IMPARSIAL: Panglima TNI Harus Hentikan Rencana Penambahan KODAM untuk Seluruh Provinsi di Indonesia

Nasional389 Dilihat

JAKARTA,SumselPost.co.id – Markas Besar (Mabes) TNI kembali mewacanakan penambahan Komando Daerah Militer (Kodam) baru untuk seluruh provinsi di Indonesia. Kapuspen TNI Mayjen TNI Nugraha Gumilar mengatakan bahwa penambahan Kodam baru yang dimaksud adalah sebanyak 22 Kodam dari 15 Kodam yang sudah ada saat ini. Jadi secara total akan berjumlah 37 Kodam untuk Seluruh provinsi di Indonesia, termasuk Kodam baru untuk IKN (Ibu Kota Nusantara).

IMPARSIAL memandang, langkah Mabes TNI yang terus melanjutkan rencana penambahan Kodam untuk tiap provinsi menunjukkan pemerintah tidak memiliki visi yang reformis di bidang pertahanan negara, khususnya untuk menjaga dan mengawal reformasi TNI sebagai aktor penting di dalamnya. Alih-alih akan memperkuat pertahanan negara, penambahan Kodam untuk tiap provinsi mengkhianati amanat reformasi TNI 1998 dan justru berdampak buruk terhadap kehidupan demokrasi. Penambahan Kodam menunjukan masih kuatnya orientasi pembangunan postur dan gelar kekuatan TNI yang lebih banyak ditujukan dan diorientasikan inward looking bukan outward looking dengan dominannya persepsi ancaman internal. Hal ini berimplikasi pada kecenderungan terlibatnya militer dalam kehidupan politik, dan sebagai konsekuensinya sulit untuk menciptakan TNI sebagai alat pertahanan negara yang kuat, profesional, dan modern.

Baca Juga  Legislator Dorong Bentuk Pansus Dugaan Markup Impor Beras Rp2,7 Triliun

Penting dicatat, agenda reformasi TNI 1998 telah mengamanatkan kepada otoritas politik, dalam hal ini Pemerintah dan DPR untuk merestruktuisasi komando teritorial, yaitu eksistensi Kodam hingga Koramil di level yang paling bawah. Pelaksanaan agenda tersebut senafas dengan upaya penghapusan peran sosial-politik ABRI/TNI yang didorong pada tahun 1998, mengingat pengalaman historis di era Orde Baru ia lebih berfungsi sebagai alat politik kekuasaan, bukan untuk pertahanan negara. Penghapusan Koter secara tersirat telah diamanatkan dalam Penjelasan Pasal 11 Ayat (2) UU TNI menyatakan bahwa “dalam pelaksanaan penggelaran kekuatan TNI, harus dihindari bentuk-bentuk organisasi yang dapat menjadi peluang bagi kepentingan politik praktis. Pergelarannya tidak selalu mengikuti struktur administrasi pemerintahan.”

“Dengan dasar tersebut, eksistensi komando teritorial mestinya dihapuskan, bukan ditambah dan disesuaikan mengikuti jumlah provinsi di Indonesia,” demikian Gufron Mabruri, Direktur IMPARSIAL di Jakarta, Kamis (29/2/2024).

IMPARSIAL menilai, penambahan 22 Kodam baru, sehingga nantinya ada untuk setiap provinsi sesungguhnya lebih menyiratkan adanya sebuah kehendak untuk melanggengkan politik dan pengaruh militer, khususnya matra darat dalam kehidupan politik dan keamanan dalam negeri seperti zaman Orde Baru dari pada bertujuan memperkuat peran TNI dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai alat pertahanan negara.

Baca Juga  Sambut Imlek, Puan Ajak Masyarakat Jaga Harmoni dengan Semangat Persaudaraan

Dengan masih kuatnya persepsi ancaman internal dan orientasi inward looking, prajurit TNI yang ditempatkan dan mengisi struktur teritorial tersebut, mulai dari Kodam hingga Koramil akan lebih banyak disibukkan untuk mengurusi persoalan politik, sosial masyarakat dan isu keamanan dalam negeri, bukan fokus ke tugas pokoknya dalam menghadapi ancaman eksternal dari negara lain.

Dengan semakin menguatnya Koter, ruang dan kecenderungan bagi militer untuk berpolitik menjadi tinggi. Secara organisasional, Koter dibangun dengan asumsi pembagian administrasi pemerintahan, karena itu strukturnya menduplikasi birokrasi pemerintahan dari pusat sampai daerah hingga di level yang paling rendah.

Dengan struktur semacam itu, pimpinan atau komandan Koter dapat terlibat secara langsung dengan pemerintah daerah, termasuk untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan di daerah. Aparat teritorial akan lebih banyak bertugas atau berkaitan dengan urusan politik, keamanan dalam negeri, dan pemerintahan sipil. Pengalaman historis juga menunjukkan Koter menjadi instrumen kontrol terhadap masyarakat, termasuk misalnya digunakan dalam menghadapi konflik agraria yang terjadi di daerah.

Baca Juga  TelkomGroup Sigap Pastikan Kelancaran KTT ke-43 ASEAN di Jakarta

Lebih jauh, eksistensi komando teritorial tidak lagi memiliki relevansi dan signifikansi dengan konteks ancaman yang dihadapi secara geografi Indonesia sebagai negara kepulauan. Struktur Koter sebagai bagian dari postur pertahanan dan gelar kekuatan TNI harus diganti dengan model yang konstektual yang diharapkan mampu merespon situasi perkembangan ancaman yang bersifat dinamis dan mempertimbangkan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.

Berdasarkan pandangan tersebut, IMPARSIAL mendesak:

1. Mabes TNI harus menghentikan rencana penambahan Kodam untuk semua Provinsi Indonesia. Selain tidak berkontribusi memperkuat pertahanan negara, penambahan Kodam hanya akan menimbulkan sengkarut pengelolaan keamanan dalam negeri dan berdampak buruk bagi demokrasi. Lebih dari itu, penambahan Kodam untuk seluruh provinsi di Indonesia juga sebagai bentuk pemborosan anggaran pertahanan negara di tengah terbatasnya anggaran untuk pemenuhan dan modernisasi alutsista kita saat ini;

2. Pemerintah dan DPR segera melakukan restrukturisasi komando teritorial (Kodam hingga Koramil) dan digantikan dengan model postur dan gelar kekuatan militer yang lebih kontekstual dengan dinamika ancaman dan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.(MM)

 

Komentar