Komisi III DPR Dorong Polri Tingkatkan Transformasi Digital Korlantas Demi Transparansi, Kenyamanan dan Keamanan Lalu Lintas

Nasional268 Dilihat
banner1080x1080

JAKARTA,,SumselPost.co.id – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS, Nasir Djamil, menyoroti tingginya angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia dan pentingnya transformasi digital dalam Korlantas (Korps Lalu Lintas) Polri guna mewujudkan pelayanan publik yang transparan, lebih tertib, efektif, nyaman dan aman.

Demikian disampaikan Nasir Djamil dalam dalektika demokrasi “Transformasi Digital Korlantas: Menjawab Tantangan Pelayanan Modern untuk Masyarakat” yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI bersama
Kabag Ops Korlantas Polri Kombes Aris Syahbudin,
dan Pengamat Kepolisian Bambang Rukminto, di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Kamis (19/6/2025).

Lebih lanjut Nasir Djamil menegaskan, kualitas suatu negara dapat dilihat dari perilaku masyarakatnya di jalan raya. “Untuk melihat kualitas suatu negara, maka lihatlah bagaimana mereka di jalan. Kalau lalu lintasnya tertib, pengendara disiplin, itu cerminan negara yang berkualitas. Sayangnya di negeri ini, masih banyak yang memilih jalan pintas, tidak tertib, bahkan ada istilah ‘SIM tembak’, katanya.

Nasir juga menyoroti meningkatnya jumlah kecelakaan lalu lintas pada tahun 2024/2025. Berdasarkan data Korlantas Polri, terjadi peningkatan hingga hampir delapan kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. “Data menyebutkan kecelakaan lalu lintas pada 2024 meningkat nyaris delapan kali lipat. Ini harus menjadi perhatian serius. Jangan sampai kita mengalami ‘kecelakaan kebijakan’ karena abai terhadap kondisi di lapangan,” harapnya.

Karena itu, dia mendorong Korlantas Polri untuk terus melakukan transformasi digital dan menghadirkan konsep Police Point Zero sebagai bentuk pelayanan prima kepada masyarakat.
Dimana digitalisasi lalu lintas bukan hanya untuk efisiensi, tapi juga meningkatkan keselamatan pengguna jalan.

“Transformasi digital penting untuk membentuk wajah baru kepolisian lalu lintas. Kalau ‘rupa’-nya buruk, bukan hanya cermin kita yang retak, tapi juga bisa merusak cermin orang lain. Sehingga perlu perubahan yang sungguh-sungguh untuk menghadirkan layanan yang lebih baik,” ungkap Nasir.

Ia melihat faktor lain yang memperparah kondisi lalu lintas di Indonesia, seperti meningkatnya jumlah kendaraan, minimnya infrastruktur jalan, serta kurangnya koordinasi antarinstansi dalam pembangunan dan perbaikan jalan. “Soal revisi UU Lalu Lintas, Komisi III DPR akan melihat perkembangan. Kalau mendesak maka pasti akan dilakukan revisi itu,” tambahnya.

Nasir berharap ke depan, dengan adanya keterbukaan dan transformasi digital, bisa menghadirkan masyarakat yang lebih tertib di jalan raya, sebagai cerminan bangsa yang berkualitas.

Digitalisasi Kurangi Korupsi

Kepala Bagian Operasional (Kabagops) Korlantas Polri, Kombes Pol Aris Syahbudin, menegaskan pentingnya transformasi digital dalam mendukung pelayanan lalu lintas yang aman, tertib, lancar, dan bebas dari praktik korupsi.

Aris menekankan bahwa Korlantas terus berinovasi melalui sistem digital untuk memperbaiki pelayanan serta meningkatkan transparansi di lapangan.

“Digitalisasi adalah kunci untuk meningkatkan kualitas layanan Korlantas. Ini bukan hanya soal teknologi, tapi juga soal membangun kepercayaan publik, memotong birokrasi, dan mencegah korupsi,” kata Kombes Pol Aris Syahbudin.

Menurut Aris, penerapan sistem Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) menjadi langkah penting dalam meminimalkan interaksi langsung antara petugas dan masyarakat di lapangan yang rentan terhadap praktik transaksional.

“Transaksi di jalan terjadi karena pertemuan langsung antara petugas dan pengendara. Dengan digitalisasi seperti ETLE, interaksi itu kita potong. Ini bagian dari inisiatif anti-korupsi,” tegasnya.

Ia juga menyebutkan bahwa sistem ETLE masih terus disempurnakan. Meski tantangan masih ada—seperti pelat nomor ditutupi atau kendaraan yang tidak terdaftar—upaya digitalisasi tetap berlanjut untuk mendorong penegakan hukum yang lebih adil dan objektif.

Reformasi Birokrasi Lewat Layanan Digital

Dalam hal pelayanan publik, Korlantas telah menghadirkan kemudahan melalui layanan online, termasuk pembuatan SIM internasional secara daring. “Masyarakat dari Aceh tidak perlu lagi datang ke Jakarta hanya untuk membuat SIM internasional. Semua bisa dilakukan secara online, ini bagian dari reformasi birokrasi,” jelas Aries.

Selain itu, sistem digital kini memungkinkan integrasi data kecelakaan secara nasional, yang dapat diakses oleh berbagai instansi seperti Kementerian PUPR dan Bappenas untuk perencanaan infrastruktur yang lebih tepat sasaran. “Sekarang kita tahu di mana saja titik rawan kecelakaan atau black spot, dan apa penyebabnya. Semua datanya terhubung dan bisa digunakan lintas sektor,” tambahnya.

Pemanfaatan Teknologi

Aris mengungkapkan bagaimana teknologi telah membantu Korlantas dalam mengelola arus mudik dan balik, termasuk dalam pengambilan keputusan rekayasa lalu lintas seperti contraflow atau one way.

“Dulu saat kasus Brexit saya dua hari tidak bisa ke mana-mana. Sekarang semua bisa diprediksi dengan sistem digital—berapa jumlah kendaraan, kapan mulai padat, dan langkah apa yang harus diambil,” ungkapnya.

Untuk itu kata Aris, Korlantas tengah mengembangkan sistem Traffic Offense Record yang akan merekam pelanggaran lalu lintas dan memberi sanksi progresif berdasarkan akumulasi poin. “Kalau lima tahun ke depan poin pelanggaran habis, pengemudi harus uji ulang. Sistem ini akan mendorong pengendara lebih disiplin,” ungkapnya.

Dalam menanggapi berbagai persoalan lalu lintas, Aris menegaskan bahwa masalah ini tidak bisa dibebankan semata kepada kepolisian. “Jangan sampai semua seolah-olah tanggung jawab polisi. Masalah jalan rusak, kendaraan overload, itu lintas sektor. Tapi kami siap mendukung dengan data dan sistem yang transparan,” pungkasnya.

Dengan penerapan teknologi dan sistem digital yang terus dikembangkan, Korlantas berharap dapat memberikan pelayanan publik yang lebih prima, transparan, dan responsif terhadap dinamika lalu lintas di Indonesia.

Bambang Rukminto menyoroti peran penting Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri dalam menjaga ketertiban dan keamanan di jalan raya serta bagaimana transformasi digital di tubuh Polri harus tetap mengedepankan pelayanan terhadap masyarakat.

“Transformasi digital ini spiritnya dalam rangka melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat atau justru hanya optimalisasi pendapatan negara? Ini perlu dijelaskan,” ujar Bambang.

Ia mengingatkan bahwa fungsi utama kepolisian sesuai amanat undang-undang adalah menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas), melindungi, mengayomi, serta menegakkan hukum. Oleh karena itu, penerapan teknologi seharusnya tidak mengurangi kehadiran fisik aparat di lapangan. “Kehadiran polisi di jalan raya masih sangat dibutuhkan. Setelah tilang elektronik diberlakukan, patroli justru berkurang dan berdampak pada meningkatnya kejahatan jalanan,” ujarnya.

Karena itu, Bambang menekankan bahwa Korlantas memiliki posisi strategis karena jalan raya adalah cerminan dari peradaban bangsa. “Perilaku masyarakat di jalan adalah etalase peradaban. Maka Korlantas ini adalah penjaga etalase peradaban negeri,” ungkapnya.

Namun ia menyayangkan masih banyaknya laporan dari masyarakat mengenai dugaan pungutan liar (pungli) oleh oknum polisi lalu lintas di lapangan. Hal ini, menurutnya, menciptakan kesan buruk terhadap institusi meskipun sistem digitalisasi sudah diterapkan. “Fakta di lapangan, pungli masih saja terjadi meski sudah ada sistem digital. Ini harus menjadi perhatian,” kata Bambang.

Sejauh itu, Bambang mengapresiasi langkah Korlantas dalam mengembangkan sistem digital seperti SIM nasional yang bisa diajukan di luar domisili KTP. Namun ia mengkritik sistem penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang masih terdesentralisasi dan memunculkan kesenjangan antar wilayah.
Selain itu, ia juga menyoroti ketidakadilan dalam penanganan kecelakaan lalu lintas yang kerap menimbulkan persepsi tebang pilih.

“Penegakan hukum kita masih belum konsisten. Kasus kecelakaan sering kali membingungkan masyarakat, siapa yang ditetapkan sebagai tersangka, dan siapa korban. Apalagi kalau melibatkan oknum aparat,” pungkasnya. (MM)

Komentar