JAKARTA,SumselPost.co.id – Untuk mengurangi atau meminimalisir kecelakaan transportasi darat khususnya bus pariwisata, pemerintah dan DPR dalam revisi UU. No.22 tahun 2009 tentang Lalu Limtas dan Angkutan Jalan (LLAJ) perlu memberikan remunerasi (gaji, tunjangan) pengemudi yang lebih baik. Hal itu agar para sopir bus lebih profesional, mendapat penghargaan dan adanya kerjasama antara perusahaan bus, pemerintah, DPR RI dan masyarrakat.
“Seperti halnya yang berlaku untuk pilot, masinis, dan nahkoda selama ini. Sehingga jangan sampai menjadi pengemudi bus dan angkutan darat lainnya dilakukan karena terpaksa, tidak ada pekerjaan lain. Ini kan bahaya bagi keselamatan penumpang. Kita ini sudah darurat keselamatan transportasi,” tegas Sekjend Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Haris Muhammadun.
Hal itu disampaikan Haris dalam diskusi forum legislasi “Menakar Urgensi Revisi UU. No. 22/2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan” bersama Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PPP H Muhamad Aras, dan Praktisi Media John Andi Oktaveri di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Selasa (14/5/2024).
Lebih lanjut Haris mengatakan jika mayoritas kecelakaan bus selama ini disebabkan manusia, pengemudi, atau human error. Untuk itu, remunerasi mendesak diberikan seperti yang dipraktekkan bagi sopir Transjakarta. “Terbukti dengan remunerasi kecelakaan transjakarta jarang terjadi, karena selalu ada evaluasi. Tidak seperti sopir bus pariwisata dan angkutan darat lainnya,” jelasnya.
Selama ini kecelakaan itu disebabkan pertama manusia-sopir, kedua prasarana, sarana, dan lingkungan. Tapi, mayoritas dan tertinggi disebabkan oleh faktor manusia atau human error. Karena itu, semua faktor tersebut harus dibenahi termasuk UU No.22 tahun 2009. “Dimana tugas dan kewenangan antara Polantas (polisi lalu lintas) dan Dishub (dinas perhubungan) itu harus ada koordinatornya dan siapa yang bertanggungjawab,” ungkap Haris.
Selain itu menurut Muhamad Aras, transportasi kini sudah berkembang pesat. Misalnya ada mobil terbamg tanpa awak, mobil listrik, Ojol, dan transportasi online lainnya yang belum ada aturannya. “Usulan revisi UU No.22 tahun 2009 ini sudah diajukan pada periode 2019-2024, namun karena berbagai hal akhirnya tertunda. Maka di periode 2024 – 2029 revisi itu harus jadi prioritas,” tambahnya.
Revisi itu harus disesuaikan dengan perkembangan transportasi yamg ada. Termasuk pengemudi yang kompeten, semua ini perlu upaya perbaikan serius, dan UU ini menjadi kebutuhan dan kepentingan semua agar bisa menjalankan fungsi dan tugasnya dengan baik dan benar. “Penegak hukum pun dalam mengadili masalah transportasi ini akan memiliki dasar sesuai aturan yang berlaku,” ujarnya.
Jhon Andi Oktaveri menilai bahwa sebuah negara yang maju itu indikatornya adalah kalau moda transportasinya juga maju. Yaitu cepat, tepat, aman, nyaman dan jarang terjadi kecelakaan. “Kalau masih banyak terjadi kecelakaan, ditambah lagi uji KIR, SIM, profesionalitas pengemudi masih-masih main-main ya masyarakat akan terus menjadi korban,” tuturnya.(MM)
Komentar