Saksi Perkara Gugatan Eksekusi Pengosongan Rumah, Diduga Menyalahi Aturan dan Cacat Hukum

Berita Utama704 Dilihat

Palembang, Sumselpost.co.id – Saksi perkara gugatan eksekusi pengosongan rumah, diduga menyalahi aturan dan cacat hukum, dihadirkan dalam persidangan Rabu (24/2/24). Antara penggugat Tuti Handayani melawan pihak tergugat.

Pihak tergugat Ketua Pengadilan Agama dan turut tergugat M Haekal Ichsan. Saksi pertama Herman sebagai Ketua RT 11 bersa saksi Mirza yang menyaksikan eksekusi rumah milik penggugat Tuti Handayani.

Persidangan diketuai majelis hakim Edy Cahyono SH MH didampingi Agus Pancara SH MH di Pengadilan Negeri Palembang kelas IA khusus.

Saksi Mirza mengatakan kepada advokat Jhon Fredi Joniansyah SH kuasa hukum penggugat bahwa, sewaktu eksekusi rumah ia berada di lokasi.

“Pada waktu eksekusi, penggugat mengajukan keberatan. Tapi eksekusi itu tetap dilakukan. Barang – barang ibu Tuti dibawa sekitar 2 mobil. Saat itu ada ratusan personil kepolisian dilokasi eksekusi,” katanya.

Mirza melanjutkan, bahwa ia meminta agar eksekusi ditunda hingga jatuh pingsan. “Permintaan penundaan itu baik bentuk lisan dan tulisan. Selanjutnya rumah dipasang plang dan digembok,” timpal saksi.

Mirza juga pernah menjadi saksi di pengadilan agama. Perkara ini dipicu kmasalah utang piutang, antara ibu Tuti dengan salah satu pihak bank syariah.

Baca Juga  Atur Kepadatan Arus Lalulintas Polwan SDM Polres Muara Enim Turun Kejalan

Ketua majelis hakim Edy Cahyono SH MH giliran mencecar saksi Mirza, apakah objek ini menjadi agunan atau jaminannya?

“Iya menjadi jaminannya, seharusnya tidak dieksekusi rumah itu. Karena penggugat ibu Tuti sedang mengajukan keberatan. Tetapi eksekusi tetap dilaksanakan,” ucapnya.

Setelah mendengarkan keterangan saksi, persidangan ditunda pekan depan dengan agenda kesimpulan.

Jhon Fredi mengatakan kepada Simbur, bahwa saksi Herman selaku ketua RT 11 disana, adanya pemberitahuan eksekusi untuk mengosongkan rumah ibu Tuti.

“Point pentingnya, saksi ketua RT 11 menyaksikan eksekusi rumah itu. Padahal penggugat ibu Tuti, sudah mengajukan keberatan di Pengadilan Negeri Palembang, tetapi eksekusi masih dilaksanakan. Seharusnya eksekusi rumah ditunda, karena ada keberatan dan menghormati proses hukum. Makanya kami mengajukan gugatan ini,” tukas Jhon.

Diberitakan sebelumnya, perkara ini berawal dari penggugat Tuti Handayani, memiliki sebuah rumah yang dieksekusi pengosongan oleh pihak Pengadilan Agama. Atas perintah turut tergugat M Haekal Ichsan, yang mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama, untuk pengajuan eksekusi.

Baca Juga  Sultan Palembang Ajak Santri Ke Rumah Tahfizh Wa Ta’lim Mahabbatul Ilmi Mendalami Ilmu Agama Islam

“Tapi SK tergugat Pengadilan Agama ini apa, tidak jelas isinya, itu yang jadi gugatan kami disini. Rumah klien saya, di Jalan Mayor Zen, Lorong Margoyoso, RT 11/03, Kecamatan Kalidoni, rumah seharga Rp 700 juta hanya dilelang Rp 235 juta, termasuk lelangnya sepihak tidak jelas,” ungkap Jhon Fredi SH kepada Simbur.

“Awalnya klien kami Tuti Handayani pinjam uang Rp 100 juta di Bank di daerah Simpang Patal. Baru tercover Rp 56 juta, karena usahanya terdampak Covid 19, karena ada yang tidak terbayar, tiba – tiba sudah ada pemenang lelang,” cetusnya.

Setelah ia gugat, pihak Pengadilan Agama sampai kasasi, tidak ada putusan yang harus menguatkan eksekusi. Hanya putusan menolak gugatan, menolak gugatan.

“Tiba – tiba tahun 2023 kemarin, ada SK Pengadilan Agama untuk eksekusi atas permintaan turut tergugat. Terjadilah eksekusi, rumah klien kami dikosongkan paksa,” timpal Jhon Fredi.

Pengguhat Tuti Handayani sendiri mengatakan, bahwa agunan itu di tahun 2014 dan habis kreditnya tahun 2018.

Baca Juga  Pelaku Curanmor di Tanjung Barangan Sekarat

“Utang saya Rp 100 juta, sudah dibayar, tinggal sisa margin Rp 56 juta lagi. Masalah ini mereka tetap bersikukuh, saya mintak sama pihak Bank jangan dilelang, saya ada itikad untuk bayar.Ternyata rumah saya dibeli M Haekal, dia beli tanpa ketemu saya, tanpa melihat objek bangunan, hanya percaya orang bank saja,” timbang Tuti.

Dilanjutkan Tuti, rumahnya dilelang tahun 2020, dan sempat ada peringatan dari bank, harus bayar Rp 56 juta, kalau tidak rumah akan dilelang.

“Kalau mau jual rumah, harus ada kesepatan beberapa pihak, harga juga harus sesuai kesepakatan, ya sesuai akad. Rumah seharga Rp 700 juta, hanya dilelang Rp 235 juta. Karena M Haekal Ichsan mengajukan eksekusi ke Pengadilan Agama ini, itulah yang kami gugat, sebab kami masih ada upaya hukum,” cetusnya kepada Simbur.

Tuti sendiri berharap, rumah miliknya bisa kembali, dan proses hukum tetap jalan, karena pengadilan agama sudah menyalahi prosedur. (Ocha)

Postingan Terkait

Postingan Terkait

Komentar