Tayang Expose Trans7 Langgar Kode Etik Jurnalistik?
Oleh: M. Imdadun Rahmat
Pengasuh Pesantren Mujtama Madani Tangerang
Tayangan Trans7 yang sedang rame jelas-jelas menabrak kode etik jurnalistik. Bahkan bisa masuk delik pencemaran nama baik dan, atau ujaran kebencian (hate speech). Ini pidana yang cukup serius, karena bisa menimbulkan gejolak sosial dan merusak HAM orang lain.
Apa yg bisa dilakukan oleh korban? Bisa memaafkan. Bisa juga mengadukan ke Dewan Pers. Bisa ke polisi. Menurut saya dilaporkan de Dewan Pers dan ke polisi. Mengapa? Tivi ini perusahaan raksasa. Agar jadi pelajaran. Agar tidak semena2. Kalau media kecil baiknya dimaafkan, restorative justice saja.
Dewan Pers bisa mengadili kode etik mana yg dilanggar Trans7, dan memberi sanksi yang adil. Polisi bisa melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk diproses ke pengadilan. Jika korban yg mengadu sebagai individu atau lembaga bisa pakai pasal-pasal pencemaran nama baik. Dasarnya ps 310 dan 311 KUHP. Bisa juga ps 27 ayat 3 UU ITE.
Jika korban yang dirugikan itu kelompok atau golongan bisa pakai KUHP ps 156 yg melarang siapa saja menghina suatu golongan. Selain itu, ps 28 ayat 2 UU ITE mengatur larangan menyebarkan kebencian dan permusuhan terhadap kelompok identitas tertentu berdasarkan SARA yg disebarkan melalui media elektronik. Hukuman UU ITE lebih berat dari pada KUHP.
Kasus semacam ini bisa sangat beresiko. Maka dalam upaya mengurangi dampak buruk Hate Speech ada Surat Edaran Kapolri No. SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian. Ini menjadi pedoman aparat penegak hukum dalam menangani kasus hate speech. Saya terlibat dlm penyusunan SE ini ketika menjadi Wakil Ketua Komnas HAM, saat itu.
Ciri-cirinya apa sih ujaran kebencian itu? Harus memenuhi salah satu atau lebih dari tindakan ini: 1. Menghina atau merendahkan kelompok SARA. 2.
Menyebarkan stereotip negatif terhadap kelompok tertentu. 3. Menghasut atau memprovokasi masyarakat untuk membenci kelompok lain. 4. Menyerukan diskriminasi atau kekerasan terhadap kelompok tertentu.
Tindakan2 di atas dengan sengaja disebarkan lewat media massa, televisi, radio, koran, majalah, media sosial, ceramah, pamflet, tulisan, atau aksi massa.
Ujaran kebencian melalui media elektronik dianggap kejahatan “tidak biasa” karena menjangkau publik luas. Bisa menimbulkan permusuhan antar kelompok bahkan memprovokasi orang untuk melakukan kekerasan. Dan jika tindak pidana ini betul2 menyebabkan kerusuhan, diskriminasi, atau konflik sosial sanksi bagi pelakunya akan lebih berat.
Namun, di hati kecil kita perlu tetap mengingat, menyadari dan menginsyafi bahwa jalur hukum pidana merupakan cara terburuk bagi masyarakat beradab. Alangkah baiknya ada jalan keluar yg lebih baik; permaafan, mediasi, penyelesaian perdata. Jika tdk tercapai barulah hukum pidana bekerja, ini prinsip “ultimum remidium”. Persilahkan aparat penegak hukum untuk menetapkan dan menerapkan keadilan. Maka, jgn pakai cara lain yang lebih buruk yakni kekerasan. Itu cara masyarakat tidak beradab, tdk berakhlak.
Bagaimana dengan tagar #boikottrans7 ? Boikot adalah tindakan yg baik2 saja. Merupakan hak konsumen untuk berhenti memakai, berlangganan, menonton dll. Saya juga memboikot Trans7, itu urusan internal produsen dg saya, sebagai konsumennya. Bahkan ada yg untung, tivi2 kompetitornya. Saya nonton tipis-tipis yang lain…!




















Komentar