Revitalisasi Pasar Cinde: Mengembalikan Jati Diri dan Menatap Masa Depan

Berita Utama152 Dilihat
banner1080x1080

Palembang, Sumselpost.co.id – Pasar Cinde di Palembang, sebuah ikon dan cagar budaya kota, telah lama terbengkalai. Proyek revitalisasinya, yang bertujuan mengubahnya menjadi pasar modern, mangkrak selama tujuh tahun terakhir, meninggalkan bangunan yang rusak dan kerugian besar bagi para pedagang. Kondisi ini mencerminkan kompleksitas masalah hukum, finansial, dan konflik antara modernisasi dan pelestarian warisan budaya. Sebagai seorang arsitek, saya melihat ini sebagai kasus kritis yang membutuhkan solusi arsitektural komprehensif, dengan mempertimbangkan nilai cagar budaya dan kebutuhan kontemporer.

Akar Permasalahan yang Kompleks

Kompleksnya Pasar Cinde berakar pada konflik konseptual yang mendasar. Visi awal untuk mengubahnya menjadi pasar modern dengan apartemen 14 lantai dan integrasi LRT mengabaikan statusnya sebagai cagar budaya dengan 140 tiang cendawan yang ikonik. Meskipun Tim Ahli Cagar Budaya Provinsi Sumatera Selatan merekomendasikan pelestarian pada Februari 2017, rekomendasi ini diabaikan, dan bangunan pasar lama bahkan dibongkar atas perintah mantan Walikota Palembang, Harnojoyo. Pengabaian nilai budaya dan aspirasi komunitas ini menjadi faktor kunci kegagalan proyek, memicu penolakan masyarakat dan gerakan #SaveCinde.

Selain itu, masalah hukum dan tata kelola turut memperparah kondisi. Dugaan korupsi, yang melibatkan pemindahan aset provinsi ke pihak swasta dan diskon BPHTB yang merugikan negara, telah menyeret mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin dan mantan Walikota Palembang Harnojoyo sebagai tersangka. Kasus ini menyebabkan pemutusan kontrak dengan pengembang dan menghambat kelanjutan proyek. Kondisi fisik proyek yang memprihatinkan, dengan hanya menyisakan tiang-tiang beton dan rumput ilalang, juga menimbulkan tantangan teknis dan finansial yang signifikan, termasuk perlunya penilaian integritas struktural yang mahal.

Baca Juga  Kejahatan Pemilu adalah Pencurian Suara

Visi Revitalisasi yang Berkelanjutan

Untuk mengembalikan fungsi dan vitalitas Pasar Cinde, diperlukan pendekatan arsitektural yang holistik, berfokus pada pelestarian nilai budaya, keberlanjutan, dan responsivitas terhadap kebutuhan masyarakat modern.

Pelestarian Identitas Arsitektur Cagar Budaya: Meskipun bangunan asli telah dibongkar, tiang cendawan yang ikonik harus menjadi fokus utama dalam setiap rencana pembangunan kembali. Mengembalikan ciri khas ini adalah tentang memulihkan memori kolektif dan identitas Palembang. Preseden positif dari revitalisasi Pasar Johar di Semarang, yang juga memiliki struktur serupa dan berhasil difungsikan kembali, memberikan landasan hukum dan arsitektural untuk mereplikasi atau mengintegrasikan kembali elemen tiang cendawan.

Baca Juga  Cegah Penyakit Triple Eliminasi, Puskesmas Lembak Realisasikan Bantuan Pada Ibu Hamil

Konsep Pasar Tradisional Modern: Revitalisasi harus mengadopsi konsep pasar tradisional modern yang mengintegrasikan nilai tradisional dengan kebutuhan konsumen kontemporer. Pendekatan arsitektur kontekstual, menggunakan material lokal dan skala bangunan yang harmonis dengan lingkungan Palembang, sangat relevan. Penerapan arsitektur biofilik, seperti integrasi elemen alam, pencahayaan dan sirkulasi udara alami, juga dapat menciptakan bangunan yang sehat dan nyaman. Keberlanjutan dengan efisiensi energi dan ventilasi alami harus menjadi prinsip utama.

Strategi Guna Ulang Adaptif dan Integrasi Fungsional Modern: Konsep guna ulang adaptif, meskipun bangunan asli sebagian besar hilang, tetap relevan dengan “menggunakan kembali situs dan semangat” cagar budaya. Ini berarti menghormati nilai historis situs untuk membentuk desain baru yang memenuhi kebutuhan masa kini. Integrasi fasilitas modern seperti parkir yang memadai, konektivitas LRT, dan sistem smart building atau digitalisasi (misalnya QRIS) akan meningkatkan pengalaman berbelanja dan efisiensi operasional.

Langkah ke Depan dan Keterlibatan Multi-Pihak

Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah berkomitmen untuk mengembalikan fungsi Pasar Cinde sebagai pasar tradisional dan menyiapkan anggaran minimal Rp 100 miliar dari APBD. Namun, untuk proyek sebesar ini, diperlukan pendekatan bertahap (phased development) untuk mengelola risiko dan memastikan efisiensi sumber daya.

Baca Juga  Terjadi Pembacokan di TPS 27 Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat 2 Palembang

Keterlibatan semua pemangku kepentingan kunci sangat krusial. Pemerintah Provinsi dan Kota harus berkoordinasi kuat untuk menyelesaikan masalah hukum dan mengalokasikan dana. Pedagang Pasar Cinde, sebagai korban utama, harus dilibatkan aktif dalam perencanaan, termasuk penentuan kebutuhan lapak dan skema relokasi sementara. Tim Ahli Cagar Budaya dan arkeolog wajib dilibatkan sejak awal untuk pelestarian nilai historis. Komunitas dan masyarakat sipil, seperti #SaveCinde, harus dilibatkan melalui dialog untuk membangun dukungan dan legitimasi. Terakhir, pakar hukum dan keuangan diperlukan untuk memastikan kepatuhan regulasi dan keberlanjutan finansial, mengingat kasus korupsi sebelumnya.

Dengan penyelesaian masalah hukum yang jelas, komitmen pemerintah yang kuat, dan pendekatan arsitektural yang sensitif terhadap warisan sekaligus kebutuhan kontemporer, Pasar Cinde memiliki potensi besar untuk bangkit kembali. Pasar ini dapat bertransformasi menjadi pusat ekonomi, sosial, dan budaya yang membanggakan Palembang, dan menjadi contoh sukses revitalisasi cagar budaya di Indonesia.

 

Oleh: Zuber Angkasa (Wakil Ketua Lembaga Kajian Pembangunan Sumatera Selatan)

Komentar