Jelang Pilpres, DPR Yakin Orang yang Beragama Tak akan Sebar Hoaks dan Fitnah

Nasional593 Dilihat

JAKARTA,SumselPost.co.id – Menyadari dalam setiap prsta demokrasi lima tahunan yaitu pilpres ini melibatkan emosi masyarakat terhadap capres yang didukung dan tidak didukung. Sehingga, jika seseorang tidak didasari dengan keimanan dan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pancasila), maka emosinya bisa meledak-ledak dan tidak terkendali. Pada kondisi inilah seseorang dengan tidak sadar bisa menyebarkan hoaks, fitnah, caci-maki dan ujaran kebencian.

“Jadi, revisi UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) ini harus diperkuat agar orang itu jera dan penerapannya dilakukan secara adil. Untuk itu, harus dilakukan sosialisasi yang masif kepada masyarakat,” tegas Hermanto.

Hal itu disampaikan Hermanto dalam diskusi forum legislasi dengan tema “Revisi UU ITE Cegah Kampanye Hitam Pemilu 2024″ bersama pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago (VoxPol), dan praktisi media John Oktaveri di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Selasa (7/11/2023).

Baca Juga  Strok, Permadi Meninggal Dunia dalam Usia 85 Tahun

Lebih lanjut anggota Baleg DPR RI dari FPKS itu menganjurkan bahwa agar tidak tersangkut UU ITE itu mudah. Jika seseorang didasari Ketuhanan dan berjiwa Pancasila, ia yakin seseorang tidak akan mudah menyebarkan hoaks. Selain itu, kita memiliki budaya tabayyun, klarifikasi dari kebenaran informasi, baik berupa berita foto, vidio, meme dan sebagainya sehingga tak mudah menyebarluaskan.

Termasuk Pasal 27 Ayat (3) mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik, dan Pasal 28 Ayat (2) mengenai penyebaran informasi yang menimbulkan permusuhan, kebencian dan mengandung unsur SARA (suku, agama, ras dan antar golongan). “Jika seseorang memiliki etika, adab, dan kesadaran bernegara, maka dia tak akan mudah menghina orang lain. Juga Pasal 27 itu tak boleh dipraktekkan secara represif kepada masyarakat. Karena masyarakat kadang tidak paham dengan UU ITE itu sendiri,” ujarnya.

Baca Juga  Gelar Konsolidasi Nasional : PKS Semakin Kokoh Menjadi Pembela dan Pelayan Rakyat

Pangi Syarwi Chaniago menilai revisi itu penting dilakukan khususnya terkait pasal-pasal yang dianggap pasal karet. Seperti penghinaan pada presiden dan pejabat negara. “Kalau orang mengkritik kebijakannya bukan orangnya, apakah itu juga dianggap penghinaan? Sudah banyak korban dan sepertinya UU ITE dan penghinaan ini baru ada di Indonesia. Jadi, maju sekali Indonesia ini demi menjaga harkat dan martabat presiden. Padahal, di sisi lain banyak elit politik yang omongannya sudah tak lagi bisa dipercaya,” kata dia.

Baca Juga  Komisi X DPR Minta Investigasi Khusus Motif Pemukulan Wasit di Laga Aceh vs Sulteng PON XXI

Namun Pangi yakin untuk pilpres kali ini karena ketiga capresnya soleh semua, maka ujaran kebencian, hoaks dan fitnah itu tak segencar di pilpres 2019. “Sekarang ini tampak landai dengan haoks dan ujaran kebemcian. Buzzer pun tidak seperti pilpres 2019. Saya yakin tak akan ada isu agama, yang membelah masyarakat bawah,” ungkapnya.

Jhon Andi Oktaveri mengatakan masih banyak masyarakat yang tidak memahami UU ITE tersebut, sehingga harus disosialisasikan dengan baik. Termasuk kepada anak-anak. “Jangan sampai anak-anak.yang asyik main medsos akan menjadi korban. Hukum pun harus ditegakkan dengan adil,” tambahnya.(MM)

 

Postingan Terkait

Postingan Terkait

Komentar