JAKARTA,SumselPost.co.id – Kalangan DPR RI mendesak pemerintah dalam hal ini Menteri Kesehatan untuk segera terbitkan aturan turunan dari UU No.17 tahun 2023 tentang kesehatan, karena hal itu penting untuk segera diimplementasikan khususnya bagi masyarakat di daerah. Kalau UU itu disahkan pada Agustus 2023 maka aturan turunannya harus selesai maksimal pada 31 Agustus 2024 dan itu akan menjadi “kado” DPR RI periode 2019 – 2024 ini.
“Jadi, aturan turunan dari UU itu nantinya akan dipelajari oleh pemerintah daerah (Pemda) untuk segera diprogramkan kesehatannya sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah masing-masing. Misalnya tenaga kesehatan, prioritas program kesehatan, dokter, anggaran, puskesmas yang dibutuhkan dan lain-lain. Selain program dan anggaran dari pemerintah pusat,” tegas Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena (Melki).
Hal itu disampaikan Melki dalam Forum Legislasi “Implementasi UU Kesehatan dalam Pelayanan Kesehatan di Daerah” bersama Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Ri, Siti Nadia Tarmizi dan Pengamat Kebijakan Kesehatan Hermawan Saputra, di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Selasa (23/7/2024).
Sehingga dengan aturan turunan UU Kesehatan itu, daerah akan segera mempunyai induk program kesehatan, yang disiapkan oleh Pemda. “Itu bisa dibahas bersama secara umum termasuk anggaran dari Dana Alokasi Khusus (DAK), menyiapkan SDM (sumber daya manusia), fasilitas kesehatan dan sebagainya sesuai kondisi daerah masing-masing,” ungkap politisi Golkar itu.
Rahmad Handotlyo juga berharap Menkes segera terbitkan aturan turunannya atau Presisen Jokowi terbitkan Perpres (peraturan presiden), menyadari pentingnya implementasi UU Kesehatan itu bagi masyarakat khususnya di daerah. Selain itu, pentingnya sosialisasi pengetahuan kesehatan misalnya terlalu berlebihan konsumsi makanan dan minuman yang manis-manis, asin-asin dan lemak itu bahaya bagi kesehatan.
“Kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman tersebut bisa mengakibatkan penyakit gula, diabetes, tekanan darah tinggi, strok, dan lain-lain yang banyak diderita masyarakat daerah. Kita bukan hambat tumbuhnya industri makanan dan minuman, tapi kalau berlebihan akan menjadi sumber penyakit,” jelas politisi PDIP itu.
Menurut Handoyo aturan turunan UU kesehatan itu akan menjadi kado DPR untuk rakyat, karena rumah sakit (RS) nantinya tidak boleh menolak pasien dengan jenis penyakit dan dalam kondisi apa pun alasannya, apalagi yang bersifat gawat darurat. “Kalau fasilitas dan tenaga kesehatan tidak ada di RS itu, maka RS wajib mencari rujukan untuk pasien tersebut,” ungkapnya.
Untuk itu lanjut Handoyo, perlunya evaluasi pemerintah terhadap pelaksanaan BPJS Kesehatan selama ini. Karena anggaran yang dikeluarkan BPJS itu sangat besar, sehingga berperan besar bagi eksiatensi rumah sakit, dan pentingnya kontrol yang ketat agar RS itu benar-benar melayani kesehatan masyarakat,” tambah Handoyo.
Siti Nadia Tarmizi berjanji bahwa aturan turunan UU Kesehatan itu dipastikan lebih baik bagi pelayanan kesehatan masyarakat di daerah. Melalui desentralisasi dan transformasi kesehatan dengan UU No. 17 tahun 2023 ini peran pusat dan daerah sangat penting untuk mewujudkan pelayanan dan meningkatkan kualiitas kesehatan masyarakat.
“Baik yang betsifat primer maupun skunder, dimana harus ada seorang dokter spesialis di setiap rumah sakit di daerah. Untuk program kesehatannya nanti dibicarakan bersama, sharimg antara daerah dan pusat,” ujarnya.
Diantara transformasi pelayanan kesehatan tersebut seperti penugasan dokter spesialis sebanyak 3.457 tenaga kesehatan di puskesmas, 2 670 pemberdayaan dokter spesialis di RS pemerintah, dibuka calon ASN sebanyak 166.595 untuk temaga PPPK, jabatan fungsional kedokteran dan 126.006 dinyatakan lulus.
Untuk strategi transformasi layanan rujukan kata Siti Nadia, meliputi peningkatan akses layanan melalui jejaring RS rujukan, perbaikan mutu layanan, program sister hospital dan perbaikan manejemen keuamgan.
Selain itu penyelenggaraan dan fungsi RS, yaitu
Pemerintah pusat, RS Pemda dan RS masyarakat (berbadan hukum dan bergerak hanya untuk kesehatan). Hal itu terkait 1. Fungsi pelayanan kesehatan (spesialistik/pelayanan dasar), 2 fungsi pendidikan dimana RS bisa ditetapkan sebagai RS pendidikan setelah memenuhi persyaratan, dan 3. Fungsi penelitian bidang kesehatan bahwa RS dapat melaksanakan pelayanan berbasis penelitian
“Sementara itu, untuk transformasi layanan rujukan dan penyakit layanan prioritas meliputi penyakit jantung, kanker, strok, uronefrologi, kesehatan ibu dan anak, diabetes meltus, tubetcolosis, gastrohepatologi, penyakit infeksi emerging dan kesehatan jiwa dan lain-lain,” pungkasnya.(MM)
Komentar