Pemanggilan Aiman oleh Polda, TPDI: Polri Justru Harus Berbenah Diri agar Pemilu Jurdil

Nasional470 Dilihat

JAKARTA,SumselPost.co.id – Advokat-Advokat TPDI dan Perekat Nusantara menyampaikan protes keras kepada Kapolri atas tindakan Penyidik Polda Metro Jaya, yang melakukan pemanggilan terhadap Aiman Witjaksono, Politisi Partai Perindo atau Jubir TPN Ganjar Pranowo, untuk menghadap tgl. 1/12/2023, guna mengklarifikasi pernyataannya soal oknum Polri yang tak netral dalam Pemilu 2024. Bagaimana pemilu bisa jurdil dan demokratis?

“Pernyataan Aiman Witjaksono harus dimaknai Kapolri dan Kapolda Metro Jaya sebagai bagian dari hak masyarakat dalam menyampaikan koreksi, seruan dan peringatan kepada Polri dalam rangka “Peran Serta Masyarakat” dalam Penegakan Hukum dan Ketertiban Umum terlebih karena UU Polri melarang Polri terlibat dalam politik praktis,” demikian Petrus Selestinus, Kamis (30/11/2023).

Petrus didampingi Erick S.Paat dan Carrel Tucualu dari TPDI dan Perekat Nusantara. “Harus dicatat bahwa beberapa Pimpinan Polri adalah orang-orang dekat atau disebut sebagai kroni Presiden Jokowi, sehingga menyangkut netralitas Polri dalam Pemilu 2024, publik layak meragukan netralitasnya, apalagi karena Gibran Rakabuming Raka, Putra Presiden Jokowi adalah Cawapres 2024 yang ikut dicawe-cawe oleh Presiden Jokowi,” jelas Petrus.

Baca Juga  Bertemu Majelis Nasional Korsel, Ketua DPD RI Ajak Dorong Penurunan Tensi Ketegangan Geopolitik Kawasan dan Global

Kapolri Jadi Kroni

Selama ini lanjut Petrus, sudah banyak pernyataan masyarakat sekedar mengingatkan maupun menilai bahkan menuduh bahwa Polri “tidak netral” dalam Pemilu 2024, karena Putra Presiden Jokowi Gibran Rakabuming Raka menjadi Cawapres. Bahkan pada Pemilu sebelumnya Polri juga dituding tidak netral, dan itu merupakan sebuah realitas sosial yang positif karena Pimpinan Polri pun menerima sebagai kontrol publik dari masyarakat.

Oleh karena itu kata Petrus, pemanggilan Polda Metro Jaya terhadap Aiman Wicaksono, terlepas dari apakah Aiman adalah Jubir TPN Ganjar Pranowo atau Politisi Partai Perindo, hal itu merupakan tindakan kepolisian yang tidak beralasan hukum. “Terlalu dicari-cari bahkan mengarah kepada perilaku yang intimidatif dan bertujuan menakuti masyarakat yang ingin berperan serta dalam menciptakan pemilu damai,” tambahnya.

Dikatakan, pada Pilpres kali ini Polri bersikap beda dan aneh soal netralitas. Padahal pernyataan seorang Aiman Witjaksono, sebagai sesuatu yang positif dan harus diterima sebagai kritik dan masukan. Apalagi UU Polri sendiri sudah menegaskan bahwa Pori tidak boleh berpolitik praktis.

Baca Juga  MPR: Kenaikan Biaya Haji Rp69 Juta Memberatkan Jamaah Haji

Itu artinya Aiman Witjaksono mengingatkan Polri agar ingat netralitas dalam Pemilu 2024 sesuai Perintah UU. “Jika Polri bersikap salah tingkah, tampak grogi dan gagap menghadapi komentar Aiman terkait adanya oknum Polri tidak netral dalam Pemilu 2024, berarti Polri telah terjebak dalam cawe-cawe Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Jokowi menjadi Cawapres,” ujarnya.

Protes dan Hentikan

Untuk itu Advokat-Advokat TPDI dan Perekat Nusantara menyampaikan protes keras dan meminta agar KAPOLRI menghentikan langkah Polda Metro Jaya memproses penyelidikan terhadap Aiman Witjaksono, lebih baik Kapolri melakukan pembenahan ke dalam, dan jadikan pernyataan Aiman Witjaksono sebagai masukan untuk Polri berbenah diri.

“Kapolri harus bertanggung jawab, jika ada anak buahnya tidak bisa menjaga netralitas, jangan biarkan oknum Polri merusak profesionalisme Polri hanya karena Polri ingin loyal kepada Presiden Jokowi tetapi keblabasan sampai ikut cawe-cawe mendukung Gibran, putra Jokowi menjadi Cawapres,” tandas Petrus.

Baca Juga  Erick Thohir Jadi Menteri Terbaik Pilihan Warganet

Menurut dia, penyampaian Surat Panggilan Polda Metro Jaya dilakukan tengah malam, ini sangat tidak lazim karena mengganggu kenyamanan orang di tengah malam. Padahal di dalam pasal 5 dan/atau pasal 7 KUHAP, Polri dituntut dalam penyelidikan atau penyidikan karena kewajibannya berwenang melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

“Artinya tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum; selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukan tindakan jabatan; tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkup jabatannya; atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa; dan menghormati HAM,” pungkasnya.(MM)

 

 

Komentar