Koalisi Sebut Presiden Keliru: Politisasi TNI Jadi Akar Masalah Mutasi dan Promosi, bukan Soal Senior-Junior!

Nasional109 Dilihat
banner1080x1080

JAKARTA,SumselPost.co.id – Presiden Prabowo Subianto dalam pidato menyambut ulang tahun ke 80 TNI menyampaikan hal yang membingungkan bagi prajurit dalam menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI sebagaimana diubah dalam UU No. 3 Tahun 2025. Pada amanatnya, Presiden menyatakan memberikan izin kepada Panglima TNI dan Kepala Staf dalam rangka seleksi kepemimpinan tidak perlu terlalu memperhitungkan senioritas melainkan mementingkan prestasi, pengabdian, dan cinta tanah air.

Koalisi menilai pernyaataan Presiden itu keliru dan tidak tepat. Persoalan mutasi dan promosi itu saat ini adalah karena politisasi yang kental di dalam tubuh TNI sehingga kenaikan pangkat dan jabatan lebih karena faktor politis dan kedekatan politik.

“Masalah yang terjadi terkait mutasi dan promosi bukan masalah senior dan junior yang tidak berpengalaman tapi masalah utamanya adalah politik, di mana sejak era presiden Jokowi dan sampai saaat ini pertimbangan promosi prajurit TNI lebih banyak karena kedekatan politik. Dalam konteks itu, meritokrasi tidak bekerja dan berjalan karena intervensi kekuasaan lebih dominan ketimbang kompetensi, pengalaman dan profesionalitas,” demikian Koalisi Masyarakat Sipil (Imparsial, De Jure, PBHI, Walhi, KPI, Centra Initiative, dan Raksha Initiative) di Jakarta, Rabu (8/10/2025).

Koalisi memandang, sejak awal Presiden telah mengabaikan prinsip meritokrasi dan justru menjadikan faktor kedekatan dan kesetiaan pada kekuasaan dirinya, tanpa mempertimbangkan prestasi, untuk melakukan mutasi dan promosi di tubuh TNI. Kasus kenaikan pangkat luar biasa Let.Kol Inf. Teddy Indra Wijaya menjadi contoh nyata bagaimana Presiden memangkas meritokrasi dan hal itu menjadi kontroversi.

“Promosi dan mutasi cenderung terjadi hanya pada mereka yang memiliki akses politik dan ekonomi pada kekuasaan. Bagi militer yang tidak memiliki akses politik ekonomi pada kekuasaan akan kesulitan mendapatkan promosi dan mutasi. Dampak yang terjadi sejumlah perwira senior yang memiliki pengalaman dan prestasi kesulitan mendapatkan promosi dikarenakan tidak memiliki akses politik dan kekuasaan. Sedangkan fakta memperlihatkan adanya perwira junior yang memiliki akses politik dan kekuasaan mendapatkan kenaikan pangkat secara fantastis sebagaimana terjadi kepada Let.Kol Teddy Indra Wijaya. Hal tersebut mengabaikan meritokrasi di tubuh TNI sekaligus pembenaran kesalahan praktik yang dilakukan Presiden,” jelas Koalisi.

Pada kasus tersebut mrnurut Koalisi, Presiden telah menerapkan kontrol sipil subjektif dan bukan kontrol sipil objektif yang mengedapankan pada pembagian otoritas dan dan keahlian yang jelas. Hal yang terjadi kemudian adalah rusaknya profesionalisme TNI. “Belum lagi selesai, Presiden juga memberikan sejumlah kenaikan pangkat luar biasa kepada para perwira atau purnawirawan yang pernah bermasalah karena terlibat dalam kejahatan serius yaitu penghilangan paksa,” ujarnya.

Koalisi juga memandang terdapat kontradiksi antara amanat Presiden Prabowo dengan politik hukumnya dalam merevisi UU TNI dimana justeru memberi jalan buat perwira senior untuk duduk lebih lama dalam pangkat jabatannya dengan memperpanjang masa pensiunya. Padahal perpanjangan pensiunlah yang menjadi masalah kemandekan promosi dan mutasi berupa penumpukan pada level perwira menengah sehingga menghambat dan menyulitkan proses regenerasi organisasi.

Karena itu, Koalisi mendesak Prinsip meritokrasi harus dikembalikan dalam rangka promosi kenaikan pangkat serta jabatan dalam tubuh TNI untuk menghindari terjadi kontestasi antar prajurit dengan mengabaikan penghormatan terhadap Konstitusi serta peraturan perundang-undangan yang berlaku serta penghormatan HAM.

Koalisi Masyarakat Sipil: Ardi Manto Adiputra (Direktur Imparsial), Wahyudi Djafar (Raksha Initiatives), ⁠Julius Ibrani (PBHI), Bhatara Ibnu Reza (DeJure), dan Al Araf (Ketua Centra Initiative). (MM)

Komentar