SumselPost.co.id. Palembang,- Panggilan sidang atau pemberitahuan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang dengan nomor pada hari Senin Tanggal 27 November 2004 dengan Nomor Perkara: 76/6/2025/PTUN.PLG. Tanggal sidang Tanggal 04 Desember 2023 [Terlampir).Yang di gelar di Kantor PTUN Palembang, (4/12/2023).
Jhon Fredi Joniansyah SH selaku Kuasa Hukum dari Tuti Handayani mengatakan, Jika hari ini merupakan sidang awal atau sidang adminitrasi yang menentukan apakah ini masuk PTUN atau tidak. Jika ini masuk maka perkara lanjut, kalau tidak masuk maka mundur perkara ini. Ini merupakan aturan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Jadi keputusannya senin nanti, seandainya keputusannya kita di tolak PTUN bearti kita harus ada upaya lain. Kita akan pertanyakan apa hukum gugatan di Pengadilan Negerinya, masalah hak kepemilikan karena sangat disayangkan hari kamis nanti akan ada eksekusi pengosongan. Penetapan eksekusi ini yang kami di PTUN kan, penetapan di eksekusinya karena kami nilai cacat hukum,” Ujarnya.
Jhoni menilai putusan tersebut cacat hukum, karena tidak ada dasar yang menetapkannya. Pihaknya mempertanyakan Putusan pengadilan mana yang mengayatakan ada amar keputusan pengosongan atau penggugat menang atau tergugat menang. Intinya, dasarnya itu yang digugat.
Ketika awak media mempertanyakan terkait Hakim yang tidak memakai jubah di persidangan. Jhoni menjelaskan, bahwa ini masih sidang adminitrasi jadi memang belum memakai jubah, nanti jika sudah lewat adminitrasi ini baru hakim yang pake toga. “Ketua pengadilan PTUN sedang Dinas Luar jadi tidak bisa memutuskan, dan diserahkan kepada Wakilnya,” Tukas Jhoni
Sementara di tempat yang sama, Tuti Handayani Selaku Penggugat menambahkan, Bahwa dirinya keberatan dan merasa dirugikan karena rumahnya senilai 700 juta di lelang 235 juta pasca lelang kemarin.
“Pembeli lelang tidak tanda tangan artinya tidak sah, lekang itu. Seharusnya pemilik jaminan harus tahu, dihadirkan waktu lelang dan harus ada kesepakatan harga jual, sedangkan ini tidak. Tiba-tiba dia, datang dia beli rumah, terus langsung mengusir saya dari rumah, sedangkan saya masih menempati rumah, atas dasar apa dia mau mengusir saya,” Ucapnya.
Lanjutnya, Kemarin sudah gugat perdata tapi pak hakim pun tidak mengatakan bahwa harus dikosongkan, kasasi pun juga demikian, atas dasar apa pengadilan membuat penetapan asumsi pengosongan.
“Berdasarkan permohonan dari pembeli lelang Muhammad Haikal ikhsan karyawan PT.PUSRI BUMN kemarin saya sudah ngomong baik-baik dengannya, tapi tidak ada tanggapan. Sekarang apa permasalahannya, kenapa terlalu ambisi mengambil rumah itu. Kemarin sudah bicara baik-baik tetapi ditolaknya, sekarang orang Bank yang melelangnya sudah kabur semua, satupun tidak ada ditempat karena sudah diganti orang baru, sekarang siapa yang bertanggung jawab atas kejadian ini,” Bebernya.
“Jadi sekarang antara saya dengan Muhammad Haikal ikhsan karyawan PT Pusri ( BUMN) , saya merasa sebagai pihak yang dirugikan, Haikal membeli rumah yang masih ada pemilik jaminan. Saya menjaminkan di bank dengan hak tanggungan, apakah hak tanggungan bersifat tambahan asosuir?,” Ulasnya.
Tuti Menjelaskan, Di dalam perjanjian pasal 16 yang isinya, apabila terjadi sengketa antara bank dan debitur diselesaikan dengan cara musyawarah mufakat, dengan keputusan bersama. Ini artinya bank tersebut sudah menyalahi suatu perjanjian akad yang dia buat, pasal hak tanggungan itu betul tapi setelah akad terjadi artinya bersifat tambahan asosuir.
“Saya sesuai dengan kesepakatan awal, perjanjian awal yang saya pegang. Saya dan Muhammad Haikal tidak ada perjanjian sama sekali, lewat pengacaranya langsung mengajukan pengosongan ke pengadilan agama,” Ungkapnya.
Tuti menuturkan, Dari awal sampai sekarang belum pernah ada mediasi, ia hanya dipanggil pihak lelang, juga dipanggil pihak bank waktu lelang terjadi tahun 2020.
“Pak Simbolon memanggil saya, mediasi satu orang percuma semestinya ada 3 pihak, antara pihak bank yang melelang, pembeli lelang, dan saya, tetapi saya sendiri yang dipanggil akhirnya deadlock / gagal, sehingga kasus ini belum selesai dari 3,5 tahun yang lalu terjadi seperti ini,” Tuturnya.
Seharusnya, Objek Jaminan yang masih diagunkan itu tidak bisa diperjualbelikan tanpa sepengetahuan pemilik jaminan.
“Sekarang kepemiliknya saya, tanpa sepengetahuan saya beralih ke pihak ketiga, itu sudah menyalahi aturan, tanpa tanda tangan saya, sepengetahuan saya, Objek Jaminan saya hilang di Bank tersebut, jadi siapa yang bersalah sekarang ini. Saya menuntut hak saya, rumah saya karena ini hutang piutang perdata sifatnya, kenapa Objek Jaminan saya beralih kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan saya, disini saya akan mempertahankan hak saya sebagai pemilik jaminan,” Katanya.
“Hutang 100 sudah di bayar pokok, sisa margin. Kok rumah saya harus hilang seharga 700 juta, dilelang dengan harga 235, sehingga saya merasa dirugikan,” tandasnya.
Sementara itu, Panitra Pengadilan Agama, YuliSuryadi menambahkan, Belum ada kelanjutan lagi sidang ini,” pungkasnya (Rilis)
Komentar