Etika Media Di Era Global

Berita Utama1021 Dilihat
banner1080x1080

Palembang, Sumselpost.co.id – Komunikasi berperan sangat banyak dalam kehidupan manusia, terutama keampuhannya dalam mempengaruhi mentalitas masyarakat. Hal itu tidak bisa disangkal lagi, terlebih pada era globalisasi saat ini. Komunikasi yang menurut Harodl Laswel adalah who says what to whom in which channel and with what effect, mempunyai komponen-komponen penting di dalamnya yang tidak dapat diabaikan. Komunikator sebagai sumber informasi, pesan sebagai informasinya, komunikan sebagai penerima pesan atau informasi, media sebagai alat penyampai atau penghantar pesan, dan akibat sebagai respon yang diharapkan komunikator (feed back) (Effendy, 1993: 253).

Keberadaan media komunikasi saat ini menjadi suatu kebutuhan yang tidak bisa dilepaskan dari manusia. Oleh sebab itu, bermunculan berbagai sarana komunikasi yang diharapkan mampu mempercepat proses penyebaran informasi. Media massa merupakan salah satu bentuk sarana komunikasi yang paling efektif dewasa ini dalam mensosialisasikan berbagai informasi ke masyarakat. Media massa menjadi salah satu ujung tombak bagi percepatan penyebaran informasi bagi masyarakat. Yang termasuk media massa terutama adalah surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film sebagai the big five of mass media, serta internet (cybermedia, media online).

Keefektifan serta peranannya yang begitu hebat menjadikan media massa menjadi salah satu komponen penting bagi pembentukan kepribadian masyarakat, serta perilaku dan pengalaman kesadaran masyarakat. Oleh karena itu juga banyak kelompok masyarakat yang berupaya menjadikan media massa sebagai sarana propaganda ide, cita- cita, nilai dan norma yang ingin mereka ciptakan. Namun, persoalannya bahwa pesan- pesan yang dibawa oleh media tidak hanya bersifat positif, namun juga bersifat negatif. Seringkali pemberitaan media lepas kontrol dan tidak memperhitungkan nilai-nilai etis.

Pembahasan
Perspektif Media ; Makna, Jenis, Karakter dan Fungsi Media Massa (mass-media) adalah channel, medium, saluran, sarana, atau alat yang dipergunakan dalam proses komunikasi massa. Dalam sudut pandang ini media massa dapat meliputi: (1) Media cetak (printed media) surat kabar, majalah, buku, pamphlet, billboards dan alat teknik lainnya yang membawa pesan kepada massa dengan cara menyentuh indera penglihatan; (2) Media elektronik (electronic media) seperti program radio dan rekaman yang menyentuh indra pendengaran dan program televisi, gambar bergerak dan rekaman video yang menyentuh kedua indra pendengaran dan penglihatan (Blake, 2009: 42); (3) Media online (online media, cybermedia), yaitu media massa yang dapat ditemukan di internet (situs web).

Sementara itu, Sailing Wen membagi media komunikasi menjadi tiga kategori. Pertama, media komunikasi antarpribadi, terdiri dari media teks, grafik, suara, musik, animasi, video. Kedua, media penyimpanan, terdiri dari buku dan kertas, kamera, alat perekam kaset, kamera film dan proyektor, alat perekam video dan disk optikal. Ketiga, media transmisi, terdiri dari media komunikasi, media penyiaran, dan media jaringan (Buingin, 2005: 6).
Perbedaan media massa dengan media yang terbatas bukanlah pada alat itu sendiri, tetapi pada cara penggunaan alat itu. Media massa tidak hanya sebuah alat yang mampu memberikan kemungkinan komunikasi melalui suatu alat mekanik, menciptakan suatu hubungan yang dekat antara komunikator dengan audiensnya tetapi juga harus benar- benar digunakan untuk berkomunikasi dari sebuah sumber tunggal kepada sejumlah besar orang (massa).
Secara spesifik institusi media massa adalah: 1) sebagai saluran produksi dan distribusi konten simbolis, 2) sebagai institusi publik yang bekerja sesuai aturan yang ada, 3) keikutsertaan baik sebagai pengirim atau penerima sukarela, 4) menggunakan standar professional dan birokrasi, 5) media sebagai perpaduan antara kebebasan dan kekuasaan (Tamburaka, 2012: 13). Seseorang yang akan menggunakan media massa sebagai alat komunikasinya perlu memahami karakter media massa, di antaranya; Publisitas, universalitas, periodisitas, kontinuitas dan aktualitas. Fungsi media massa sejalan dengan fungsi komunikasi massa sebagaimana dikemukakan Harold D. Laswell (dalam Winarni, 2003: 56), sebagai berikut:
Informasi (to inform), yaitu menginformasikan mengenai peristiwa yang terjadi, gagasan atau pikiran orang lain, apa yang dilakukan orang lain dan sebagainya.

Mendidik (to educate). Fungsi ini bisa secara implisit disajikan dalam bentuk berita, dapat juga secara eksplisit dalam bentuk artikel, tajuk rencana, sinetron, drama, ataupun musik.

Menghibur (to entertain). Hal-hal yang bersifat hiburan sering dimuat dalam media untuk mengimbangi berita-berita berat (hard news) yang disajikan. Hiburan ini juga disajikan dalam berbagai format acara.
Media massa sendiri dalam masyarakat mempunyai beberapa fungsi sosial, yaitu fungsi pengawasan sosial, fungsi interpretasi, fungsi transmisi nilai dan fungsi hiburan (Nuruddin, 2003: 56). Fungsi media juga dapat digunakan sebagai sarana kritik terhadap kekuasaan dan kontrol masyarakat. Fungsi kontrol ini harus dilakukan lebih aktif oleh pers daripada kelompok masyarakat lainnya. Selain itu media juga berfungsi sebagai ruangpublik atau ruang antara publik. Dalam perkembangan selanjutnya, media massa mempunyai fungsi-fungsi baru, yaitu membentuk komunitas dan komunikasi virtual, seperti halnya kelompok internet di dunia maya. Internet dapat dipahami sebagai alat atau media umum yang bisa memenuhi fungsi media massa tua secara menyeluruh. Internet bisa menyempurnakan transaksi komersial, menyediakan dukungan sosial dan mengirim jasa pemerintahan (Wilensky, 2005: 88).

Peran Media Membentuk Karakter dan Perilaku Masyarakat Manusia sebagai subjek dan objek dari proses komunikasi, namun yang tidak boleh diabaikan adalah peranan media di dalam proses tersebut. Perkembangan media massa bagi manusia sempat menumbuhkan perdebatan panjang tentang makna dan dampak media massa bagi perkembangan masyarakat. Media massa berperan untuk membentuk keragaman budaya yang dihasilkan sebagai salah satu akibat pengaruh media terhadap sistem nilai, pikir dan tindakan manusia.

Media massa merupakan sebuah kekuatan besar yang sangat diperhitungkan. Dalam berbagai analisis tentang kehidupan sosial, ekonomi dan politik, media sering ditempatkan sebagai salah satu variabel determinan, terlebih dalam posisinya sebagai suatu institusi informasi, dapat pula dipandang sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses-proses perubahan sosial, budaya dan politik (Wilensky, 2005: 105). Kehidupan sosial masyarakat modern di masa sekarang ini tidak dapat terlepas dari media massa. Menurut McQuail (2000: 66), ada enam perspektif dalam hal melihat peran media, antara lain:

Melihat media massa sebagai window on event and experience. Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak melihat apa yang sedang terjadi di luar sana atau media merupakan sarana belajar untuk mengetahui berbagai peristiwa.

Media juga sering dianggap sebagai a mirror of event in society and the world, implying a faithful reflection. Cermin berbagai peristiwa yang ada di masyarakat dan dunia, yang merefleksikan apa adanya. Karenanya para pengelola media sering merasa tidak “bersalah” jika isi media penuh dengan kekerasan, konflik, pornografi dan berbagai keburukan lain, karena memang menurut mereka faktanya demikian, media hanya sebagai refleksi fakta, terlepas dari suka atau tidak suka. Padahal sesungguhnya, angle, arah dan framing dari isi yang dianggap sebagai cermin.

Memandang media massa sebagai filter atau gatekeeper yang menyeleksi berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak. Media senantiasa memilih isu, informasi atau bentuk yang lain berdasar standar para pengelolanya. Khalayak “dipilihkan” oleh media tentang apa-apa yang layak diketahui dan perlu perhatikan.

Media massa dipandang juga sebagai guide, penunjuk jalan atau interpreter, yang menerjemahkan dan menunjukkan arah atas berbagai ketidakpastian, atau alternatif yang beragam.

Melihat media massa sebagai forum untuk mempresentasikan berbagai informasi dan ide-ide kepada khalayak, sehingga memungkinkan terjadinya tanggapan dan umpan balik.

Media massa sebagai interlocutor, yang tidak hanya sekadar tempat berlalu lalangnya informasi, tetapi juga partner komunikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi interaktif.

Peran media dalam kehidupan sosial bukan sekedar sarana diversion, pelepas ketegangan atau hiburan, tetapi isi dan informasi yang disajikan, mempunyai peran yang signifikan dalam proses sosial. Isi media massa merupakan konsumsi otak bagi khalayaknya, sehingga apa yang disajikan media massa akan mempengaruhi realitas subjektif pelaku interaksi sosial. Gambaran tentang realitas yang dibentuk oleh isi media massa inilah yang nantinya mendasari respon dan sikap khalayak terhadap berbagai objek sosial.

Informasi yang salah dari media massa akan memunculkan gambaran yang salah pula terhadap objek sosial itu. Karenanya media massa dituntut menyampaikan informasi secara akurat dan berkualitas. Kualitas informasi inilah yang merupakan tuntutan etis dan moral penyajian media massa (Winarni, 2003: 143).

Peran media dalam masyarakat di atas nantinya akan membawa dampak dan perubahan yang signifikan bagi kehidupan sosial. Berbagai produk media yang disuguhkan pada pemirsanya memberikan sugesti dan pengaruh yang menyebabkan perubahan sosial.

Menurut Karl Erik Rosengren pengaruh dan dampak media dapat dilihat dari skala kecil (individu) dan luas (masyarakat) serta cepat atau lambatnya pengaruh itu menyebar (Kuswandi, 1996: 76).

Peran media massa dinilai berperan positif bagi masyarakat apabila media dapat menyebarkan dan menanamkan nilai-nilai moral sebagai contoh mencintai sesama manusia, menjunjung tinggi moral, menghormati hak-hak orang lain. Oleh karena itu penyuguhan berita dan siaran di media massa walaupun menghibur harus tetap mendidik untuk membangun perilaku masyarakat yang sehat.

Media massa juga bisa berperan sebagai sumber rujukan di bidang pendidikan dan penyebaran informasi yang cepat. Dalam hal ini, media dapat meningkatkan tingkat pengetahuan masyarakat. Sekarang ini, media memiliki andil yang penting dalam mengajak masyarakat untuk memerangi kekerasan dan tindak kriminalitas. Media sebagai kekuatan strategis dalam menyebarkan informasi merupakan salah satu otoritas sosial yang berpengaruh dalam membentuk sikap dan norma sosial suatu masyarakat. Media massa bisa menyuguhkan teladan budaya yang bijak untuk mengubah perilaku masyarakat.

Peran media dapat dinilai mempunyai dampak negatif dari penyuguhan berita maupun tayangan-tayangan yang disajikan. Produk media massa akan membentuk opini publik yang negatif. Sementara berita yang mencampurkan antara fakta dengan opini penulis dimungkinkan dapat menyebarluaskan rasa permusuhan dan berbagai tindakan anarkis. Dampak negatif lain adalah berubahnya gaya hidup. Pada negara berkembang penyajian berita maupun tontonan asing membuat kebudayaan dan nilai-nilai lokal tergilas oleh modernisasi ala barat yang bersebrangan dengan paradigma budaya Indonesia yang lebih bertendensi ketimuran.

Untuk menghadapi dampak-dampak negatif di atas diperlukan suatu solusi sekaligus suatu rancangan yang bersifat preventif maupun penindakan. Mengingat posisi negeri pada masa globalisasi, tidak mungkin mengelak dari perkembangan dan kemajuan teknologi termasuk media massa. Media massa sebagai penggerak opini publik menjadikannya sebagai alat pengonstruksi masyarakat. Peraturan pemerintah mengenai Undang-undang Pers, Undang-undang Penyiaran dan Undang-undang Perfilman yang ditetapkan itu nantinya diatur mekanisme mengenai pemberian sanksi tegas terhadap siapapun yang melanggarnya.

Media cetak maupun elektronik merupakan media massa yang paling banyak digunakan oleh masyarakat di berbagai lapisan sosial, terutama masyarakat kota. Oleh karena itu, media massa sering digunakan sebagai alat mentransformasikan informasi dari dua arah, yaitu dari media massa ke arah masyarakat atau mentrasformasikan informasi di antara mesyarakat itu sendiri. Namun, media sering tidak sengaja menjadi media informasi yang ampuh untuk menabur nilai-nilai baru yang tidak diharapkan masyarakat itu sendiri (Buingin, 2001: 1).

Etika Media dan Globalisasi
Globalisasi media massa merupakan proses yang secara alami terjadi. Pada titik- titik tertentu, akan terjadi benturan antar budaya dari luar negeri yang asing ke dalam suatu negara. Arus globalisasi dapat dilihat melalui produk yang ditransfer antar masyarakat pada negara yang berbeda. Ada produk yang mudah untuk mengglobal (dari suatu sumber masyarakat negara tertentu, diterima oleh masyarakat negara lain), tetapi ada yang sulit memasuki masyarakat berbeda.

Komunikasi massa yang bersifat global merupakan fakta tidak terbantahkan untuk melihat media massa sekarang ini. Tentunya hal tersebut tidak bisa dipisahkan dengan fenomena atau gejala globalisasi. Perkembangan media massa memicu istilah global village. Setidaknya ada beberapa arus utama, yaitu keberadaan pasar bebas dalam produk media, keberadaan dan penghargaan atas hak informatif, gejala kebebasan arus informasi dan teknologi komunikasi yang semakin memicu perkembangan media massa.

Media massa sekarang bisa dilihat sebagai jejaring sosial yang menyebar dan berkembang secara horizontal maupun vertikal pada sistem sosial masyarakat. Faktor ekonomi dan mobilisasi masif yang menjadi karakter utama globalisasi merupakan faktor yang krusial dalam pembentukan media massa global.

Globalisasi pada hakikatnya ternyata telah membawa nuansa budaya dan nilai yang mempengaruhi selera dan gaya hidup masyarakat. Melalui media yang semakin terbuka dan terjangkau, masyarakat menerima berbagai informasi tentang peradaban baru yang datang dari seluruh penjuru dunia.

Padahal, semua warga negara belum mampu menilai sampai di mana mereka sebagai bangsa berada. Misalnya, banjir informasi dan budaya baru yang dibawa media tidak jarang sangat asing dari sikap hidup dan norma yang berlaku.

Terjadinya pemekaran jenis-jenis media sebagai akibat kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang sangat luar biasa, globalisasi media pun meningkat dalam kualitas jaringan internet global (cybercommunication) telah menciptakan sebuah jalan yang sarat informasi yang sangat luas dan seakan-akan tidak berujung. Komunikasi internet cenderung menjadi sebuah jenis media massa baru, karena penggunaan internet sudah masal.

Terpaan media cukup penetratif dan persuasif, daya pengaruhnya sudah mampu menembus filterisasi kebudayaan tradisional yang sudah semakin jauh ditinggalkan oleh para generasi muda di suatu negara. Masyarakat mengkonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, seperti dalam bidang fashion, literatur, dan sebagainya melalui sebuah media.

Oleh karena itu, media pun disebut sebagai salah satu pihak yang paling berpengaruh dalam pembentukan atau pengubahan pola pikir, perilaku, maupun cara berbusana. Pada saat itu peranan informasi sangat dominan dalam mempengaruhi sekaligus mengubah watak dan kepribadian seseorang. Informasi memainkan peranan yang vital dalam sebuah masyarakat dan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan sebuah komunitas.

Sebaliknya, jika informasi dibatasi dan dikekang, ia bisa menjadi alat depostisme dan ketidakadilan sosial. Menurut Ziauddin Sardar informasi merupakan kekuasaan, tanpa informasi seseorang tidak memiliki kekuasaan. Jika informasi dibolehkan mengalir secara bebas dalam masyarakat, maka ia akan memberikan jalan ke arah kekuasaan kepada masyarakat yang terbelakang, serta akan mencegah konsentrasi kekuasaan pada segelintir orang (Sardar, 1989: 132).

Etika Media di Era Global
Ketika media massa berada dalam konteks sosial dan dikonsumsi oleh khalayak maka pada saat itu media massa berhadapan dengan masalah etika. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa media massa pada dasarnya tidak bebas nilai. Seluruh proses produksi, distribusi, dan konsumsi pesan komunikasi merupakan hasil interaksi para pelaku, konsumen, dan distributor komunikasi. Interaksi inilah yang harus menempatkan proses komunikasi dalam kerangka tindakan manusia.

Etika dan nilai membimbing individu atau kelompok pelaku komunikasi atas seluruh pilihan, sikap, dan tindakan yang dianggap perlu dalam menyatakan proses komunikasi itu sendiri. Burhanudin Salam (dalam Nuruddin, 2007: 242) menyatakan etika dengan sendirinya bisa diartikan sebagai ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang jahat.

Hukum dan etika media komunikasi merupakan peraturan perilaku formal yang dipaksakan oleh otoritas berdaulat, seperti pemerintah kepada rakyat atau warga negaranya. Dalam ranah media massa, ada beberapa regulasi yang mengatur penyelenggaraan dan pemanfaatan media massa.

Selain undang-undang dan peraturan- peraturan lain yang dibuat oleh lembaga legislatif ataupun pemerintah tersebut, perlu adanya pedoman berperilaku lain yang tidak memberi sanksi fisik, baik berupa penjara atau denda, namun lebih pada sanksi moral untuk mengatur manusia dalam berinteraksi dengan media yang memiliki aspek yang kompleks berupa etika (Wilensky, 2005: 167).

Etika merupakan suatu perilaku yang mencerminkan itikad baik untuk melakukan suatu tugas dengan kesadaran, kebebasan yang dilandasi kemampuan. Dalam konteks komunikasi, maka etika yang berlaku harus sesuai dengan norma-norma setempat. Pertimbangan etis bukan hanya di antara baik dan buruk, juga harus merujuk kepada patokan nilai, standar benar dan salah. Setiap profesi memiliki kode etik, yaitu norma yang berasal dari suatu komunitas professional sebagai acuan nilai bagi pelaku profesi. Etika suatu profesi mengandung orientasi sosial dalam menghadirkan profesinya agar punya figur dan martabat di tengah masyarakat.

Ashadi Siregar menyatakan ketika belajar etika komunikasi, biasanya bertolak dari dua sumber, pertama berkaitan dengan teori normatif dalam melihat interaksi media sebagai institusi sosial dengan institusi lainnya dalam struktur sosial. Sumber kedua mengenai teori moral yang mendasari perilaku dari pelaku profesi media. Perilaku dari pengelola media pada hakikatnya lahir dari preferensi yang terbentuk dalam diri setiap orang (Siregar, 2006: 7).

Dalam perspektif komunikasi, untuk mengukur kualitas etika yang baik, dapat dilihat dari sejauhmana kualitas teknis berkomunikasi sesuai dengan nilai-nilai kebaikan yang berlaku. Etika komunikasi ini kadang sering dilupakan oleh sebagian oknum media massa dalam memberikan beritanya kepada publik, dengan dalih kebebasan dan nilai berita. Etika media diperumit oleh standar kinerja yang berbeda-beda yang dibuat oleh media massa untuk diri mereka sendiri. Hal ini diperumit lagi oleh rentang ekspektasi dalam audiens massa. Satu standar etika tidak mungkin berlaku untuk semua media massa (Vivian, 2008: 619). Etika media lebih bersifat institusional daripada bersifat publik, misalnya kode etik jurnalistik dibuat untuk menjaga kredibilitas wartawan dan pekerja media dengan menerapkan standar profesi kewartawanan yang harus dipatuhi.
Shoemaker dan Reese mengemukakan pendapatnya mengenai etika komunikasi massa yaitu: 1) tanggung jawab; 2) kebebasan pers; 3) masalah etis; 4) ketepatan dan objektivitas dan 5) tindakan adil untuk semua orang (Nuruddin, 2007: 257). Dengan demikian, dalam era globalisasi ini media mempunyai tanggung jawab terhadap para khalayak yang mengkonsumsinya yang dapat disebut sebagai etika media massa (Komala, 2009: 74), yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
Media harus menyajikan pemberitaan yang benar, komprehensif dan cerdas. Media dituntut untuk selalu akurat dan tidak berbohong. Fakta harus disajikan sebagai fakta, dan pendapat harus dikemukakan sebagai pendapat. Kriteria kebenaran juga dibedakan menurut ukuran masyarakat: masyarakat sederhana dan masyarakat modern.

Media harus berperan sebagai forum pertukaran pendapat, komentar dan kritik. Karenanya, media tak hanya berfungsi sebagai sumber informasi melainkan juga forum penyelesaian masalah.

Media harus menyajikan gambaran khas dari setiap kelompok masyarakat. Syarat ini menuntut media untuk memahami karakteristik dan juga kondisi semua kelompok di masyarakat tanpa terjebak pada stereotipe. Tujuannya adalah untuk menghindari terjadinya konflik sosial di masyarakat terkait dengan isi berita yang disajikan.

Media harus selalu menyajikan dan menjelaskan tujuan dan nilai-nilai masyarakat. Ini tidak berarti media harus mendramatisir pemberitaannya, melainkan berusaha mengaitkan suatu peristiwa dengan hakikat makna keberadaan masyarakat dalam hal- hal yang harus diraih. Hal ini karena media merupakan instrumen pendidik masyarakat sehingga media harus memikul tanggung jawab pendidik dalam memaparkan segala sesuatu dengan mengaitkannya ke tujuan dasar masyarakat.

Media harus membuka akses ke berbagai sumber informasi. Masyarakat industri modern membutuhkan jauh lebih banyak ketimbang di masa sebelumnya. Alasan yang dikemukakan adalah dengan tersebarnya informasi akan memudahkan pemerintah menjalankan tugasnnya. Dengan informasi, sebenarnya media membantu pemerintah menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi dalam masyarakat.

Sudah seharusnya media berporos kepada masyarakat memberikan informasi yang tidak hanya aktual dan faktual, tetapi juga memiliki nilai tanggung jawab sosial. Media massa harus anti terhadap informasi yang berbau SARA, menciptakan kerusuhan sosial yang dapat merusak kehidupan sosial. Etika media atau etika pers sangat ditentukan oleh manusia.

Etika dalam perwujudannya sangat tergantung pada manusia yang berada di dalamnya, dalam hal ini insan media massa atau pers. Sebab keberadaan etika media massa didasari satu asumsi yang bisa efektif mengontrol media massa adalah media itu sendiri. Selain itu, dalam hal pemanfaatan media juga harus didukung dengan upaya partisipasi masyarakat untuk bersama-sama mencegah dampak buruk dari globalisasi media.

Media massa merupakan alat yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Penawaran yang dilakukan oleh media bisa jadi mendukung khalayaknya menjadi lebih baik atau mengempiskan kepercayaan dirinya. Media bisa membuat khalayaknya merasa senang akan diri mereka, merasa cukup, atau merasa rendah dari yang lain.

Karena media merupakan alat penyebaran ideologi yang sangat berpengaruh di era globalisasi ini dan media merupakan alat yang digunakan untuk mengirimkan informasi sehingga globalisasi dan budaya dapat diterima dengan baik. Media massa mempunyai peran yang besar terhadap perilaku dan cara pikir masyarakat. Oleh sebab itu, di era globalisasi ini seiring semakin canggihnya media teknologi informasi, media massa harus berpikir bagaimana mengemas tampilan acara-acaranya dengan baik dan mempersatukan nilai bisnis dan moralitas bangsa, paling tidak dengan mentaati kode etik media atau jurnalistik yang sedang berlaku. Media massa seharusnya mampu memberikan sesuatu yang benar-benar mendidik masyarakat bukan hanya sekedar menghibur namun juga masyarakat harus lebih mampu menilai suatu berita apakah mendidik atau tidak. Peran orang tua juga menjadi hal yang utama untuk dapat menyaring informasi dari media massa bagi anak-anaknya, sehingga remaja dan anak-anak mendapatkan berita yang benar-benar bermanfaat bagi perkembangan pola pikir dan perilaku mereka.

Tugas moralitas di sini, bukan hanya tugas media massa dan orang tua melainkan peran semua pemuka agama dan pemerintah. Sehingga moralitas bangsa tetap terjaga dan sajian di media massa tetap berhaluan dengan aturan main dalam etika dan moralitas bangsa.

Oleh : Dr.H.Rahidin H.Anang, MS (Dosen Komunikasi Di Berbagai Perguruan Sumsel)

Komentar