Sejarawan Sumsel Protes Pembangunan Gedung Tujuh Lantai RS dr Ak Gani

Berita Utama292 Dilihat
banner1080x1080

Palembang, Sumselpost.co id -Para sejarawan di Sumatera Selatan (Sumsel) menyoroti rencana pembangunan gedung baru Rumah Sakit dr. AK Gani setinggi tujuh lantai yang berada di dalam kawasan Benteng Kuto Besak (BKB). Mereka menilai pembangunan tersebut berpotensi merusak keaslian BKB sebagai kawasan cagar budaya sekaligus melanggar kesepakatan yang pernah dibuat sebelumnya antara pihak perwakilan Kodam II Sriwijaya dalam pertemuan bersama yang dihadiri Sultan Palembang Darussalam, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama R.M.Fauwaz Diradja,S.H.M.Kn, Aliansi Penyelamat (AP)- BKB dan Aliansi Mahasiswa Penyelamat BKB, Tim Ali Cagar Budaya (TACB) Sumsel diwakili Sekretaris TACB Sumsel Yudi Syarofie, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sumsel diwakili Agung Saputro selaku Kasi Sejarah Purbakala, sejarawan dan budayawan Sumsel diantaranya Dr Farida Wargadalem, Dr Dedi Irwanto MA, Dr Kemas Ari Panji Spd Msi , budayawan Palembang, Vebri Al Lintani, di ruangan VIP Rajo Tentro Cape Bekangdam II Sriwijaya , Selasa (6/12/2022) lalu.

Sejarawan Universitas Sriwijaya (Unsri), Prof. Dr. Farida R. Wargadalem, menegaskan bahwa proyek tersebut tidak sesuai dengan komitmen yang pernah disepakati pada tahun 2022 lalu antara para sejarawan dan pihak Kodam II Sriwijaya.

“Kenapa sudah dibangun, kenapa sudah seperti itu , kita menyayangkan pasti, kenapa tidak di buka dialog sedangkan pada waktu itu sudah ada pernyataan kan ada beberapa poin , semua kita sudah tandatangan ,” katanya, Selasa (25/11/2025).
Pada waktu itu menurutnya pihaknya sudah menjelaskan fungsi dan peran dari Kuto Besak sebagai Kraton terakhir dan lambang supremasi Sultan Palembang.

“Pembangunan Gedung 7 lantai harus di tinjau ulang , kenapa tahu-tahu sudah berbentuk seperti itu tidak pernah melibatkan siapapun , karena waktu khan sudah berulang kali kita bertemu khan dan ada dokumen , ada pernyataan dan lain-lain, ,” katanya.

Sedangkan Ketua Pusat Kajian Sejarah Sumatera Selatan (Puskass) Unsri yang juga dosen Unsri , Dr. Dedi Irwanto MA , juga menyatakan Ketika membangun rumah sakit dengan 7 lantai otomatis menggunakan pasak bumi dan di khawatirkan akan merusak BKB sebagai cagar budaya.

“ Oleh karena itu harus ada antisipasi supaya jangan sampai merusak cagar budaya dan sebetulnya yang tidak kalah penting menurut saya adalah meninjau kembali pembangunan rumah sakit benteng 7 lantai ini, apakah memang memberi dampak yang besar,” katanya.

Karena menurutnya secara strategis, rumah sakit tersebut memang strategis namun untuk pengembangan kedepannya itu akan memunculkan permasalahan dan yang ditakutkan oleh para sejarawan dan budayawan pengembangan terus -menerus rumah sakit dr AK Gani .

“ Lama-lama juga akan menghilangkan Benteng Kuto Besak, pada dasarnya saya setuju dengan pendapat pak gubernur Sumsel (H Herman Deru ) kemarin bahwa ketika persoalan Benteng Kuto Besak bukan persoalan yang mudah termasuk bahwa Benteng Kuto Besak termasu Rumah Sakit dr AK Gani digunakan sebagai barang pinjam pakai.

“ Oleh karena itu memang harus ada pembicaraan antar instansi yang melibatkan pemerintah provinsi, pemerintah kota Palembang dengan pemerintah pusat dan menurut saya itu jangan sekadar retorika tapi harus benar-benar di implementasikan , betul-betul diwujudkan sehingga Benteng Kuto Besak ini persoalan kepemilikannya tidak berlarut-larut, minimal harus ada jalan keluarnya dan harus ada pengelolaan yang jelas,” katanya.

Karena sekarang juga menurut Dedi, agak kurang relevan dan kurang etis jika Benteng Kuto Besak ini diduduki TNI.

“ Lebih baik harus ada usaha TNI pindah ketempat lain , sementara Benteng Kuto Besak diserahkan pengelolaannya ke pemerintah kota atau pemerintah provinsi sehingga bisa menjadi sebuah destinasi wisata yang baru di kota Palembang karena saya yakin masyarakat luas baik di Sumsel dan seluruh Indonesia sangat menginginkan bisa berkunjung dan berwisata ke Benteng Kuto Besak sehingga ini menurut saya yang harus jadi perhatian oleh pak Gubernur melalui pernyataan beliau yang saya nilai masuk akal dan sesuai dengan logikan kemarin, bahwa untuk mengelola Benteng Kuto Besak itu bukan persoalan cepat , bukan persoalan gampang tapi bukan juga persoalan yang harus di panjangkan dan bukan juga persoalan yang harus di rumitkan,”katanya.

Karena permasalah ini harus segera di realisasikan supaya Benteng Kuto Besak ini tidak berlarut-larut kepemilikannya.

“Upaya untuk membebaskan Benteng Kuto Besak sebaga markas TNI itu sudah lama sekali dilakukan mulai masa Walikota Palembang H Eddy Santana Putra kemudian dimasa Gubernur Sumsel H Syahrial Oesman dan selalu ada janji dari pihak TNI untuk mengembalikan asset negara ini ke pemerintah Provinsi Sumsel atau Pemerintah Kota Palembang, oleh karena itu perlu ada usaha untuk TNI untuk berbesar hati kemudian menyerahkannya kepada masyarakat umum, cuma sekali lagi sekarang keadaaannya betul-betul berubah, mumpung Kementrian Kebudayaan ini baru, terdiri dari pejabat-pejabat yang mengerti sejarah dan budaya termasuk mumpung presidennya dibawah kendali Pak Prabowo ,sehingga itu menurut saya kalau ada pembicaraan lebih lanjut untuk persoalan asset negara itu dikembalikan ke Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kota saya kira tidak ada persoalan,”katanya.

Sejarawan lainnya, Dr. Kemas Ari Panji Spd Msi , menilai kemunculan pembangunan 7 lantai Rumah Sakit dr Ak Gani ini dinilainya seperti main sulap dan tiba-tiba muncul.

“ Kemarin belum ada tiba-tiba sudah ada, memang kita pernah dengar , rencana ini sudah lama sebenarnya dan sempat kita memberikan masukan para sejarawan, budayawan, pemerhati sejarah , pemerhati cagar budaya , AMPCB sudah memberikan masukan kepada pihak Kodam II Sriwijaya ,”katanya.

Bahwa pembangunan bangunan tersebut pertama , itu akan menghilangkan ciri khas dari Kraton Kuto Besak atau BKB sebagai Heritage Palembang dan Sumsel.

“ Karena dia (BKB) akan terkepung dengan Gedung-gedung yang tinggi , sebagusnya tidak boleh ada bangunan tinggi kecuali yang sudah ada , yang sudah terlanjur, kalau terus ditambah ini akan memicu pihak lain untuk juga berlomba-lomba membangun di areal BKB, nah itu yang kita sayangkan ,”kata Dosen UIN Raden Fatah Palembang ini.

Kedua, bangunan ini menurutnya tidak ada amdal , izin (IMB), karena tidak ada plangnya kalaupun ada plangnya tidak di pasang.

“ Tapi apapun bentuknya kita sangat menyayangkan pihak Kodam membangun, sebagusnya kita meminta itu di revitalisasi, dikosongkan dan dipindahkan , tinggal bagaimana solusinya mencari piha ketiga atau bantuan pusat dari Kementrian Kebudayaan untuk merelokasi itu yang lebih baik, jadi BKB itu sebaiknya jadi Ikonik kota Palembang atau Sumatera Selatan , jadi dia benar-benar utuh untuk Kraton bukan malah ditumbuhi atau di tambah bangunan-bangunan baru yang akan menghilangkan ciri khas BKB, jadi,”katanya.

Sebagai masyarakat sejarawan Sumsel, dia menyayangkan bahwa pihak Kesdam atau Kodam II Sriwijaya tetap melanjutkan bangunan 7 lantai tersebut dan direncanakan akan di resmikan menjadi bangunan Rumah Sakit dr Ak Gani.

Komentar