Kasus Dugaan Korupsi Pengangkutan Batubara PT SMS, Sarimuda Ditahan KPK

Berita Utama1218 Dilihat

Poto:
KPK menahan mantan Direktur PT Sriwijaya Mandiri Sumsel (SMS) Perseroda, Sarimuda, Kamis (21/9).

Kasus Dugaan Korupsi Pengangkutan Batubara PT SMS, Sarimuda Ditahan KPK

KPK menahan mantan Direktur PT Sriwijaya Mandiri Sumsel (SMS) Perseroda, Sarimuda, Kamis (21/9).
Sarimuda diduga terlibat korupsi terkait kerja sama pengangkutan batubara di Sumatera Selatan (Sumsel).
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengungkapkan bahwa Sarimuda telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Dia akan ditahan selama 20 hari kedepan, terhitung 21 September 2023 sampai 10 Oktober 2023 di Rutan KPK.
“Penahanan itu terkait kebutuhan proses penyidikan,” kata Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis, (21/9) .
Alex mengatakan, kasus ini bermula pada tahun 2019, saat menjabat sebagai Direktur PT SMS.
Saat itu, Sarimuda mengambil inisiatif untuk menjalin kerja sama pengangkutan batubara dengan menggunakan fasilitas PT KAI Persero dengan sejumlah pelanggan.
Termasuk perusahaan pemilik batubara dan pemegang izin usaha pertambangan.
PT SMS Perseroda kemudian menerima pembayaran berdasarkan per metrik ton melalui kontrak kerja sama dengan perusahaan-perusahaan batubara tersebut.
Selain itu, PT SMS Perseroda KPK menahan mantan Direktur PT Sriwijaya Mandiri Sumsel (SMS) Perseroda, Sarimuda, Kamis (21/9).

Baca Juga  Kerukunan Keluarga Palembang Akan Adakan Muktamar

Palembang, Sumselpost.co.id – Sarimuda diduga terlibat korupsi terkait kerja sama pengangkutan batubara di Sumatera Selatan (Sumsel).

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengungkapkan bahwa Sarimuda telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

Dia akan ditahan selama 20 hari kedepan, terhitung 21 September 2023 sampai 10 Oktober 2023 di Rutan KPK.

“Penahanan itu terkait kebutuhan proses penyidikan,” kata Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis, (21/9) .
Alex mengatakan, kasus ini bermula pada tahun 2019, saat menjabat sebagai Direktur PT SMS.

Saat itu, Sarimuda mengambil inisiatif untuk menjalin kerja sama pengangkutan batubara dengan menggunakan fasilitas PT KAI Persero dengan sejumlah pelanggan.
Termasuk perusahaan pemilik batubara dan pemegang izin usaha pertambangan.
PT SMS Perseroda kemudian menerima pembayaran berdasarkan per metrik ton melalui kontrak kerja sama dengan perusahaan-perusahaan batubara tersebut.

Baca Juga  Kapolres Pagaralam Hadiri Rapat Paripurna Momentum Pererat Sinergisitas

Selain itu, PT SMS Perseroda juga menjalankan kerja sama dengan beberapa vendor untuk menyediakan jasa pendukung.

“Antara tahun 2020 dan 2021, atas perintah Sarimuda, terjadi pengeluaran uang dari kas PT SMS Perseroda dengan pembuatan berbagai dokumen invoice atau tagihan yang fiktif,” katanya.

Namun, menurut Alexander, pembayaran dari beberapa vendor tersebut tidak seluruhnya masuk ke kas PT SMS Perseroda.

Sebagian besar uang tersebut ternyata dicairkan dan digunakan oleh Sarimuda untuk keperluan pribadinya.

Kemudian, lanjut dia, dari pencairan cek bank yang bernilai miliaran rupiah. Sarimuda melalui orang kepercayaannya menyisihkan ratusan juta rupiah dalam bentuk tunai.

Lebih lanjut, Sarimuda juga diduga mentransfer sejumlah uang ke rekening bank salah satu perusahaan yang dimiliki oleh anggota keluarganya.

Meskipun perusahaan tersebut tidak memiliki kerja sama bisnis dengan PT SMS Perseroda. Akibat perbuatan tersangka ini, diperkirakan negara mengalami kerugian keuangan sekitar Rp 18 miliar.

Baca Juga  Usman Firiansyah : Lawan Dan  Laporkan Kecurangan Pemilu 2024

Hingga saat ini, Sarimuda adalah satu-satunya yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

Alexander Marwata menegaskan bahwa tim penyidik akan melakukan pendalaman lebih lanjut untuk mengungkap peran pihak-pihak lain yang mungkin terlibat dalam skandal korupsi ini.

Sarimuda dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi pihak-pihak yang terlibat dalam praktik korupsi di sektor ekonomi yang dapat merugikan negara dan masyarakat.

Komentar