JAKARTA,SumselPost.co.id – Dunia media sosial diramaikan oleh pemberitaan Ivan Sugianto, seorang pengusaha dan orang tua murid di SMA Gloria 2 Surabaya. Ivan memaksa murid lain untuk sujud dan menggonggong di depan dirinya dan orang banyak akibat saling ejek antar siswa SMA Gloria 2 Surabaya dengan SMA Cita Hati Surabaya, yang melibatkan anaknya.
Dari video yang beredar Ivan tidak sendiri, ia diduga datang bersama sekumpulan ‘Orang Tidak Dikenal’ yang berbadan tegap, bahkan disebut-sebut Ketua Asosiasi Petinju Indonesia Jawa Timur juga turut hadir dan membuat suasana semakin memanas.
Pasca peristiwa tersebut, beredar juga video klarifikasi Ivan yang menyatakan bahwa banyak fitnah yang menimpanya serta permasalahan tersebut telah diselesaikan secara kekeluargaan.
Netijen tidak diam, aksi tidak manusiawi dan pamer kuasa mengundang penasaran. Netijen mengunggah foto Ivan bersama seorang Perwira aktif TNI berpangkat kolonel dalam sebuah mobil. Foto yang tentu memancing berbagai asumsi dan tuduhan publik baik terhadap Ivan maupun Perwira aktif TNI yang disangkutpautkan dengan “bekingan” bisnisnya, yakni hiburan malam.
TNI “Haram” Berbisnis
Koalisi menegaskan bahwa TNI harus profesional dan tidak terlibat baik dalam proses hukum yang tengah berlangsung maupun bisnis pengamanan. Koalisi menekankan bahwa Pasal 39 huruf C UU TNI secara tegas melarang prajurit aktif untuk berbisnis. Sebab, berbisnis bagi TNI hanya akan mendistorsi tugas utama TNI untuk menjaga pertahanan dan keamanan yang tidak sesuai dengan amanat reformasi dan TAP MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri. Terlebih, bisnis keamanan TNI yang menggunakan pendekatan sekuritisasi sering kali melanggar HAM. Sebagaimana diketahui, TNI kerap ditemui dalam bisnis-bisnis pengamanan industri berbasis sumber daya alam. Sebut saja, PT Freeport Indonesia di Papua, pengamanan PT Dairi Prima Mineral di Sumatera Utara, pengamanan PT Inexco Jaya Makmur di Sumatera Barat (2018), pengamanan PT Duta Palma, Kalimantan Barat (2024).
“Termasuk keterlibatan dalam perampasan tanah adat Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI) oleh PTPN II di Sumatera Utara (2020), Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener, Wadas (2021), PSN Smelter Nikel CNI Group, Sulawesi Tenggara (2022), PSN Rempang Eco City, Batam (2023), hingga PSN Bendungan Lau Simeme, Sumatera Utara (2024) (WALHI, 2024). Pengamanan TNI di industri sumber daya alam tersebut menjadi preseden buruk karena dibiarkan secara berlarut maupun tidak pernah ada penegakan hukum terhadap pelanggaran HAM kepada warga oleh aparat. Koalisi menilai bisnis-bisnis “ilegal” yang selama ini marak dan eksis tidak pernah mendapat sorotan dari para petinggi TNI. Bahkan diduga, adanya keterlibatan para perwira tinggi yang menjaga bisnis tersebut tetap berlangsung,” demikian Koalisi Masyarakat Sipil, Kamis (14/11/2024).
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan tersebut antara lain: (PBHI, Imparsial, YLBHI, KontraS, Amnesty Internasional Indonesia, ELSAM, HRWG, WALHI, SETARA Institute, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Centra Initiative, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Aliansi Masyrakat Adat Nusantara (AMAN), dan Public Virtue, ICJR)
Agenda Revisi UU TNI
Masih segar ingatan kita, pada Juli 2024 silam Kababinkum TNI, Laksda Kresno Buntoro mengusulkan untuk menghapus larangan prajurit TNI terlibat dalam bisnis sebagaimana diatur dalam Pasal 39 huruf c UU TNI. Koalisi menilai usulan tersebut adalah usulan yang keliru dan menyesatkan. Sebab, penghapusan pasal tersebut hanya akan mendistorsi tugas utama TNI dalam menjaga kedaulatan negara. Prajurit TNI tidak diciptakan untuk kegiatan bisnis dan politik.
Oleh karenanya, usulan perubahan tersebut merupakan sesat pikir dan perlu untuk dibatalkan dalam pembahasan perubahan UU TNI. Melanjutkan pembahasan perubahan UU TNI dan mengakomodir pasal penghapusan larangan berbisnis hanya akan menambah deret bisnis-bisnis pengamanan yang dilakukan TNI.
Berdasarkan latar belakang tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak:
1. Mendorong Panglima TNI untuk mengusut tuntas dugaan keterlibatan TNI dalam bisnis keamanan hiburan malam di Surabaya.
2. Mendesak Presiden dan DPR RI untuk membatalkan rencana perubahan UU TNI dan pasal terkait penghapusan larangan berbisnis bagi TNI.
3. Mendorong Presiden dan DPR RI untuk memasukkan agenda perubahan UU Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer ke dalam Prolegnas 2024 – 2029. (MM)
Komentar