JAKARTA,SumselPost.co.id – Jika sistem pemilu dilakukan dengan proporsional tertutup, maka otomatis akan menghilangkan aspirasi rakyat. Sehingga seorang calon anggota MPR/DPR RI tidak perlu lagi terjun ke masyarakat untuk menyerap aspirasi dan kehendak rakyat. Kalau pun dengan alasan money politics, uang sebesar apapun ‘dibakar’ tidak menjamin akan menjadi anggota MPR/DPR RI maupun kepala daerah.
Demikian disampaikan anggota MPR RI F-Golkar Dave Akbarshah Fikarno dalam diskusi Empat Pilar “Sistem Pemilu dan Masa Depan Demokrasi Pancasila” bersama Anggota MPR RI F-Demokrat Wahyu Sanjaya, dan Pengamat Politik Ujang Komarudin di Gedung MPR/DPR RI Senayan Jakarta, Rabu (22/2).
Diakui Dave Laksono jika tidak ada sistem pemilu yang sempurna. Baik terbuka dan tertutup itu ada plus minus-nya. Apalagi sistem pemilu terbuka sudah diperjuangkan melalui reformasi 98. “Itu memberikan amanah kepada rakyat; siapa yang diinginkan menjadi wakil rakyat atau kepala daerah. Jadi, jangan dilucuti lagi,” ujarnya.
Bagi Golkar sendiri kata Dave, mau sistim pemilu tertutup atau terbuka tidak ada masalah, karena Golkar tetap eksis. Tapi, Golkar tidak memikirkan diri sendiri, melainkan untuk kepentingan rakyat. Dengan terbuka, rakyat tahu siapa wakilnya atau kepala daerah yang akan dipilih.
“Kalau tertutup, caleg tidak perlu lagi capek-capek turun ke masyarakat, menawarkan gagasan dan ide serta program pembangunan yang akan dilakukan. Alhasil dengan tertutup itu dari 4 fungsi (legislasi, anggaran, pengawasan, dan fungsi aspirasi ini akan hilang). Demokrasi itu jangan diberangus lagi. Untuk money politics tinggal pengawasan terhadap keuangan kampanye yang harus diperkuat,” ungkapnya.
Hal yang sama disampaikan Wahyu Sanjaya, jika sistem pemilu terbuka selama ini sudah baik dengan meningkatnya partisipasi rakyat dalam pemilu, karena mereka berharap caleg atau pejabat yang dipilih berhasil mewakili daerahnya. “Kalau hanya nyoblos partai, itu menjauhkan rakyat dari caleg atau calon pemimpin daerahnya sendiri,” jelasnya.
Ujang Komaruddin menilai apa yang diperjuangkan Golkar dan partai lain untuk mempertahankan sistem pemilu terbuka itu sama saja dengan menjaga kesinambungan demokrasi. “Pasca reformasi ini sudah 5 kali pemilu sudah terjadi konsolidasi demokrasi. Mungkin setelah 7 kali pemilu nanti demokrasi akan makin baik,” tambahnya.
Menurut Ujang, seharusnya Golkar yang mengusulkan kembali ke sistem pemilu tertutup, karena selama ini diuntungkan. Tapi, dengan mendukung terbuka, berarti Golkar ingin menjaga kesinambungan demokrasi. “Aneh, kalau yang mengusulkan adalah PDIP. Semoga saja MK tidak masuk angin,” katanya.(MA)
Komentar