JAKARTA,SumselPost.co.id – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian menegaskan revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) akan difokuskan pada peningkatan mutu pendidikan, kejelasan status guru dan dosen, serta ketegasan alokasi anggaran pendidikan 20 persen dari APBN/APBD. Menurutnya UU yang sudah 22 tahun itu dinilai tidak lagi relevan dengan kebutuhan dan kondisi pendidikan saat ini.
Demikian Lalu Hadrian dalam Forum Legislasi bertajuk “Revisi UU Sisdiknas Tekankan Pemerataan dan Mutu Pendidikan”, yang digelar Pemberitaan Setjen DPR dan KWP di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2025) itu, DPR bersama seluruh pemangku kepentingan berkomitmen memgakomodir seluruh kepentingan pendidikan. Dan, kini masuh tahap memyusun naslah akademik dengan metode kodifikasi.
Karena itu, Lalu Hadrian menegaskan kalau ada.naskah akademik yang beredar di media soaial dengan narasi penghapusan sertifikasi guru, PPG (Pendidikan Profesi Guru), pemotongan gaji ASN, tunjangan, dan sebagainya itu adalah hoaks. “Komisi X DPR dan pemerintah baru tahap penyusunan naskah akademik. Sehingga kalau ada maskah.yang betedar nerarti hoaks,” tegas politisi PKB itu.
Ia menegaskan, salah satu hal penting yang akan dipertegas dalam revisi adalah penggunaan anggaran pendidikan 20 persen. Selama ini, alokasi itu ditafsirkan berbeda-beda dan tidak sepenuhnya dikelola oleh kementerian pendidikan.
“Seharusnya 20 persen itu murni untuk pendidikan. Tidak bisa diinterpretasikan untuk program lain. Kalau betul 20 persen dipakai untuk pendidikan, maka wajib belajar 13 tahun, dari PAUD hingga SMA/SMK, digratiskan,” ujarnya.
Sedangkan anggaran pendidikan kedinasan harus dianggarkan dari kementerian dan lembaga terkait. Tidak bisa dialokasikan dari 20 persen APBN. Lalu, banyak yang bertanya; apakah MBG itu.masuk kategori pendidikan? “Ya, masuk pendidikan karena untuk tingkatkan gizi anak-anak sekolah,” jelas Hadrian.
Selain isu anggaran, revisi juga menyoroti status guru dan dosen, termasuk pengakuan terhadap guru pesantren dan madrasah yang selama ini belum sepenuhnya diakui negara. DPR, kata Lalu, ingin memastikan semua pendidik—baik di sekolah negeri, swasta, maupun lembaga pendidikan keagamaan mendapat pengakuan yang sama oleh negara.
Komisi X DPR berkomitmen melibatkan seluruh pemangku kepentingan—mulai dari guru, dosen, akademisi, orang tua, hingga kementerian terkait—untuk merumuskan regulasi yang bisa menjadi dasar peningkatan mutu layanan pendidikan di Indonesia.
Pengamat pendidikan Dharmaningtyas menilai
revisi UU Sisdiknas berpotensi menimbulkan persoalan baru, jika tidak dilakukan secara komprehensif, karena masih banyak ketidakjelasan terkait tata kelola pendidikan, keterlibatan kementerian, serta perlindungan hak-hak guru.
Menurutnya, kodifikasi sejumlah undang-undang ke dalam UU Sisdiknas berisiko mengabaikan hal-hal fundamental. Misalnya, keberadaan Undang-Undang Guru dan Dosen, Undang-Undang Pendidikan Tinggi, serta Undang-Undang Kebudayaan yang memiliki kaitan erat dengan pendidikan.
Ia menekankan, kekhawatiran terbesar para guru adalah hilangnya jaminan hak dan tunjangan profesi jika aturan itu diturunkan ke dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP). “Kalau hak guru hanya diatur lewat PP, maka kekuatan hukumnya tidak sekuat undang-undang,” ungkapnya.
Selain itu, Darmaningtyas menyoroti tata kelola pendidikan yang terlalu kompleks karena melibatkan banyak kementerian. Misalnya, Kementerian Pendidikan, Kementerian Agama, hingga Kementerian Sosial yang mengelola sekolah rakyat. “Kalau semakin banyak kementerian ikut mengatur, pendidikan kita makin sulit maju,” ujarnya.
Karena itu, ia mengingatkan agar revisi UU Sisdiknas tidak mengabaikan peran sekolah rakyat, sekolah rumah, maupun lembaga pendidikan alternatif. Sebab, keberadaan sekolah rakyat sangat penting sebagai wadah belajar bagi anak-anak dari keluarga miskin yang dibiayai negara.
Sebelumnya, pemerintah telah menetapkan anggaran pendidikan tahun 2026 sebesar Rp 757,8 triliun. Angka ini naik 9,8 persen dibandingkan outlook anggaran 2025 yang tercatat Rp 690 triliun. “Anggaran pendidikan sesuai dengan yang disampaikan DPR dan amanat konstitusi kita 20% dijaga terhadap keseluruhan belanja,” ungkap Sri Mulyani, Senin (8/9/2025). Anggaran pendidikan 2026 diarahkan pada tiga kelompok utama penerima manfaat, yakni siswa dan mahasiswa, pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana-prasarana dan operasional pendidikan.
Untuk siswa dan mahasiswa, pemerintah mengalokasikan Rp 301,2 triliun. Dana ini mencakup berbagai program bantuan, di antaranya: KIP Kuliah dan Bidikmisi Rp 17,2 triliun untuk 1,2 juta mahasiswa. Program Indonesia Pintar (PIP) Rp 15,5 triliun untuk 21,1 juta siswa SD, SMP, dan SMA. Beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Rp 25 triliun bagi 4.000 mahasiswa, kegiatan riset, dan program pendidikan strategis. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) Rp 223 triliun untuk 82,9 juta orang.
Sementara itu, alokasi untuk pendidik dan tenaga kependidikan mencapai Rp 274,7 triliun. Anggaran ini mencakup Tunjangan Profesi Guru Non-PNS Rp 19,2 triliun bagi 754.747 guru. Tunjangan Profesi Dosen Non-PNS Rp3,2 triliun bagi 80.325 dosen, TPG ASN Daerah Rp 69 triliun untuk 1,6 juta guru, serta gaji dan tunjangan lain sebesar Rp 120,3 triliun.
“Jadi ini adalah guru yang bukan pegawai negeri pun mendapatkan TPG dari APBN, yaitu sebanyak 754.747 guru yang sebetulnya statusnya non-PNS tapi tetap TPG dibayar oleh APBN. Demikian juga dengan dosen yang non-PNS,” jelas Menkeu.
Untuk sarana-prasarana dan operasional pendidikan, pemerintah menyiapkan Rp 150,1 triliun. Dana tersebut dialokasikan antara lain untuk Program Sekolah Rakyat Rp 24,9 triliun, serta BOS Rp 64,3 triliun untuk 53,6 juta siswa. Sementara untuk Bantuan Operasional PAUD Rp 5,1 triliun untuk 7,7 juta siswa, renovasi madrasah dan sekolah Rp 22,5 triliun, Bantuan Operasional PTN Rp 9,4 triliun, serta pembangunan Sekolah Unggulan Garuda Rp 3 triliun. Sebagai bagian dari desentralisasi pendidikan, pemerintah juga menyalurkan Rp253,4 triliun melalui transfer ke daerah (TKDD). Dana tersebut digunakan untuk membayar tunjangan guru negeri maupun swasta, bantuan operasional sekolah, PAUD, hingga program kesetaraan. “Ini agar daerah di dalam melaksanakan desentralisasi yaitu fungsi pendidikan tetap bisa berjalan Rp 253,4 triliun termasuk untuk tunjangan guru negeri maupun swasta, biaya operasi sekolah, biaya operasi untuk PAUD dan biaya operasi kesetaraan serta tambahan penghasilan guru tetap yang bisa dirasakan oleh masyarakat langsung,” kata Sri Mulyani. (MM)
Komentar