JAKARTA,SumselPost.co.id – Ketua MPR RI Bambamg Soesatyo mengatakan dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, media massa tidak hanya menjadi institusi yang sekedar menyebarkan informasi pada masyarakat, tetapi juga merepresentasikan fungsi dan kontrol, fungsi kritik sekaligus memberikan ruang bagi partisipasi publik dalam politik nasional.
“Menjelang penyelenggaraan pemilu 2024, MPR berharap media massa memiliki peran penting dan strategis dalam mengkondisikan suasana yang menyejukkan iklim politik kita, khususnya melalui pemberitaan yang akurat, objektif, dan berimbang yang pada gilirannya akan mendorong terwujudnya masyarakat yang melek informasi, yang dapat memilih dan memilah informasi secara cermat dan bijaksana,” tegas Bambang Soesatyo.
Hal itu disampaikan Bamsoet secara daring dalam acara media gathering “Peran Media dalam Mewujudkan Rumah Kebangsaan MPR RI” yang dibuka oleh Wakil Ketua MPR RI Ahmad Muzani di Kute, Bali pada Jumat (2/12/2023) malam. Hadir Plt Setjen MPR RI Ibu Siti Fauziah, Kabag Pemberitaan MPR RI Indro Gutomo, dan Ketua KWP Ariawan.
Lebih lanjut Bamsoet menegaskan bahwa pemberitaan yang sehat juga berfungsi sebagai penyeimbang, sekaligus sebagai filter atas masih maraknya informasi yang menyesatkan atau hoaks yang begitu mudah tersebar melalui berbagai platform media sosial (medsos).
Sehingga peran media massa menjadi semakin krusial di era keterbukaan informasi publik yang berkelindan dengan lompatan kemajuan informasi hingga kerasnya globalisasi yang nyaris menghapuskan sekat-sekat teritorial antar negara.
“Globalisasi adalah keniscayaan yang sulit kita hindari. Ibarat pisau bermata dua, satu sisi dapat memperluas cakrawala dan perspektif kita dalam memandang dunia, namun di sisi lainnya menyertakan nilai-nilai yang dapat mengikis kepribadian dan jati diri kita sebagai bangsa, mempertahankan dan merawat kepribadian keindonesian kita, sebab jati diri bangsa adalah tugas kolektif kita bersama,” kata Waketum Golkar itu.
Oleh karena itu, diperlukan partisipasi dan semangat kebersamaan dari setiap elemen masyarakat khususnya media massa melalui penyebarluasan paham keindonesiaan dan kebangsaan. “Dalam kaitan ini media massa adalah mitra penting bagi MPR dalam membantu tugas-tugas konstitusional terutama dalam mewujudkan visi MPR sebagai rumah kebangsaan,” jelas Bamsoet.
Menurut Bamsoet, isi rumah kebangsaan memposisikan MPR sebagai wadah representasi, berbagai aspirasi, pergumulan pemikiran dan berbagai arus perubahan. “MPR sebagai rumah kebangsaan menawarkan sebuah gagasan egaliter bahwa setiap warga negara adalah bagian yang tak terpisahkan dan satu ikatan kebangsaan,” ungkapnya.
Untuk itu, Bamsoet berharap melalui forum media gathering ini semakin menguatkan sinergi dan kemitraan strategis antara MPR dengan keluarga besar koordinatoriat wartawan parlemen (KWP).
Wakil Ketua MPR-RI Ahmad Muzani mengakui memang ini tahun politik, tetapi tahun politik tidak boleh membuat suasana kebangsaan kita menjadi pengap, sesak, apalagi sempit. “Pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oleh para elit politik kita haruslah pernyataan yang memberi optimisme, mencerahkan dan pernyataan yang menggembirakan yang akan menunjukkan persatuan di atas segala-galanya,” katanya.
Menurut Sekjen Gerimdra itu, harus menghindari pernyataan yang mengarah kepada kehidupan kebangsaan yang semakin sempit, bahkan semakin rumit. “Saya percaya bahwa elit-elit politik kita memiliki cakrawala dan cara pandang yang begitu luas tentang masa depan bangsa. Pandangan itu harus menjaga suasana kebangsaan yang harmonis, penuh kekeluargaan, dan suasana kekeluargaan inilah yang harus dijaga untuk persaudaraan di antara sesama anak bangsa,” jelas Muzani.
Dimana dalam sejarah bangsa Indonesia lanjut Muzani, keruwetan, kerumitan, bahkan persengketaan politik itu ujungnya kembali kepada persaudaraan. Dan, sejarah bangsa Indonesia ini menunjukkan hal seperti itu berkali-kali.
“Misalnya ketika kerutan tentang nasib negara yang tidak jelas, akhirnya kita kembali kepada NKRI pada tahun 50, ketika kerutan tentang UUD 1945 dan dasar negara yang tak kunjung selesai, yang disidangkan oleh konstituante pemilu tahun 1955, akhirnya tahun 1959 Bung Karno mengeluarkan dekrit Presiden dan itu selesai. Ketika terjadi kerutan 30 S PKI juga akhirnya selesai, ketika kerutan reformasi 1998 akhirnya selesai,” jelas Muzani.
Dikatakan, bahwa semua pemimpin bangsa itu berkumpul kembali untuk memikirkan masa depan Indonesia. “Kami merasa bahwa ini adalah sebuah proses, bagaimana proses ini semuanya akan berakhir dan kembali kepada satu meja, itulah meja pemimpin bangsa Indonesia, meja persatuan dan kesatuan bangsa,” tambahnya.
Karena itu, dia berharap para wartawan terus mengikuti kegiatan politik dan pemberitaan politik di di MPR/DPR RI dengan menyajikan berita-berita dengan cara pandang yang lebih edukatif, lebih perspektif tentang kehidupan kebangsaan.
Itu sebabnya rumah kebangsaan MPR harus semakin kokoh dan semakin kuat. “Siapapun pemenang pemilu harus merangkul siapapun di antara sesama anak bangsa. Itulah tradisi bangsa ini. Kalau di antara para pemimpin politik melakukan itu, tentu suasana politik akan melegakan kehidupan demokrasi. Demokrasi kita adalah demokrasi Indonesia, yang berlaga adalah sesama anak bangsa. Setelah selesai, semuanya akan kembali berkumpul dalam ikatan Indonesia Raya,” pungkasnya.(MM)
Komentar