Lindungi Alam dan Satwa Liar, DPR dan Pemerintah Segera Sahkan RUU KSDAHE

Nasional450 Dilihat

JAKARTA,SumselPost.co.id – Anggota Komisi IV DPR RI KRT. H. Darori Wonodipuro mengatakan.l bahwa Rancangan Undang-Undang tentang perubahan atas UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (RUU KSDAHE) sudah selesai pembahasannya di tingkat pembicaraan tingkat Bamus DPR. Selanjutnya akan diputuskan untuk disahkan di paripurna DPR RI dalam waktu dekat ini. Apalagi pemerintah sudah menyetujui RUU ini demi menjaga kelestarian lingkungan alam termasuk hewan langka seperti gajah, badak, harimau, orangutan dan lain-lain yang dilindungi oleh dunia internasional.

“Sebelumnya Komisi IV DPR bersama Komite II DPD dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Pertanian, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Hukum dan HAM sepakat memboyong RUU ke pembicaraan tingkat II yakni rapat Paripurna DPR untuk disahkan menjadi UU. Jadi, RUU ini penting untuk segera disahkan,” tegas politisi dari Fraksi Gerindra itu.

Hal itu disampaikan Darori dalam Forum Legislasi dengan tema “RUU KSDAHE Segera Disahkan, Upaya DPR Dalam Mencegah Kepunahan Flora dan Fauna Langka di Indonesia”, bersama Manager Kajian Hukum dan Kebijakan WALHI, Satrio Manggala dan praktisi media Ariawan di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Selasa (25/6/2024).

Baca Juga  Ketua MPR: Akar Masalah Judi Online Kesulitan Ekonomi, Bukan Bansos

Yang menarik lanjuut Darori dalam RUU KSDAHE yang merupakan Perubahan atas UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya ini adalah sanksi pudananya sangat berat. Selain itu untuk observasi di luar kawasan ternyata hewan langka seperti gajah, harimau, badak, orangutan, dan lain-lain harus dilindungi. Karena itu semua pihak termasuk pengusaha diwajibkan membantu untuk tegaknya RUU ini. “Sehingga RUU KSDAHE ini begitu disahkan langsung berlaku,” pungkasnya.

Satrio Manggala menegaskan yang pasti UU no. 5 tahun 1990 sudah cukup lama atau sekitar 34 tahun lalu masih menggunakan paradigma konservasi yang cukup buruk dalam catatan implementasinya, sehingga salah satu solusinya harus melakukan revisi atau perumusan konsep konservasi dengan paradigma baru.

Setidaknya ada delapan catatan krusial dalam RUU KSDAHE ini. Misalnya konsep perumusannya yaitu soal konservasi berbasis hak asasi manusia (HAM) yang banyak diabaikan, soal batasan konservasi karena memasukkan jasa lingkungan panas bumi dan soal karbon, pencemaran air ini berdampak pada lingkungan dimana flora – fauna yang hidup di sekitar kawasan konservasi yang kemudian diekstraksi panas buminya tentu akan mati.

Baca Juga  Politisi Golkar Nusron Wahid Disepakati Jadi Ketua Pansus Hak Angket Haji

Selanjutnya soal penyesuaian ketentuan pidana dalam air sebagaimana dalam praktek 34 tahun ini banyak orang dikriminalisasi dan dipenjara akibat hidup atau bergantung dari sumber kehidupan di wilayah-wilayah yang secara sepihak ditetapkan sebagai wilayah konservasi. “Padahal mereka sudah ada terlebih dahulu sebelum bangsa ini merdeka, sudah lama bertempat tinggal di sana secara turun-temurun juga melakukan aktivitas konservasinya menurut pengetahuan kearifan lokalnya sendiri. Tapi justru dengan peraturan RUU ini malah tidak ada pemisahan dengan masyarakat adat,” kata Satrio.

Juga terkait peningkatan sanksi pidana. Menurut Sayrio, ada beberapa norma yang luput dirumuskan, salah satunya adalah tumbuhan, satwa liar, dan sumber daya genetik dalam norma perumusan terbaru ini identik didelegasikan. “Jelas ini ada kelemahan karena delegasi ke peraturan pemerintah itu tidak bisa nambah sanksinya. Justru memunculkan norma baru misalnya soal perluasan sanksi perdata yang belum masuk,” jelas Satrio.

Baca Juga  Projo Terima Kasih pada Jokowi, Tapi Tidak untuk Ma'ruf Amin, Kenapa?

Dikatakan, di dalam penyusunan peraturan perundang- undangan itu selain merumuskan suatu norma yang ditujukan untuk memelihara, melakukan perlindungan terhadap wilayah- wilayah konservasi, itu masuk sanksi perdata. RUU ini memiliki tujuan salah satunya untuk melakukan pemulihan ekosistem, tapi tidak ada tahapan yang diatur misalnya bagaimana cara menghentikan kerusakan dan degradasi ekosistem, perencanaan dari kegiatan pemulihan ekosistem juga tidak diatur normanya dan sebagainya.

“Terakhir adalah proses partisipasi. Seharusnya dalam pembahasannya itu melibatkan stakeholder terkait misalnya masyarakat adat, komunitas lokal dilibatkan dalam perencanaan, pembahasan setiap perumusan dari peraturan perundang-undangan ini,” pungkasnya.

Sementara itu Ariawan mengingatkan jika media harus memberitakan sekaligus menyosialisasikan RUU ini dengan baik, tapi tetap memperhatikan dan memperjuangkan aspirasi masyarakat adat. “Bahwa RUU KSDAHE ini bertujuan untuk konservasi alam, satwa, dan masyarakat adat sendiri jangan sampai dirugikan,” ungkap Ketua KWP ini.(MM)

Komentar