JAKARTA,SumselPost.co.id – Ratusan warga NU yang tergabung dalam Brigade Pengawal Mandat Tebuireng (PETIR) menggerudug Kantor DPP PKB, di Jl. Raden Saleh Raya. Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 22.39, ratusan warga nahdliyin itu melantunkan shalawat Badar di depan Kantor DPP PKB, serta menyampaikan aspirasi, bahwa Muktamar ke-6 PKB di.Bali tidak sah.
Akibat dari ratusan massa itu, sejumlah aparat kepolisian berjaga-jaga dan mengantisipasi kemungkinan terjadi bentrokan. Sebelum membubarkan diri ratusan massa Brigade PETIR itu dipimpin Koordinator Syamsuddin Empay dan membacakan pernyataan sikap.
Prihatin atas perilaku elit PKB yang semakin jauh dari para ulama dan Kiai NU. Sejak Muktamar Luar Biasa PKB di Ancol Jakarta pada 2008, PKB di bawah kepemimpinan Muhaimin Iskandar terus mengalami perubahan yang sangat mendasar dan bahkan menyimpang jauh dari sejarah besutan Gus Dur itu. Yang paling prinsipil adalah perubahan posisi dan kewenangan Dewan Syura PKB yang tidak lagi berkedudukan sebagai Pimpinan Tertinggi Partai, melainkan hanya sebagai dewan penjaga garis-garis perjuangan partai (Pasal 17 AD PKB Tahun 2019).
Karena itu, PETIR mendukung sepenuhnya langkah- langkah yang dilakukan oleh PBNU untuk melakukan perbaikan dan pembenahan PKB sebagaimana yang diamanatkan oleh para kiai dan ulama NU di Ponpes Tebuireng.
Berikut pernyataan PETIR:
– Dalam hal penataan kantor dan seluruh aset milik PKB harus dialihkan dan dikembalikan ke PBNU.
– Mendesak Muhaimin menghentikan segela bentuk rekayasa atas kepemimpinan di PKB.
– Mendesak Muhaimin Iskandar menyampaikan secara terbuka dan transparansi terkait laporan keuangan partai, dimulai dari dana subsidi partai, lalu dana Pilpres, dana Pilkada kabupaten-kota, serta iuran anggota DPR.
– Mengembalikan kepemimpinan tertinggi PKB kepada para ulama dan kiai.
– Melakukan regerasi kepemimpinan PKB, agar tidak terjadi pembusukan kader.
Menurut Syamsudin, kini terjadi penyimpangan pada sistem permusyawaratan PKB. Pada awalnya, PKB dirancang sebagai partai politik yang demokratis dan menganut kedaulatan anggota. Ketua Dewan Tanfidz pada setiap tingkat kepengurusan dipilih dari dan oleh peserta musyawarah setelah mendapat persetujuan dari Ketua Dewan Syura terpilih. “Namun kini, prinsip dasar permusyawaratan dan kedaulatan itu dirombak sedemikian rupa, sehingga pimpinan partai di tingkat DPW dan DPC tidak lagi dipilih dari dan oleh peserta musyawarah, melainkan ditetapkan secara top-down oleh DPP PKB,” kata A. Malik Haramaian.
Dimana Muktamar PKB Tahun 2019 menghasilkan AD-ART PKB yang semakin jauh menyimpang dari khitahnya. Ketua Umum DPP PKB dinobatkan sebagai satu-satunya “Mandataris Muktamar”. Kekuasaan semakin memusat di tangan Muhaimin Iskandar selaku Ketua Umum. Dia punya kewenangan mengambil tindakan apa saja atas nama ‘menjaga keutuhan organisasi’. Dia juga berkuasa untuk mengubah struktur, menyusun, mengganti, dan memberhentikan personalia pengurus (Pasal 19 AD PKB Tahun 2019),” pungkas Malik.(MM)
Komentar