Komisi XI DPR Tetap Minta Pemerintah Waspadai Lonjakan ICP Akibat Konflik Iran-Israel-AS

Nasional87 Dilihat
banner1080x1080

JAKARTA,SumselPost.co.id – Ketua Komisi XI DPR RI Muhammad Misbakhun menyoroti risiko gejolak harga minyak global akibat eskalasi konflik antara Iran dan Israel serta keterlibatan Amerika Serikat. Ia menekankan pentingnya langkah antisipatif pemerintah agar harga minyak Indonesia (ICP) tidak melampaui asumsi APBN 2025 sebesar 82 dolar per barel, demi menjaga kestabilan subsidi energi dan fiskal nasional.

“ICP dalam APBN 2025 dipatok sebesar 82 dolar per barel. Saat ini harga minyak masih di bawah angka itu, berkisar di 75 hingga 79 dolar. Artinya, dari sisi harga, kita masih sangat aman. Namun jika konflik terus berlanjut dan harga melampaui batas asumsi, maka kita harus bersiap dengan skenario pengurangan subsidi BBM dan skema kompensasi bagi masyarakat miskin,” ujar Misbakhun dalam diskusi virtual bersama INDEF di Jakarta, Minggu (29/6/2025).

Baca Juga  Club Satria FU Sumbagsel dan Rakorwil Touring Bersama Suzuki Club Sriwijaya

Ia menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama tahun ini tercatat sebesar 4,87 persen, sedikit di bawah target APBN 2025 sebesar 5,2 persen. Penurunan ini terjadi bahkan sebelum konflik Iran-Israel meletus, dan sebagian dipengaruhi oleh ketidakpastian global termasuk dampak kebijakan dagang Amerika Serikat yang disebutnya sebagai “Trump 2.0”.

“Koreksi pertumbuhan ini sudah terlihat sebelum konflik. IMF dan Bank Dunia juga telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global. Maka dari itu, kita harus antisipatif terhadap risiko fiskal dan inflasi sejak dini,” ungkap Politisi Fraksi Partai Golkar ini.

Ia menambahkan bahwa hingga saat ini, pendapatan negara dari sektor perpajakan maupun non-pajak masih tergolong aman. Pemerintah juga belum perlu melakukan pembiayaan baru selama harga ICP masih terkendali. Namun jika harga minyak global melonjak, maka inflasi dan tekanan fiskal dapat meningkat secara signifikan.

Baca Juga  Majelis Hakim Memvonis 10 Bulan Kurungan Penjara 5 Karyawan PT SKB

“Kalau ICP melampaui 82 dolar dan naik ke angka 90 atau bahkan 100 dolar, maka skenario risiko harus dijalankan. Termasuk kemungkinan kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar 10 persen, yang tentu akan berdampak terhadap inflasi dan beban subsidi,” jelasnya.

Berdasarkan simulasi yang disusun bersama analis ekonomi, termasuk dari Bank Mandiri, pemerintah dinilai masih memiliki ruang fiskal yang memadai untuk merespons fluktuasi harga minyak. Bahkan jika ICP naik hingga 100 dolar per barel, inflasi diprediksi tetap berada dalam batas aman, yakni sekitar 2,70 persen, atau naik 0,32 basis poin dari posisi saat ini.

Baca Juga  Ingin Motor Tetap Prima, Ayo Rutin Service Berkala

“Ini menjadi dasar penting bagi pemerintah untuk menjaga keseimbangan fiskal dan sosial. Jika subsidi BBM dikurangi, maka kompensasi bagi kelompok rentan dan masyarakat di garis kemiskinan mutlak disiapkan agar daya beli tidak tergerus,” tegasnya.

Doktor lulusan Universitas Trisakti ini  menekankan pentingnya sinergi antarlembaga dalam menyusun strategi fiskal yang adaptif dan bertanggung jawab di tengah ketidakpastian geopolitik global. Ia juga menyebut bahwa skenario-skenario yang telah disiapkan perlu dikomunikasikan dengan baik kepada publik dan pasar guna menjaga stabilitas ekonomi nasional. (MM)

 

Komentar