Palembang, Sumselpost.co.id – Sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya menggelar aksi damai di depan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang, Senin (16/6/25).
Massa mendesak PTUN Palembang menolak gugatan yang diajukan oleh Asit Chandra terhadap penolakan Asit Chandra atas keluarnya keputusan Wali Kota Palembang yang menetapkan kompleks pemakaman Kramojayo sebagai Cagar Budaya.
Kompleks Pemakaman Kramojyo yang berlokasi di Jalan Segaran, Kelurahan 15 Ilir, Kecamatan Ilir Timur I ini telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya melalui Keputusan Wali Kota Palembang Nomor: 485/KPTS/DISBUD/2024. Penetapan ini dilakukan bersamaan dengan Masjid Lawang Kidul dan Museum Pahlawan Nasional dr. AK Gani.
Kompleks tersebut diketahui merupakan tempat peristirahatan terakhir Kramojayo—menantu Sultan Mahmud Badaruddin II sekaligus Perdana Menteri Kesultanan Palembang pertama pada masa kolonial Belanda sekitar tahun 1838. Kramojayo dituduh terlibat dalam pemberontakan terhadap Belanda pada 1849 dan wafat pada 1862.
Menurut catatan sejarah dan pengakuan warga sekitar, keberadaan kompleks makam ini telah lama dikenal, termasuk di dalamnya makam istri, guru, dan kerabat dekat Kramojyo.
Fakta-fakta historis ini menjadi dasar kuat bagi Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) untuk merekomendasikan situs tersebut sebagai Cagar Budaya resmi.
Namun demikian, klaim atas kepemilikan lahan oleh seorang warga bernama Asit Chandra memicu polemik. Asit mengaku membeli tanah tersebut dari seseorang yang mengaku sebagai zuriat Kramojayo, lalu mengajukan gugatan ke PTUN atas penetapan Cagar Budaya.
“Kami menilai klaim tersebut tidak masuk akal. Secara moral dan hukum, tidak mungkin lahan pemakaman umum dapat dialihkan menjadi hak milik pribadi,” kata Ismail, Koordinator Aksi, dalam orasinya.
Lebih memprihatinkan lagi, menurutnya dugaan perusakan terhadap makam di kompleks ini telah terjadi berulang kali.
“Catatan Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya menunjukkan bahwa pada 2017 terjadi penimbunan makam, kemudian pada 2022 nisan-nisan kembali dihancurkan, dan pada 2025 sejumlah makam dilaporkan telah dihilangkan.” Kata Vebri Al-Lintani selaku Ketua AMPCB.
Sedangkan Ali Goik yang merupakan Seniman dan Budayawan menilai tindakan Asit Chandra melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
“Pasal 105 Undang-Undang Cagar Budaya menyebutkan bahwa pelaku perusakan cagar budaya dapat dipidana paling lama 15 tahun dan denda hingga Rp5 miliar.” kata Ali Goik.
AMPCB pun menyatakan sikap tegas dalam dua poin utama yaitu meminta PTUN Palembang menolak gugatan Asit Chandra atas penetapan Cagar Budaya kompleks pemakaman Kramo Jayo dan memberikan dukungan penuh kepada Pemerintah Kota Palembang yang telah menetapkan kompleks tersebut sebagai bagian dari warisan sejarah kota.
“Penetapan Cagar Budaya adalah bentuk penghormatan terhadap sejarah dan identitas Palembang. Kami berharap pengadilan menegakkan keadilan demi kepentingan bersama,” kata M. Nasir, selaku Koordinator Lapangan.
Aksi ini menurutnya menjadi penegasan bahwa masyarakat tidak tinggal diam menghadapi upaya komersialisasi atas situs sejarah dan budaya. Kompleks Pemakaman Kramo Jayo bukan hanya tanah, tetapi bagian penting dari narasi Palembang sebagai kota warisan.
Sedangkan Humas PTUN Palembang M Rasyid Ridho SH yang menerima massa AMPCB mengapresiasi tuntutan AMPCB tersebut.
Masalah ini menurutnya sudah menjadi gugatan dalam perkara Nomor 21 /G/2025/PTUN Palembang.
“Tetap pada menjadi kewenangan majelis hakim untuk memeriksa , terkait apa-apa yang disampaikan , kami tetap apresiasi ,”katanya.
Komentar