JAKARTA,SumselPost.co.id – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengungkapkan, Islam memiliki dasar yang sah untuk menerima Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia atau Universal Declaration of Human Rights (UDHR). Dalam pandangan kiai yang akrab disapa Gus Yahya itu, dasar ini dapat ditemukan dalam Al-Qur’an dan hadits. Baca Juga Gus Yahya Jadi Pembicara Kunci di Universitas Oxford, Tawarkan Misi Peradaban Islam ala NU.
“Sebagai seorang Muslim, saya percaya bahwa sebenarnya ada dasar yang sah dalam Islam untuk menerima UDHR. Alasan ini dapat ditemukan dalam Al-Qur’an itu sendiri dan Hadits, atau ucapan-ucapan yang dianggap berasal dari Nabi,” kata Gus Yahya saat memberikan pidato dalam acara “The Future of the Universal Declaration of Human Rights: Toward a Global Consensus that the World Diverse Peoples, and Nations Should Strive to Fulfill” di Universitas Princeton, New Jersey, Amerika Serikat, Rabu (13/12/2023).
Gus Yahya menekankan bahwa UDHR merupakan perwujudan visi peradaban yang harus diupayakan untuk dipenuhi oleh masyarakat, agama, dan negara di seluruh dunia. Dalam perspektif Islam, Gus Yahya menjelaskan bahwa Al-Qur’an menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah swt sebagai rahmat bagi seluruh alam. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Anbiya’ ayat 107. ad
Hal ini dimaksudkan dengan upaya konkret, wahyu Islam menunjukkan perjuangan seumur hidup Nabi Muhammad untuk membangun sebuah masyarakat di mana umat manusia dapat hidup dalam keadilan, kesetaraan, dan perdamaian,” jrlas dia.
Melihat sejarah perjalanan hidup Nabi Muhammad, terutama saat hijrah dari Mekah ke Madinah pada tahun 622 M, Gus Yahya merujuk pada Piagam Madinah. Piagam itu diinisiasi oleh Nabi Muhammad untuk menjamin hak-hak penduduk Muslim, Kristen, Yahudi, dan pagan di Madinah, dengan tujuan mengakhiri konflik suku yang telah lama memecah belah masyarakat.
Sementara dalam konteks dunia modern, Gus Yahya juga mengatakan bahwa kehancuran total akibat Perang Dunia II dan ancaman bencana nuklir, membentuk momentum untuk membangun konsensus baru yang menghasilkan Piagam PBB dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM). Ia melihat dua dokumen tersebut seperti Piagam Madinah yang terbit 1.400 tahun yang lalu. Piagam itu lahir didasarkan pada prinsip persamaan hak dan martabat semua pihak sebagai fondasi bagi perdamaian, keamanan, dan stabilitas dalam hubungan internasional.
“Kedua dokumen ini dicirikan oleh wawasan ketuhanan yang sama, yang melahirkan Piagam Madinah 1.400 tahun lalu,” ucapnya.
Ia menambahkan, keselarasan ajaran agama dengan konsensus internasional diharapkan dapat memobilisasi komunitas untuk menciptakan dunia yang menghormati persamaan hak dan martabat setiap individu.
“Salah satu langkah penting adalah menyelaraskan ajaran agama kita dengan konsensus internasional yang muncul setelah Perang Dunia II dan memobilisasi komunitas kita masing-masing untuk membangun tatanan dunia yang lebih adil dan harmonis, yang didasarkan pada penghormatan terhadap persamaan hak dan martabat setiap umat manusia,” pungkasnya.(MM)
Komentar