Komisi X DPR Dorong Sinergi Lintas Sektor Atasi Bullying di Sekolah

Nasional256 Dilihat
banner1080x1080

JAKARTA,SumselPost.co.id – Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menegaskan persoalan perundungan (bullying) di lingkungan pendidikan kini telah memasuki tahap darurat moral, psikologis, dan pendidikan. Bahkan, berbagai kasus menunjukkan dampak bullying tidak hanya melukai fisik, tetapi juga meninggalkan luka mental yang dapat menetap seumur hidup. Apalagi sampai pembunuhan.

“Kondisi ini, bukan saja membahayakan korban, tetapi juga dapat memicu dampak lanjutan kepada lingkungan sekitar jika tidak ditangani secara tepat,” tegas Hetifah.

Hal itu disampaikan Hetifah Sjaifudian dalam dialektika demokrasi bertema “Stop Bullying: DPR Ramu Formulasi Konkret Atasi Persoalan Mental Dunia Pendidikan”, kerjasama KWP dan Pemberitaan Parlemen di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (20/11/2025) bersama Wakil Ketua Komisi X DPR RI FPKS Kurniasih Mufidayati dan Psikiater PDSKJI, Zulvia Oktanida Syarif,
Psikiater PDSKJI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia).

Lebih lanjut Hetifah memandang perlindungan peserta didik dan seluruh pemangku kepentingan di satuan pendidikan harus menjadi prioritas nasional. Untuk itu, Komisi X DPR RI mendorong formulasi konkret melalui penguatan regulasi, termasuk menyisipkan bab khusus terkait pencegahan dan penanganan bullying dalam revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

“Selain regulasi, peningkatan kapasitas sekolah, penyediaan sistem pelaporan cepat, ramah anak, dan dapat dipercaya merupakan langkah penting,” ujar politikus Partai Golkar itu, seraya juga menekankan pentingnya sinergi dengan Komisi IX DPR RI yang membidangi kesehatan, mengingat persoalan kesehatan mental menjadi keluhan masyarakat yang semakin sering muncul.

Menurut Hetifah, regulasi saja tidak cukup. Ia menekankan perlunya membangun ekosistem pendidikan yang penuh empati. Guru perlu memiliki kompetensi konseling dan manajemen konflik, siswa harus teredukasi mengenai nilai anti-kekerasan, orang tua terlibat aktif, serta sekolah memiliki prosedur standar (SOP) yang jelas dalam pencegahan maupun penanganan kasus bullying.

“Bullying bukan isu sederhana. Ini darurat moral, darurat psikologis, dan darurat pendidikan. Kita harus memastikan masa depan anak-anak kita terlindungi,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi X DPR Kurniasih Mufidayati menilai penguatan implementasi tujuan pendidikan nasional perlu menjadi perhatian serius untuk mencegah kasus perundungan (bullying) dan perilaku negatif lainnya di lingkungan pendidikan. Berbagai nilai dasar yang tercantum dalam tujuan pendidikan harus kembali diperkuat di semua jalur pendidikan, baik formal, informal, maupun nonformal.

Kurniasih menyebut keyword pertama yang harus dikuatkan adalah pengembangan potensi peserta didik agar setiap anak memperoleh kesempatan maksimal untuk tumbuh dan berkembang. “Potensi siswa harus kita dorong secara optimal. Pendidikan harus memastikan anak-anak bisa berkembang di mana pun mereka belajar,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa keimanan dan ketakwaan sebagai fondasi tujuan pendidikan nasional harus diterapkan secara konsisten. Menurut dia, jika nilai-nilai ini dijalankan secara maksimal, kasus perundungan dan berbagai tindakan negatif lainnya semestinya dapat dicegah.

Selain itu, lanjut Kurniasih pentingnya pembentukan akhlakul karimah atau akhlak mulia sebagai bagian dari output pendidikan. Karakter yang baik, kata dia, akan mendorong peserta didik menjadi pribadi positif dan menjauhi perilaku merugikan.

Kata kunci berikutnya adalah kesehatan, bahwa kesehatan yang dimaksud bukan hanya kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan mental. Menurutnya, anak-anak saat ini menghadapi tantangan besar terkait pemenuhan tumbuh kembang, aspek psikologis, dan kondisi mental yang stabil.

“Anak-anak harus dibantu membangun mentalitas yang positif. Kesehatan psikologis mereka penting untuk diperkuat kembali,” katanya.

Kurniasih menegaskan bahwa penguatan tujuan pendidikan nasional merupakan langkah penting yang perlu dilakukan bersama oleh sekolah, keluarga, dan pemerintah untuk mencegah kekerasan serta membentuk generasi yang berkarakter kuat dan bermartabat.

Zulvia Oktanida Syarif, menilai kasus bullying ini menyadarkan isu kesehatan mental yang ada di remaja khususnya di lingkungan sekolah. “Bullying itu sendiri adalah satu kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan menyakiti orang lain atas orang atau sekelompok orang lain yang tidak berdaya,” katanya.

Dan, hal ini tentu disayangkan jika terjadi di lingkungan pendidikan. Menurut Zulvia, bullying sangat erat dengan kesehatan mental karena bullying itu sendiri sangat signifikan dengan perkembangan otak seorang anak remaja. Dimana seorang anak usia sekolah atau remaja sedang dalam masa perkembangan dan masa krisis identitas diri sehingga bagi mereka orang-orang yang signifikan adalah kelompoknya.

Sebaliknya korbam bully akan memgalami depresi berat sampai mengakhiri hidupnya.
Untuk itu kata Zulvia, perlunya kampanye nasional berbasis sains ilmiah dan juga berbasis empati, dan terakhir adanya suatu kebijakan nasional penguatan fungsi eksekutif. “Kemampuan remaja untuk mengambil keputusan mengontrol diri, mengelola emosi itu perlu diperkuat dan kebijakan terkait kesehatan mental remaja juga diperlukan dalam upaya mewujudkan Indonesia emas 2045. Jadi, tidak hanya butuh generasi yang cerdas, tapi juga generasi yang cerdas emosional,” pungkasnya. (MM)

 

Postingan Terkait

Postingan Terkait

Komentar