JAKARTA,SumselPost.co.id – Komisi II DPR RI bersama Pemerintah menyepakati kelanjutan pembahasan 10 Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait pembentukan kabupaten/kota dalam Rapat Kerja Tingkat I yang digelar di Gedung Nusantara DPR RI, Rabu, (23/7/2025). Rapat ini dihadiri oleh Wakil Menteri Dalam Negeri RI Ribka Haluk, perwakilan dari Menteri PPN/Kepala Bappenas RI, Menteri Hukum yang diwakili oleh Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan, serta Komite I DPD RI.
Dalam rapat tersebut, pemerintah secara resmi menyatakan persetujuannya untuk melanjutkan pembahasan 10 RUU tersebut ke tahap selanjutnya, yaitu pengambilan keputusan tingkat II di Rapat Paripurna. Kesepuluh RUU tersebut mengatur pembentukan kabupaten dan kota di tiga provinsi, yakni Gorontalo, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Utara. Daerah-daerah yang diusulkan dalam RUU ini meliputi Kabupaten Gorontalo, Kota Gorontalo, Kabupaten Buton, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe, Kabupaten Muna, Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Kabupaten Minahasa, dan Kota Manado.
Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menjelaskan bahwa pembentukan RUU ini merupakan bagian dari upaya untuk memperbaharui dasar hukum sejumlah kabupaten/kota yang masih mengacu pada konstitusi lama, yaitu Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dan Undang-Undang Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949.
“Kita menyesuaikan dasar hukum konstitusinya. Sepuluh kabupaten/kota ini masih menggunakan dasar hukum lama yang tidak relevan lagi dengan sistem ketatanegaraan kita saat ini,” ungkap Politisi Fraksi Partai NasDem itu seusai rapat.
Ia juga menyoroti dinamika wilayah yang mengalami pemekaran administratif dalam beberapa dekade terakhir. Salah satu contohnya adalah Kabupaten Bolaang Mongondow yang kini telah berkembang menjadi lima wilayah terpisah, yakni Bolaang Mongondow, Bolaang Mongondow Selatan, Bolaang Mongondow Utara, Bolaang Mongondow Timur, dan Kota Kotamobagu. Menurut Rifqi, dinamika seperti ini harus segera diakomodasi dalam peraturan perundang-undangan agar tidak menimbulkan kekosongan hukum atau persoalan administratif di kemudian hari.
Lebih lanjut, Rifqi menambahkan bahwa dalam draf RUU ini Komisi II juga mencoba untuk mengakomodasi kekhasan setiap daerah, meski tidak secara eksplisit dituangkan dalam batang tubuh undang-undang. Kekhasan tersebut nantinya akan dinyatakan lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang.
“Kekhasan tiap daerah itu penting untuk di-delivery sebagai identitas dan arah pembangunan daerah,” ujarnya.
Hal penting lainnya yang menjadi perhatian Komisi II adalah soal penegasan batas wilayah. Awalnya, ketentuan mengenai tapal batas dirancang untuk dicantumkan langsung di dalam undang-undang. Namun, setelah melalui pembahasan, disepakati bahwa pengaturan tersebut cukup diatur pada level Peraturan Pemerintah (PP), mengingat sifatnya yang sangat teknis dan membutuhkan kesepakatan antar-daerah.
“Dengan cara ini kami berharap potensi sengketa batas wilayah yang sempat muncul di sejumlah daerah bisa diminimalisir,” jelas Rifqi.
Rapat Komisi II pada hari ini secara resmi menetapkan persetujuan untuk membawa sepuluh RUU tersebut ke tahap selanjutnya, yakni pengambilan keputusan tingkat II, setelah mendengarkan pendapat dari seluruh fraksi, pemerintah, dan DPD RI. Penetapan dilakukan melalui ketukan palu pada pukul 10.28 WIB dan dilanjutkan dengan penandatanganan dokumen persetujuan oleh perwakilan pemerintah. (MM)
Komentar