimasa lalu harusnya tidak perlu mengumbar janji, kalau tidak sanggup menepati apalagi ini janji mereka kepada rakyat, jadi kalaupun rakyat Banyuasin saat ini bersuara inilah bentuk demokrasi.
“Menurut saya bentuk kempanye hitam itu kalau sifatnya mengada-ada, terus kalau yang disampaikan itu benar adanya dan mengingatkan janji seseorang yang tidak ditepati apalagi ini kepada rakyat, apakah itu bentuk kejahatan atau kempanye hitam apalagi ini tidak menyerang pribadi seseorang. Jadi yang jadi pertanyaan saat ini kalaupun proses hukum berjalan, kajian hukum dan delik hukumnya itu seperti apa justru ini semakin membingungkan masyarakat,” timpalnya.
Jadi kalaupun yang dapat maksud dalam laporan itu Tetang janji yang tidak ditepati pemimpin masa lalu, menurut Nachung laporan tersebut berarti tidak mendasar, dengan tidak melihat fakta dan data yang ada, apalagi janji itu juga secara rekam jejak digital itupun ada baik di media online maupun media elektronik, dan ini terkesan terlalu gegabah serta memaksakan aturan hukum, tutupnya.(Ida)
Komentar