JAKARTA,SumselPost.co.id – Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras kualitas medium secara variatif oleh pemerintah, akan jadi pintu masuk terjadinya praktek perbuatan melawan hukum di tengah masyarakat. Beras adalah kebutuhan pokok rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Harusnya satu harga sebagaimana bahan bakar minyak (BBM).
Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman, Rabu (27/8/2025). Hal itu merespon Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Republik Indonesia No 299 Tahun 2025 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Beras.
Dalam beleid terbaru tentang HET beras medium ini, Bapanas menetapkan kenaikan harga beras medium di semua daerah secara variatif. Kenaikannya mulai dari Rp900 per Kg sampai Rp2.000 per Kg.
Standar Mutu Beras Medium:
Derajat sosoh minimal 95 persen, Kadar air maksimal 14 persen, Butir menir maksimal 2,0 persen, fan Butir patah maksimal 25 persen.
Total butir beras lainnya maksimal 4 persen. Butir gabah maksimal 1 persen, dan Benda lain maksimal 0,05 persen.
HET beras medium terbaru ini, ditetapkan Bapanas merujuk pada 8 kluster daerah. Untuk kluster I terdiri dari Jawa, Lampung dan Sumatera Selatan, HET beras medium ditetapkan sebesar Rp13.500 per Kg.
Sedangkan kluster Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumbar, Riau, Kepri, Bengkulu, Jambi dan Bangka Belitung, HET beras mediumnya sebesar Rp14.000 per Kg.
Untuk kluster Bali dan Nusa Tenggara Barat sebesar Rp13.500 per Kg. Sementara, kluster Nusa Tenggara Timur Rp14.000 per Kg.
Selanjutnya, kluster Pulau Sulawesi Rp13.500 per Kg, kluster Pulau Kalimantan Rp14.000 per Kg, kluster Maluku Rp15.500 per Kg dan kluster Papua Rp15.500 per Kg.
Menurut Alex yang juga Ketua Panja Penyerapan Gabah dan Jagung Komisi IV DPR RI, pembagian HET merujuk kluster daerah ini, nantinya akan sangat merepotkan di tengah tak jelasnya lembaga yang akan mengawasi HET beras medium ini di pasar.
Sesuai SNI 6128:2020, ungkap Alex, pemerintah telah mengklasifikasi beras jadi beberapa kelas yaitu: Premium, Medium I, Medium II dan Medium III. “Untuk BBM, pemerintah telah menetapkan kategori subsidi hanya jenis pertalite. Selayaknya, untuk beras ini juga begitu. Kita tunggu pemerintah menetapkan, standar mutu mana yang akan disubsidi,” ungkap Alex yang juga Ketua PDI Perjuangan Sumatera Barat.
Dengan begitu, satu harga beras di tanah air ini bisa diwujudkan sebagaimana telah berlaku di BBM jenis pertalite. “Kita juga enak mengitung subsidinya. Penerima subsidi juga jadi jelas, karena akan merujuk data yang lebih valid, semisal DTKS yang diterbitkan Kemensos,” terang Alex.
Dalam melayani kebutuhan rakyatnya, jika kemudian negara tekor, maka itu boleh saja terjadi. “Yang tidak boleh merugi itu kan pihak swasta karena mereka memang tak bertujuan untuk melayani rakyat,” pungkas Alex.
Sementara itu, Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional, I Gusti Ketut Astawa mengatakan, salah satu alasan kenaikan HET beras medium ini, agar penggilingan padi tetap bisa memproduksi beras.
Saat ini, harga gabah dengan kualitas apapun di tingkat petani, ditetapkan pemerintah seharga Rp6.500 per Kg. Sementara, HET beras medium berada di angka Rp12.500 per Kg.
Mempertimbangkan biaya produksi dan biaya overhead lainnya, maka banyak penggilingan padi yang tidak berani berproduksi. Karena, tak mampu menjual sesuai HET.
Jika menjual lebih dari HET, mereka beresiko dikenai sanksi administrasi hingga dijerat pasal pidana. Sebagai catatan, kenaikan HET ini hanya untuk jenis medium. Untuk HET premium tidak dilakukan kenaikan harga. (MM)
Komentar