JAKARTA,SumselPost.co.id– Yang menarik adalah sampai RUU TNI ini disahkan pun, kita belum bisa menemukan draf RUU TNI yang akhirnya disahkan di rapat paripurna DPR RI, Kamis (20/3/2025). Saya menduga banyak anggota DPR yang ikut dalam ruangan rapat paripurna juga tak memegang draf RUU itu. Jika benar demikian, maka sorakan suara setuju 3 kali untuk menjawab pertanyaan Ketua DPR Puan Maharani itu bisa saja adalah teriakan yang ‘dimobilisasi’.
“Jadi sangat mungkin anggota DPR yang bilang setuju, sesungguhnya mereka gak tahu percis apa yang didukungnya itu. Itu teriakan hasil perintah saja tampaknya,” kata Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi)
Lucius Karus, di Jakarta, Kamis (20/3/2025).
Karena itu, dia menilai kasihan anggota DPR kebanyakan kalau cuma dianggap sebagai ‘Tim.Hore’ saja! Semuanya karena draf RUU TNI itu entah kenapa tidk pernah ditunjukkan secara terbuka ke publik,” jelas Lucius.
Menurut dia, DPR melalui Pimpinan maupun Ketua Komisi I DPR RI menjadi biang ketertutupan informasi terkait draf RUU TNI ini. Mereka rajin menyampaikan Press conference sembari menyebutkan pasal-pasal dan substansi yang diubah dalam UU TNI, tetapi tidak sekalipun, bahkan hingga di paripurna DPR Kamis itu, bunyi pasal-pasal yang diubah itu tidak ditunjukkan ke publik.
“Bicara soal pasal-pasal UU, gak bisa hanya soal intensinya saja, tetapi rumusan kalimat menjadi sangat penting. Karena intensi bisa berubah tergantung bagaimana konstruksi kalimatnya,” ungkap Lucius.
Dan lanjut dia, sampai berakhirnya paripurna DPR, dari sedikit pasal yang konon berubah dalam UU TNI, itu tak pernah sekalipun disampaikan secara utuh bunyi pasalnya ke publik.
Lalu, publik diminta untuk percaya saja dengan apa yang disampaikan baik oleh Ketua Komisi I, Pimpinan DPR, dan Menhan soal substansi tetapi mereka seperti tak berani menampilkan rumusan pasal yang baru dalam revisi UU tersebut.
“Jadi, betapa konyolnya DPR kita ini. Untuk urusan teknis sesederhana itu menunjukkan kalimat perubahan dalam UU TNI saja, mereka tak mampu melakukan. Artinya, sampai RUU TNI ini disahkan, publik dan mungkin sebagian anggota DPR yang teriak setuju di ruang paripurna itu belum tahu betul, bagaimana rumusan kalimat perubahan di UU TNI itu,” kata Lucius.
Ia malah mempertamyakan, entah apa kendalanya hingga rumusan kalimat itu begitu dirahasiakan. “Saya menduga masih mungkin perubahan-perubahan mendasar melalui redaksi tertentu yang nisa berubah bahkan setelah RUU TNI disahkan,” ungkapmya.
Lucius menilai konyol rasanya bangsa ini seperti dimanipulasi oleh gimmick-gimmick manis politisi Senayan.
Dimana ketakterbukaan soal rumusan final pasal-pasal yang berubah membuat.kita tak bisa memastikan sampai sekarang apakah 3 atau 4.pasal yang berubah di UU TNI itu. “Pimpinan selalu bilang 3, tetapi rasa-rasanya ada 4 pasal, (pasal 3, 7, 47 dan 53),” ujarnya.
Menurut Lucius, ketertutupan yang menyelimuti proses pembahasan RUU TNI ini nampaknya bisa menjadi alasan sempurna bagi Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membatalkan beleid ini jika nanti diujimaterikan, digugat ke MK.
“Sehingga semua klarifikasi soal klaim partisipasi publik selama proses pembahasan menjadi tidak bermanfaat ketika bahkan sampai paripurna DPR publik justru tidak bisa memastikan rumusan perubahan apa yang berubah dalam UU TNI itu,” pungkasnya. (MM)
Komentar