JAKARTA,SumselPost.co.id — Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Undang-Undang (UU) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) disikapi banyak kalangan. Wakil Ketua Komisi V DPR RI Fraksi PKB, Syaiful Huda, menilai pembatalan UU Tapera menjadi momentum bagi Kementerian Pemukiman dan Perumahan (PKP) untuk lebih kreatif mencari skema pembiayaan baru bagi program pembangunan tiga juta rumah.
“Kami menghormati putusan MK karena sifatnya final dan mengikat. Tetapi ini menjadi pekerjaan rumah tambahan bagi Kementerian PKP untuk lebih kreatif menyusun sumber pendanaan alternatif agar program prioritas Presiden ini tetap berjalan,” tegas Huda di Jakarta, Selasa (30/9/2025).
Huda menilai, secara substansi UU Tapera lahir dari semangat mempermudah pekerja memiliki rumah. Namun MK menilai mekanisme di dalamnya mengandung unsur pemaksaan dan bertentangan dengan konstitusi. “Kalau dari sisi substansi, bisa diperdebatkan. Tapi karena MK sudah memutus, tentu kita hormati. Yang penting semangat menghadirkan rumah layak bagi masyarakat, khususnya pekerja, tidak boleh berhenti,” jelasnya.
Huda mengingatkan bahwa kebutuhan rumah layak di Indonesia masih sangat besar. Berdasarkan data Kementerian PUPR, backlog perumahan nasional mencapai 12,7 juta unit pada 2023. Data Susenas bahkan menyebut backlog kepemilikan rumah berada di angka 9,9 juta rumah tangga. Beberapa kajian lain menaksir backlog bisa menyentuh 15 juta unit jika dihitung dengan metode data tunggal nasional. “Backlog jutaan unit ini harus segera dikurangi. Program tiga juta rumah tidak boleh tersendat hanya karena kendala pembiayaan,” ujarnya.
Menurut Huda, pembangunan rumah rakyat bukan hanya upaya memenuhi backlog, tetapi juga motor penggerak ekonomi nasional. Oleh karena itu program 3 juta rumah harus menjadi concern bersama. “Program tiga juta rumah bisa menyerap tenaga kerja, menggerakkan sektor UMKM, hingga menghidupkan rantai logistik bahan bangunan. Jadi jangan dimaknai semata soal pemenuhan kebutuhan rumah, tapi juga instrumen untuk menggairahkan ekonomi rakyat,” jelas legislator PKB asal Jawa Barat itu.
Untuk itu, Huda mendorong Kementerian PKP menyusun roadmap pembiayaan perumahan yang lebih inovatif. Skema kemitraan dengan perbankan, pengembang, dan investor swasta, termasuk instrumen keuangan seperti obligasi hunian rakyat atau sukuk perumahan, menurutnya bisa dipertimbangkan. “Negara tidak boleh berhenti mencari jalan. Rumah adalah kebutuhan dasar rakyat, dan program tiga juta rumah adalah amanat yang harus direalisasikan. DPR siap mendukung bila pemerintah menghadirkan skema baru yang feasible dan pro rakyat,” pungkasnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera. MK memerintah UU Tapera ditata ulang dan pekerja tidak diwajibkan menjadi pesertanya.
Putusan perkara nomor 96/PUU-XXII/2024 yang diajukan Elly Rosita Silaban dan Dedi Hardianto itu dibacakan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (29/9/2025).
“Mengadili, satu, mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Dua, menyatakan UU No 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Lembaran NRI Tahun 2016 No 56, tambahan lembaran NRI nomor 5863) bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dilakukan penataan ulang sebagaimana amanat Pasal 124 UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Tiga, menyatakan UU No 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Lembaran NRI tahun 2016 No 55 tambahan lembaran negara NRI No 5863) dinyatakan tetap berlaku dan harus dilakukan penataan ulang dalam waktu paling lama 2 tahun sejak putusan a quo diucapkan,” ujar ketua hakim MK Suhartoyo. (MM)
Komentar