Vaksin Booster Ke-2 Gratis, Epidemiolog: Susun Regulasi Kesehatan yang Komprehensif

Nasional689 Dilihat

JAKARTA,SumselPost.co.id – Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan pemerintah masih akan menggencarkan vaksinasi penguat atau booster kedua secara gratis kepada masyarakat.

“Vaksinasi booster kedua berjalan mulai 12 Januari, dan gratis,” kata Ketum Golkar itu. Ia menegaskan, meski status PPKM sudah dicabut, namun tetap mengingatkan akan pentingnya hal-hal berikut.

“Pemakaian masker, keramaian dan ruang tertutup harus tetap dilanjutkan, kesadaran vaksinasi harus terus digalakkan, karena ini akan membantu meningkatkan imunitas dan masyarakat harus semakin mandiri dalam mencegah penularan mendeteksi gejala dan mencari pengobatan,” kata Airlangga.

Menanggapi hal itu, Epidemiolog Dicky Budiman menambahkan, pada masa transisi seperti ini, ada beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah. “Memperkuat imunitas dengan vaksinasi booster, dan menyiapkan vaksin yang bisa tersedia, diakses seluruh indonesia, dan terjangkau. Masa transisi ini harus disiapkan untuk itu,” kata Dicky, Jumat (27/1).

Baca Juga  Bulat Capreskan Airlangga, Golkar Harus Kapitalisasi Kesuksesan Kinerja Ekonomi

Selain itu pemerintah dapat menyusun regulasi kesehatan menyeluruh. “Karena bicara negara, bicara good governance, bicara regulasi yang jelas. Ini PR besar, selain itu di masa transisi bicara bagaimana di dalam perubahan perilaku, sektor lain mulai menempatkan kesehatan sebagai investasi. Karena ternyata kalau kesehatan terganggu, maka sektor lain juga terganggu,” jelas Dicky.

Dengan sistem One Health for All, maka aspek kesehatan dalam berbagai sektor harus dikedepankan.

Lalu dengan adanya vaksin booster ke-2, masyarakat diminta untuk mendapatkannya. Apalagi kelompok masyarakat berisiko tinggi karena bidang pekerjaan maupun komorbid.

“Mereka berisiko tinggi tidak bisa ditunda, pada kelompok beresiko tinggi, itu mereka rawan karena ada subvarien yang ini, dia bisa menerobos antibodi dari booster sekalipun. Tetapi keparahan kematian menurun kalau dia sudah booster. Makanya harus secara paralel diberikan dosis ke 2 ini,” tandas Dicky.

Baca Juga  Demi Kenyamanan Jemaah Haji, Kemenag Minta Garuda dan Saudi Airlines Tepat Waktu

Sementara itu, Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia, Masdalina Pane, mengungkapkan kondisi covid-19 di Indonesia sudah cukup terkendali.

“Kondisi pengendalian pandemi di Indonesia dalam status terkendali dengan indikator-indikator menunjukkan angka yang baik, dengan catatan tes kita rendah sejak 10 bulan terakhir, tapi terutama omicron dengan berbagai subvariannya memang dikenal sejak awal tidak virulen, tidak ganas,” jelasnya.

Menurutnya, booster vaksin adalah vaksin tambahan yang diberikan setelah dosis utama vaksin diberikan. Fungsinya adalah mendorong atau stimulus peningkatan antibodi pada masyarakat yang terbukti lemah. Padahal, dalam beberapa kali sero survei, diketahui antibodi masyarakat sangat tinggi.

“Nah, ini akar permasalahannya. Beberapa kali sero survei, pengumpulan data, statemen pemerintah antibodi kita tinggi dengan jumlah antibodi sangat tinggi sekali. Mengapa kebijakannya malah booster di saat cakupan vaksin utama kita masih rendah, target belum tercapai hingga kini,” ungkapnya.

Baca Juga  Dinilai Cocok Untuk Perjalanan Bisnis dan Wisata, Sultan Minta Tiket KCIC Tidak Disubsidi

Utamakan Dosis Utama

Masdalina mengungkapkan cakupan vaksinasi dua dosis Indonesia masih 63,4%. Angka itu belum menyentuh 70% sebagai target pemerintah yang harus dicapai pada Desember 2021. Bahkan cakupan vaksinasi Indonesia terburuk kedua setelah Myanmar.

“Kalau di Asean terburuk ketiga setelah Myanmar dan Timor Leste, mengapa bukan itu yang menjadi prioritas lebih dulu,” tegasnya.

Oleh sebab itu, Masdalina menilai tidak perlu ada kebijakan tambahan terkait vaksinasi. “Tidak perlu ada kebijakan tambahan, selama varian yang beredar tidak virulen atau ganas. Semua dapat beraktifitas seperti biasa. Tidak perlu ‘kegenitan’ politis seolah-olah itu penting padahal itu menjadi excessive policy, berlebihan,” pungkasnya.(MA)

Komentar