beberapa tahun setelah pencanangannya, cakupan vasektomi masih terbilang sangat kurang.
Rendahnya cakupan ini membuat sejumlah pihak menganalisis penyebabnya. Bagi kalangan
feminis, realitas ini menjadi ruang untuk menggulirkan opini kesetaraan.
Mereka beranggapan bahwa budaya patriarki yang masih mengakar di masyarakat menjadi penyebab kaum pria tidak melakukan KB, dan budaya . Bagi mereka, ini menyuguhkan fakta betapa perempuan masih tertindas. Pengaturan jarak kelahiran hanya dibebankan kepada perempuan, sedangkan kaum pria tidak. Ditambah fakta bahwa Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, pada akhir April lalu berencana mensyaratkan vasektomi kepada warga miskin penerima bansos.
Dedi meyakini bahwa vasektomi dapat menjadi solusi untuk mengurangi angka kemiskinan warga Jawa Barat. Hal itu dilihat dari temuan dan laporan yang ia terima bahwa masyarakat prasejahtera mayoritas memiliki anak lebih dari dua orang. Bisa jadi pendapat tersebut dipengaruhi oleh opini bahwa pertambahan jumlah anak atau naiknya populasi penduduk menjadi penyebab kemiskinan. Ini teori yang pernah dicetuskan oleh ekonom Inggris Robert Malthus beberapa puluh tahun silam
Menurut Malthus, pertumbuhan populasi cenderung melampaui pertumbuhan produksi pangan. Kemudian dikhawatirkan terjadi kelaparan, penyakit, dan kematian melanda umat manusia. Padahal teori ini sama sekali tidak ada korelasi antara kemiskinan dan pertambahan populasi penduduk dan jumlah anak serta tidak pernah terbukti. Berikutnya, rencana Dedi Mulyadi mendapat penentangan dan kritikan dari berbagai pihak, seperti Komnas HAM dan MUL.
Oleh karenanya, Gubernur Jawa Barat itu memberikan klarifikasi terkait rencana program. bantuan sosial (bansos) dengan syarat kepesertaan program Keluarga Berencana (KB) bagi pria. la menyatakan bahwa KB tidak harus dengan vasektomi semata, tetapi bisa dengan berbagai metode pengendalian kelahiran lainnya yang lebih fleksibel dan sesuai dengan nilai-nilai masyarakat.
Akan tetapi, jika kita melihat dalam sudut pandang islam, syariat Islam mengizinkan pasangan suami-istri untuk melakukan pengaturan kelahiran (tanzhim an-nasl). Misalnya, dengan tujuan agar ibu mendapatkan waktu pemulihan yang cukup pasca melahirkan. Dengan perencanaan kelahiran, seorang ibu juga dapat memberikan pemeliharaan dan perhatian yang cukup untuk anak-anak mereka. Ibu dan anak juga mendapatkan asupan gizi yang cukup dengan pola kelahiran yang direncanakan dengan baik. Adapun hukum KB dalam arti tanzhim an-nasl (pengaturan kelahiran), yaitu aktivitas yang individu masyarakat jalankan (bukan dijalankan karena program negara) untuk mencegah kelahiran (man’u al-hamli) dengan berbagai cara dan sarana, hukumnya mubah, bagaimanapun juga motifnya (Taqiyuddin an-Nabhani, An-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam, hlm. 148). (Artikel Febyola (22220011) – Tesa Wulandari (22220021))
Komentar