JAKARTA,SumselPost.co.id – Pada Minggu, 2 November 2025, beredar surat yang berisi pemberian izin keramaian yang dikeluarkan oleh Koramil 1810/Arcamanik. Surat tersebut segera menuai sorotan publik dan kecaman dari pelbagai kalangan, termasuk Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Republik Indonesia, Mahfud MD. Surat tersebut diketahui berisikan izin keramaian acara kuda renggong di wilayah Arcamanik. Imparsial menilai penerbitan surat tersebut tidak hanya salah secara hukum, tetapi juga merupakan penyimpangan serius dari mandat dan fungsi TNI sebagai alat pertahanan negara.
Undang-Undang No. 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia dengan jelas menyatakan bahwa tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, dan melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan Negara. Dalam konteks tersebut, “TNI sama sekali tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan surat izin apapun, termasuk izin keramaian. Kewenangan tersebut secara tegas merupakan tugas dari Kepolisian,” demikian Imparsial, di Jakarta, Minggu (9/11/2025).
Imparsial memandang bahwa langkah Koramil Arcamanik tidak hanya menyalahi prosedur hukum, tetapi merupakan tindakan melampaui kewenangan yang pada akhirnya menghapus batas antara fungsi pertahanan dan fungsi keamanan yang sudah dipisahkan secara jelas di dalam konstitusi UUD NRI 1945.” Apa yang dilakukan Koramil ini merupakan penyimpangan terhadap tugas, fungsi, dan kewenangan TNI.
Penerbitan surat izin keramaian oleh Koramil Arcamanik adalah bentuk nyata dari masih bercokolnya mentalitas dwifungsi militer, di mana aparat TNI merasa berhak ikut campur dalam urusan sipil,” tegas Imparsial.
Padahal semangat Reformasi menuntut agar TNI bertindak profesional dan fokus pada bidang pertahanan, bukan ikut pada urusan pemerintahan sipil. Fenomena ini semakin mempertegas fakta bahwa TNI sedang memperluas pengaruhnya di luar urusan pertahanan dan makin menjauh dari sikap profesionalisme.
Lebih lanjut, Imparsial menilai menguatnya peran dan pengaruh sosial politik TNI saat ini tidak terlepas dari keengganan pemerintah untuk melaksanakan restrukturisasi komando teritorial (Koter). Alih-alih mengurangi jumlah Koter sebagaimana diamanatkan dalam agenda reformasi TNI, pemerintah justru memperkuat struktur tersebut. Padahal, struktur Koter merupakan warisan Dwifungsi TNI di masa Orde Baru untuk kepentingan politik kekuasaan. Fenomena penerbitan izin oleh Koramil 1810/Arcamanik adalah wujud paling nyata dari menguatnya peran sosial politik TNI dan lemahnya pengawasan internal TNI saat ini.
Berdasarkan hal tersebut di atas, Imparsial mendesak kepada:
1. Panglima TNI agar melakukan evaluasi dan memberikan sanksi tegas terhadap Dandim 0618/Kota Bandung dan Danramil 1810/Arcamanik karena gagal menjalankan prinsip profesionalisme dan disiplin prajurit dalam memahami batas kewenangan TNI.
2. Pangdam III/Siliwangi dan KSAD wajib melakukan penelusuran dan penertiban agar tindakan serupa tidak berulang di wilayah lain.
3. Pemerintah dan DPR RI mengevaluasi berbagai bentuk perluasan peran dan wewenang TNI yang menyalahi aturan perundang-undangan dan prinsip supremasi sipil agar Indonesia tetap berpijak pada prinsip negara hukum dan demokrasi.
Imparsial: Ardi Manto Adiputra, Direktur, Hussein Ahmad, Wakil Direktur, Annisa Yudha AS, Koordinator Peneliti, Riyadh Putuhena, Peneliti, fan Wira Dika Orizha Piliang, Peneliti. (MM)

























Komentar