Ketua Komisi III DPR: RUU KUHAP SudahTahap Singkronisasi, Tapi Bisa Saja Batal Disahkan

Nasional141 Dilihat
banner1080x1080

JAKARTA,SumselPost.co.id  – Pembahasan RUU KUHAP saat ini telah memasuki pembahasan Tim Perumus dan Tim Sinkorimisasi (Timus Timsin) di Komisi III DPR RI. Saat ini Tim Teknis Timus Timsin yang terdiri dari Staf Sekretariat dan Tenaga Ahli Komisi III, Staf Badan Keahlian DPR, dan Tim Teknis Pemerintah sedang melakukan peralihan redaksi pasal-pasal yang sudah disepakati dalam pembahasan Daftar Inventaris Masalah (DIM).

Setelah Tim Teknis, TimusTimsin selesai melaksanakan tugasnya maka hasil kerja mereka akan dicermati oleh anggota Komisi III DPR yang bertugas di Timus Timsin untuk selanjutnya diserahkan kembali ke Panja .

“Selanjutnya Panja akan mencermati hasil kerja Timus Timsin dan mendiskusikan apakah ada masukan baru baik yang bersifat substantif maupun yang bersifat redaksional. Hasil Panja akan diserahkan ke Komisi III DPR dan jika disetujui maka akan dilakukan pengambilan keputusan tingkat pertama. Tahap terakhir pengesahan RUU KUHAP adalah pengambilan keputusan Tingkat II yakni pada rapat Paripurna,” tegas Ketua Komisi III DPR Habiburokhman, Rabu (16/7/2025).

Baca Juga  OPS PETI Berhasil, Ruang Gagasan apresiasi kinerja Kapolda Sumsel

Dikatakan, secara teknis apa yang disepakati di Komisi III masih bisa berubah di Paripurna, karena pada prinsipnya pemegang hak membentuk UU adalah seluruh anggota DPR bersama pemerintah .

“Saat ini sudah banyak ketentuan bersifat reformis yang telah disepakati dalam Panja. Ketentuan-ketentuan tersebut mengganti ketentuan dalam KUHAP 1981 yang tidak reformis dan ketentuan-ketentuan yang benar-benar baru yang sangat reformis,” ujarnya.

Menurut politisi Gerimdra itu, pembahasan DIM kemarin antara lain sudah menyepakati penguatan hak warga negara yang berurusan dengan hukum dan peran advokat sebagai pendampingnya, reformasi institusi penahanan sehingga syarat penahanan menjadi sangat objektif, dimasukkannnya ketentuan restoratif justice dan banyak lagi.

“Proses pembahasan RUU KUHAP dilaksanakan secara sangat terbuka karena semua rapat bisa diliput media dan disiarkan secara langsung oleh TV Parlemen. Semua rekaman pembicaraan sampai saat ini bisa diunduh dari kanal YouTube DPR,” jelas Habiburokhman.

Baca Juga  Ratusan Pendemo Desak Pemprov Sumsel Segera Pulihkan Akses Sungai Lalan

Masyarakat menyambut gembira poin-poin yang telah disepakati, namun kata dia, masih ada juga yang tetap membabi buta mengecam DPR.

Kelompok tertentu menyebut DPR menerapkan “partisipasi omong kosong”. “Ketua YLBHI Muhamad Isnur menyampaikan kepada saya bahwa ada seorang ahli yang tidak dilibatkan pemerintah dalam pembahasan DIM pemerintah sehingga dia menolak pengesahan KUHAP dan merasa hanya dijadikan stempel,” ungkapnya.

Habiburokhman menegaskan bahwa apa yang tersaji dalam draft RUU berasal dari apa yang disampaikan masyarakat kepada kami ditambah apa yang kami ketahui sendiri saat berjuang menjadi advokat publik selama belasan tahun .

Namun demikian mustahil sebuah UU menyerap seluruh aspirasi dari seluruh elemen masyarakat. Sebab, aspirasi masyarakat tidak sepenuhnya sama satu sama lain. Bahkan aspirasi Ketua Komisi III DPR pun tidak sepenuhnya bisa diakomodir.

Baca Juga  Gelar Sarasehan 1 Abad NU, Muhaimin Tegaskan PKB Lahir dan Dibesarkan NU

Yang perlu digarisbawahi lanjut Habiburokhman, secara garis besar ikhtiar DPR memastikan proses pembentukan UU KUHAP transparan dan partiisipatif sudah maksimal. “Begitu juga ketentuan -ketentuan penting yang sangat reformis sudah dimasukkan. Saat ini sangatlah urgen untuk segera mengganti KUHAP 1981 dengan KUHAP baru yang jauh lebih berkualitas,” tambahnya.

Namun demikian bisa saja RUU KUHAP tidak jadi disahkan. Hal tersebut bisa terjadi kalau para penolak KUHAP berhasil meyakinkan para pimpinan partai untuk membatalkan pengesahan KUHAP. “Selanjutnya kita akan terus menyaksikan korban-korban KUHAP 1981 kembali berjatuhan karena hukum acara pidana yang menjadi panduan penegakan hukum pidana justru tidak memungkinkan tercapainya keadilan,” jelas dia.

Belajar dari kegagalan pembentukan KUHAP 2012 yang baru bisa berjalan lagi pada 2024, Komisi III DPR perkirakan dibutuhkan waktu menunggu hingga 12 tahun lagi untuk mengganti KUHAP 1981 tersebut. (MM)

Komentar